Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara Polemik Masjid Al Safar yang Dituding Mirip Simbol Iluminati (2)

Kompas.com - 14/06/2019, 15:34 WIB
Dendi Ramdhani,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Desain Masjid Al-Safar karya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menuai perdebatan.

Masjid yang terletak di rest area KM 88 ruas jalan Tol Purbaleunyi itu dituding memiliki bentuk yang mirip simbol iluminati lantaran kental menyematkan geometri segitiga dan ornamen yang mirip mata satu.

Perkara itu bermula dari dakwah seorang ustaz bernama Rahmat Baequni. Video ceramahnya yang mempersoalkan desain Masjid Al Safar mendadak viral di media sosial.

"Ini pintu masuknya, dan lihat ini segitiga semua, nyaris segitiga semua. Bahkan ketika masuk ke dalam, ini segitiga, satu mata. Maka, ketika kita shalat, sebetulnya kita menghadap siapa, menghadap Allah atau segitiga satu mata?" kata Rahmat dalam video itu.

Lantaran jadi perbincangan, Ridwan pun merespon. Ia menulis sanggahan lewat akun Twitter pribadinya.

"Masjid Al Safar adalah eksperimentasi teori lipat folding architecture. Jika eksperimentasi bentuk itu ditafsir, ya tentu tidak bisa dihindari. Tapi jika disimpulkan bahwa bentuk-bentuknya nya adalah menerjemahkan simbol iluminati dkk, saya kira itu tidak betul. Mari fokus saja ibadah kepada Allah," kata Ridwan lewat akun Twitter-nya, Jumat (31/5/2019).

Baca juga: 5 Fakta Desain Masjid Al Safar Karya Ridwan Kamil yang Viral, Dituding Simbol Illuminati hingga Sita Perhatian Dunia

Kemudian, melalui akun Instagram pribadinya, pria yang akrab disapa Emil itu kembali melontarkan penjelasan.

"Karena bukan ustaz, minimal saya berdakwah dengan menghadirkan infrastruktur dakwah yaitu ragam masjid di seluruh dunia yang sempit dan sementara ini," tulis Emil.

"Saya tidak perlu marah terhadap tafsir, yang penting saya jelaskan bahwa jika Masjid Al Safar dikatakan sebagai implementasi dari simbol-simbol iluminati, itu adalah kesimpulan KELIRU. Karena itu tidak benar dan tidak dimaksudkan," paparnya.

Dalam unggahannya, Emil menyebut persoalan serupa sempat muncul sewaktu Pilgub 2018.

"Isu ini pernah dihebohkan oleh pihak yang sama di zaman Pilgub 2018 untuk menjelekan saya saat kampanye. Saya sudah maafkan, move on dan saya hanya berdoa. Dan tentunya selalu saya ikhlaskan dan maafkan, kesimpulan-kesimpilan tanpa tabayun seperti ini yang kemudian diviralkan untuk merusak nama baik dan keimanan saya," jelasnya.

Masjid Al Safar dilirik Abdullatif Al Fozan Award

Di tengah perbincangan hangat soal desain Masjid Al Safar, ternyata masjid ini mendapat perhatian dunia internasional. Masjid Al Safar merupakan karya Ridwan Kamil bersama firma arsiteknya, Urbane Indonesia.

Sebelum isu ini mencuat, masjid itu berhasil masuk dalam nominasi Abdullatif Al Fozan Award, ajang penghargaan yang menampilkan desain dan karya masjid di negara-negara berpenduduk muslim dunia.

Ada tiga masjid karya Ridwan Kamil dan Urbane Indonesia yang masuk dalam nominasi itu, yakni masjid tersebut antara lain adalah Masjid Al Irsyad di Kota Baru Parahyangan, Masjid Al Safar di rest area KM 88 ruas jalan tol Purbaleunyi, dan Masjid Raya Sumatera Barat di Padang.

Principal Urbane Indonesia, Reza Achmed Nurtjahja mengatakan, pihaknya dihubungi oleh panitia dari Abdullatif Al Fozan Award dan diminta untuk mengirimkan desain masjid yang telah dibangun dari tahun 2010.

“Kami dikontak oleh panitia dan diminta menyerahkan desain Masjid dari tahun 2010. Mungkin mereka pernah melihat artikel yang membahas masjid Al Irsyad di sebuah majalah arsitektur Asia,” lanjut Reza.

Baca juga: 6 Fakta Tudingan Iluminati di Masjid Al Safar, Ustaz Bantah Jatuhkan Ridwan Kamil hingga Penjelasan Bentuk Segitiga

Pada Minggu (2/6/2019), tim dari Abdullatif Al Fozan Award ikut berkomentar soal kontroversi Masjid Al Safar. Technical Reviewer Al Fozan, Fuad H Mallick mengatakan desain masjid Al Safar tak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Hal itu ia sampaikan seusai mewawancarai Ridwan Kamil dan tim dari firma arsitek Urbane di Gedung Pakuan, Jalan Cicendo, Kota Bandung.

"Ini tidak bertentangan dengan Islam. Tidak ada rumus baku mengenai bentuk masjid. Tiap arsitek bisa merepresentasikan dan interpretasi baru diperbolehkan," ujar Fuad.

Bagian dalam Masjid Al Safar.DOKUMEN URBANE Bagian dalam Masjid Al Safar.

Fuad menilai kontroversi dalam dunia desain hal biasa. Interpretasi yang keliru semacam itu hanya perlu diluruskan agar tak menjadi polemik berkepanjangan di masyarakat.

"Jadi saya mengerti ada kontroversi, bahkan di negara saya pun bakal terjadi seperti itu juga. Tapi saya sangat menghargai dan mengerti masalahnya tapi tidak mengartikan sebagai hal negatif. Jadi ini perkembangan yang sangat biasa, kontroversi ini. Hanya diperlukan penjelasan dari pihak yang terlibat," ungkapnya.

Fuad mengatakan, Masjid Al Safar menjadi arah baru dalam perkembangan arsitektur masjid di Indonesia.

"Saya gembira karena ada arah baru dalam perkembangan bangunan masjid di Indonesia yang tidak secara tradisional yang selalu merepresentasikan hal biasa seperti kubah. Karena ini perkembangan yang sangat baik menandakan bahwa desain masjid tak stagnan dan bisa mendatangkan perubahan dan ide baru yang sehat untuk dunia Islam," jelasnya.

Sementara itu, Senior Architect & Senior Urban Designer dari Urbane Indonesia Ahmad Tardiyana memaklumi adanya interpretasi lain dari desain Masjid Al Safar. Namun, penilaian soal simbol illuminati jelas melenceng dari konsep awal.

Ahmad pun berkomitmen, kejadian ini tak akan menyurutkan langkahnya dalam membangun peradaban Islam lewat desain masjid. 

"Tentu saja interpretasi selalu terjadi pada orang awam. Tapi ada interpretasi soal (simbol illuminati) Al Safar tentu tidak seperti itu. Maksud dari awal tak ada hubungannya dengan apa yang disampaikan orang di media sosial," ujarnya.

Di tempat yang sama, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Ahmad Djuhara berpendapat, ada sisi baik dari munculnya kontroversi desain Masjid Al Safar.

Ia menilai interpretasi baru memang diperbolehkan ketika sebuah desain telah diserahkan kepada masyarakat. Namun, ada hak dari seorang arsitek untuk menjelaskan karyanya jika ditafsir keliru. 

"Saya bisa berpendapat sebetulnya tak ada niat buruk ketika seorang arsitek mengerjakan desain itu. Niat baiknya membuat orang lain senang, bahagia, puas. Arsitek juga punya tugas lain seperti membangun peradaban bangsa," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com