Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Fakta Penolakan Pendirian Rumah Ibadah di Bantul, Dibeli Tahun 2003 hingga Diminta Tutup Sementara

Kompas.com - 10/07/2019, 16:42 WIB
Rachmawati

Editor

"Jangankan papan nama kita beribadah saja sudah dipermasalahkan," ucapnya.

Baca juga: Pekan ini, Caleg Gerindra Disidang karena Kampanye di Tempat Ibadah

4. Diterima baik oleh warga

Ketua RT 34 Samsuri (52) menceritakan sebagai pendatang, Sitorus diterima baik oleh masyarakat sekitar.

Meski ditinggali mayoritas Muslim, di wilayah Dusun Bandut Lor ada beberapa keluarga Nasrani. Mereka hidup rukun berdampingan tanpa ada masalah keagamaan.

"Saya dan Pak Sitorus nyanyi ketika 17 Agustus, dia nyanyi saya main keyboard. Saya nyanyi dia yang main keyboard. Tidak ada masalah," katanya.

Samsuri mengatakan, pihaknya berharap Sitorus tidak usah membangun rumah ibadah dan kembali melakukan kegiatan seperti biasa.

Baca juga: Bangun Kelenteng, UNS Klaim Kampus Pertama Sediakan Tempat Ibadah 6 Agama

5. Dianggap menyalahi kesepakatan

Ilustrasi buku terlarang.Shutterstock Ilustrasi buku terlarang.
Ketua RT 34 Samsuri (52) mengatakan penolakan warga terjadi karena Sitorus menyalahi surat kesepakatan yang berlaku dan sudah ditandatangani 10 April 2003 silam.

Surat tersebut juga ditandatangani Ketua RT 34, kepala dukuh, kepala desa, camat, Kapolsek, Danramil yang saat itu menjabat, lengkap dengan stempel dari instansi masing-masing.

Surat pernyataan tersebut berisi dua poin. Pin yang pertama adalah rumah hanya digunakan untuk tempat tinggal ibadah, sedangkan poin kedua adalah pembangunan akan dilanjutkan setelah IMB selesai.

"Hanya satu permasalahannya, dia mengingkari surat perjanjian yang sudah ditandanganinya," ujar Samsuri.

Selain itu dia menyatakan jika hanya doa bersama tidak rutin yang dilakukan mungkin masyarakat sekitar masih menerima.

Baca juga: FKUB: Tempat Ibadah Itu Suci, Jangan Dipakai untuk Politik dan Sebar Hoaks

6. Mediasi gagal

Ilustrasi.SHUTTERSTOCK Ilustrasi.
Mediasi antara GPdI Immanuel Sedayu dan warga Bandut Lor RT 34 di kantor Kecamatan Sedayu tidak menemukan titik temu.

Masing-masing pihak bersikukuh dengan pendiriannya masing-masing.

Sitorus berpedoman pada keluarnya IMB sementara warga tetap pada peraturan yang sudah disepakati tahun 2003.

"Jadi keputusannya tadi saya berkewajiban menetralkan dua kutub. Sitorus tetap ingin lanjutkan aktivitas dan warga tetap menolak keberadaan (gereja) itu," kata Camat Sedayu Fauzan Mu’arifi, seusai pertemuan.

Dikatakannya, jika merujuk IMB yang dikantongi Sitorus berdasarkan Perbup Nomor 98 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah. Namun, pada Pasal 5 peraturan itu disebutkan, pemerintah daerah menfasilitasi penerbitan IMB rumah ibadah terhadap bangunan rumah ibadah yang bernilai sejarah, yaitu yang sudah berdiri sebelum tanggal 21 Maret 2006.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com