Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Daripada Jadi TKI di Malaysia, Lebih Baik Jadi Peternak Sapi"

Kompas.com - 30/05/2019, 12:14 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Rachmawati

Tim Redaksi

Mendengar itu, para calon TKI  tersebut akhirnya bergabung dengan kelompok tani. Mereka fokus mengurus babi dan ayam.

Dari hasil penggemukan sapi, babi, dan ayam, setiap empat bulan mereka sudah bisa menjual ternak mereka kepada para pembeli.

"Setiap bulan kami juga memeroleh pemasukan rata-rata Rp 3 juta. Saya sekarang sudah bisa membeli satu unit mobil pick-up dan anggota lainnya juga membeli sepeda motor dan kebutuhan lainnya," sebut Dominggus.

"Saat ini 25 calon TKW itu sudah senang dan bisa pelihara ternak dan mengelola keuangannya sendiri dan mereka tidak mau ke luar negeri lagi. Kami tidak perlu ke Malaysia lagi, karena cukup di kampung kami sudah bisa dapat uang," kata Dominggus.

Apalagi menurutnya, sapi yang mereka pelihara itu telah diasuransikan melalui Jasindo, sehingga mereka tidak perlu khawatir jika terjadi hal buruk menimpa ternak mereka.

Keberhasilan usaha kelompok tani mereka telah tersiar ke mana-mana. Bahkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, sebelum dilantik menjadi gubernur pernah berkunjung ke lokasi usahanya itu.

Baca juga: Lagi, 2 TKI Asal NTT Meninggal di Malaysia

Bahkan kelompok tani asal Negara Timor Leste, juga pernah melakukan studi banding ke kelompok tani tersebut.

"Baru-baru ini ada kelompok tani dari Timor Leste yang datang belajar cara bertani dan beternak di kelompok kami. Saat mereka datang, kami semua menangis karena terharu lantaran yang kami lakukan ini hanya biasa saja tapi kok orang lain mau belajar," ujar Dominggus.

Kunjungan dari pihak menurutnya menjadi motivasi untuk kelompoknya agar terus mengembangkan usaha.

Ke depannya, pihaknya akan membuka diri untuk semua pihak yang mau belajar dan mereja juga berencana belajar ke dinas terkait atau kelompok yang lain di NTT.

"Kami berharap dukungan dari semua pihak dan karena sekarang sapi yang kami pelihara ini adalah sapi Bali. Ke depannya kami juga ingin mengembangkan sapi ras Australia. Sehingga dalam kegiatan workshop ini, kebetulan dari pihak Australia ada di sini, kami langsung menyampaikan keinginan kami tersebut," kata Dominggus.

Baca juga: Warga NTT yang Tewas Diterkam Buaya di Malaysia Berstatus TKI Ilegal

Sementara itu, Direktur Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Thomas Lapenangga, mengatakan workshop ini digelar dengan tujuan untuk menyamakan visi dan misi pemberdayaan potensi yang ada.

Menurutnya, banyak program pengembangan desa, pemberdayaan masyarakat, atau pembangunan pertanian secara umum, yang belum berjalan optimal karena kurang adanya sinergitas antara komponen-komponen terkait.

Karena itu, kerjasama antar instansi menjadi hal yang penting dalam penanganan suatu masalah, apalagi masalah yang bersifat umum.

Thomas menjelaskan, setiap tiga minggu sekali , peternak NTT mengirimkan sapi sebanyak 500 ekor ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan daging di ibu kota.

"Kita bersama sama merespon ini baik dari pendidikan tinggi, LSM, tokoh masyarakat dan masyarajat yang berusaha di bidang pertanian dan peternakan dan pemerintah. Bersatu padu untuk berdayakan potensi yang ada di daerah kita," ujar Thomas.

Baca juga: 800 Beasiswa Pendidikan Tinggi untuk Siswa Daerah 3T dan Anak TKI

Sementara itu Profesor Ann McNeill dari University of Adelaide-South Australia dan Crawford Fund, mengatakan mereka adalah organisasi nonprofit yang mendapat dana dari pemerintah Australia untuk membantu masyarakat di negara-negara berkembang.

Menurut Ann, mereka mau membangun kapasitas melalui pelatihan, mentoring, dan dukungan dana baik dari infrastruktur maupun sumber daya manusia.

"Tujuan kami datang ini yakni untuk mentoring dan juga membuka kesempatan untuk bekerjasama dengan partner di NTT, khususnya petani dan peternak," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com