Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPRD Jabar: Kembalikan Sistem PPDB ke Jalur Prestasi

Kompas.com - 20/06/2019, 11:12 WIB
Farid Assifa

Editor

KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat menilai, sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tidak bisa diterapkan di Jabar. Oleh karena itu, DPRD Jabar meminta PPDB dikembalikan ke jalur prestasi.

Anggota DPRD Jawa Barat Oleh Soleh mengatakan, pemerintah harus menghapus sistem zonasi pada penerimaan peserta didik baru (PPDB). Sebab, sistem zonasi merugikan siswa, terutama yang berprestasi.

Oleh pun menyarankan pemerintah mengembalikan sistem PPDB ke jalur prestasi.

"Sebaiknya penerimaan peserta didik baru dikembalikan lagi ke jalur prestasi, tidak lagi mengunakan zonasi, karena dengan sistem zonasi banyak yang dirugikan. Yang dekat ditolak, yang jauh diakomodir," kata Oleh yang juga ketua Fraksi PKB kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Kamis (20/6/2019).

Menurut Oleh, PPDB dengan sistem prestasi bisa memenuhi rasa keadilan dan menutup celah kongkalikong antara sekolah dengan wali murid.

Baca juga: Gunakan Alamat Sama, Disdik Jabar Panggil Orangtua Pendaftar PPDB 2019

Kalau pun sistem zonasi tetap akan diberlakukan, Oleh mengingatkan pemerintah untuk menambah jumlah sekolah negeri di daerah, khususnya SMA. Hal itu agar peserta didik di suatu daerah bisa ditampung di sekolah negeri sehingga tidak ada istilah kuota habis.

"Selain itu, distribusi fasilitas harus merata di semua sekolah negeri. Jangan ada yang jomplang, sehingga semua peserta didik bisa menikmati fasilitas yang sama di sekolah negeri," tandas Oleh.

Penyeragaman sistem belajar juga harus dilakukan. Hal itu, kata Oleh, agar kualitas pendidikan di semua sekolah negeri sama sehingga bisa menghasilkan banyak siswa yang berprestasi.

"Cara lain adalah wajardiknas diperluas sampai dengan tingkat SLTA. Namun itu juga harus dibarengi pembiayaan yang memadai serta tenaga pendidik yang profesional," tandas Oleh.

Jawa Barat belum siap

Pendapat serupa disampaikan sekretaris Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat Abdul Hadi Wijaya. Ia mengatakan, Provinsi Jawa Barat belum siap untuk mengaplikasikan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi.

“Di Jawa Barat masih banyak blank spot. Ada 200 kecamatan yang belum punya sekolah negeri (SMA/SMK). Sistem zonasi membuat hak warga negara untul bersekolah di sekolah negeri terlanggar,” kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Kamis (20/6/2019).

Lebih lanjut anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menambahkan, meski sudah ada penambahan kuota 19.000 kursi pada PPDB tahun ini dari hasil pembangunan ruang kelas baru di Jabar, pemerintah baru bisa menyerap 34 persen lulusan tingkat SMP di SMA dan SMK negeri yang tersebar di Jabar.

Agar penyerapan siswa bisa lebih maksimal, Abdul mengatakan agar PPDB di Jawa Barat dikembalikan dengan sistem seleksi prestasi.

“Karena itu (seleksi prestasi) lebih realistis. Seleksi yang paling jelas adalah UN (NEM),” tuturnya.

Dia pun mengkritik terkait kelonggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ketika Pemerintah Provinsi DKI Jawa Barat diperbolehkan oleh pemerintah pusat menggunakan sistem seleksi NEM (nilai Ebtanas murni) dalam PPDB.

Menurut Abdul, tidak adil jika DKI Jakarta justru diperbolehkan menggunakan sistem seleksi NEM dalam PPDB. Sebab, jumlah sekolah negeri di DKI Jakarta jauh lebih banyak ketimbang di Jawa Barat.

“Kenapa harus ada perbedaan perlakuan. Padahal Jumlah sekolah di Jawa Barat lebih sedikit daripada di DKI Jakarta,” ungkapnya.

Menanggapi soal maraknya manipulasi domisili tempat tinggal oleh masyarakat demi bisa memasukkan anaknya ke sekolah negeri, Abdul menilai hal tersebut perlu menjadi perhatian serius oleh pemerintah dan sekolah.

Menurut dia, manipulasi tempat tinggal terjadi karena pemerintah saat ini terbilang mudah memberikan keterangan domisili.

“Orang kalau sudah punya keinginan kuat akan melakukan segala macam cara. Sekolah harus tegas, kalau menemukan yang seperti itu (manipulasi domisili) harus langsung dicoret,” tandasnya.

Sebelumnya, tim investigasi dari Dinas Pendidikan di Jawa Barat mendapat laporan tentang kejanggalan dan kecurangan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dari warga maupun para guru.

Salah satu laporan yang diterima adalah ada 8 siswa yang mendaftar ke SMA 3 dan SMA 5 menggunakan alamat yang sama.

Dalam data PPDB Online Jabar, kedelapan siswa tersebut berasal dari SMP yang berbeda. Namun, mereka mencantumkan alamat yang sama. Sedangkan panitia PPDB mencantumkan alamat sesuai kartu keluarga (KK).

Tim pun menelusuri kejanggalan itu dan sementara menemukan 10 kartu keluarga (KK) yang mencurigakan. Di antaranya KK yang beralamatkan di Jalan Bali, Kalimantan, dan Sumatera.

“KK nya memang ada (di alamat tersebut), tapi orangnya (siswa) tidak di sana. Yang Jalan Bali, Kalimantan, dan Sumatera begitu,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dewi Sartika saat dihubungi Kompas.com melalui saluran telepon, Kamis (20/6/2019).

Baca juga: Kejanggalan PPDB 2019 di Bandung, 8 Siswa Pendaftar SMA Favorit Beralamat Sama

Dewi menjelaskan, menurut Dinas Kependudukan yang dilibatkan dalam tim investigasi ini, jika kartu keluarga tersebut betul ada di daerah tersebut, maka secara administratif tidak ada masalah. Namun dengan memasukkan nama siswa ke KK tersebut sebagai modus agar diterima PPDB akan menjadi persoalan baru.

“Karenanya kita harus panggil orangtua (pendaftar). Tapi yang penting harus lindungi hak anak. Anak jangan jadi korban. Mereka harus tetap sekolah,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com