Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Daripada Jadi TKI di Malaysia, Lebih Baik Jadi Peternak Sapi"

Kompas.com - 30/05/2019, 12:14 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Rachmawati

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Dominggus MA Bira, terlihat semangat saat berbagi pengalaman sebagai petani dan peternak sapi di Desa Raknamo Kecamatan Amabi Oefeto, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dominggus adalah ketua Kelompok Tani Fajar Pagi, Desa Raknamo yang konsentrasi beternak sapi. Ia bercerita tentang penggemukan sapi dalam kegiatan workshop tentang pembangunan pertanian di NTT, yang digelar oleh Politeknik Pertanian (Politani) Negeri Kupang, di Gedung Student Center, Rabu (29/5/2019).

Kegiatan workshop itu dihadiri oleh perwakilan dari Universitas Adelaide-Australia, Politani Kupang, Universitas Nusa Cendana Kupang, Bappedda, Dinas Pertanian, LSM, kelompok tani, pengelola usaha, dan Crawford Fund dari Australia.

Baca juga: Banyak TKI Ilegal asal NTT di Malaysia, BP3TKI Kupang Bangun Rumah Informasi Migrasi Aman

Dari hasil usaha penggemukan sapi yang rintis sejak awal tahun 2018 lalu, Dominggus dan anggota kelompoknya mengaku telah meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah untuk sekali penjualan.

"Sekarang warga di desa kami tidak ada lagi yang mau kerja ke Malaysia. Dari pada jadi TKI di Malaysia, lebih baik jadi peternak sapi dengan gaji lebih tinggi dari Aparatur Sipil Negara (ASN)," ungkap Dominggus yang disambut tepuk tangan para peserta.

Dominggus bercerita, awalnya dia bersama 14 orang warga lainnya membentuk kelompok tani yang fokus di bidang pertanian dengan menanam jagung, padi, sayuran, dan tanaman holtikultura lainnya.

Seiring berjalannya waktu, Dominggus yang juga pernah merantau  ke Makasar, Sulawesi Selatan dan Jakarta itu,  bersepakat bersama anggotanya mengembangkan usaha ternak khusus penggemukan sapi, melalui bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Usahanya yang digeluti kelompoknya itu akhirnya berbuah hasil, karena saat ini mereka telah memelihara 250 ekor sapi.

Batal Jadi TKI ke Malaysia

Dominggus mengatakan program penggemukan sapi ini dilakukan dalam tempo tiga bulan. Selama tiga bulan, berat sapi naik menjadi 300 kilogram.

Warga lainnya yang melihat keberhasilan kelompok mereka, akhirnya berbondong-bondong ingin bergabung. Sekarang jumlah anggota kelompok mereka telah mencapai 200 orang.

Ratusan anggota kelompok itu, sebut Dominggus, bukan hanya fokus mengembangkan ternak sapi, tapi juga ternak lainnya seperti babi dan ayam.

"Khusus untuk anggota kelompok yang laki-laki konsen mengurus sapi. Sedangkan yang perempuan mengurus babi dan ayam," kata Dominggus.

Dominggu mengaku, pernah berhasil menggagalkan keberangkatan 25 orang perempuan yang akan menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Malaysia.

"Awalnya mereka cerita mau ke luar negeri, sehingga saya langsung sampaikan bahwa di kelompok kita ini sudah bergerak untuk pelihara sapi. Keuntungan yang kami dapat ini sama dengan gaji ASN. Bahkan lebih dari ASN," ujar Dominggus.

Baca juga: 49 TKI Asal NTT Meninggal di Luar Negeri dalam 5 Bulan terakhir

Mendengar itu, para calon TKI  tersebut akhirnya bergabung dengan kelompok tani. Mereka fokus mengurus babi dan ayam.

Dari hasil penggemukan sapi, babi, dan ayam, setiap empat bulan mereka sudah bisa menjual ternak mereka kepada para pembeli.

"Setiap bulan kami juga memeroleh pemasukan rata-rata Rp 3 juta. Saya sekarang sudah bisa membeli satu unit mobil pick-up dan anggota lainnya juga membeli sepeda motor dan kebutuhan lainnya," sebut Dominggus.

"Saat ini 25 calon TKW itu sudah senang dan bisa pelihara ternak dan mengelola keuangannya sendiri dan mereka tidak mau ke luar negeri lagi. Kami tidak perlu ke Malaysia lagi, karena cukup di kampung kami sudah bisa dapat uang," kata Dominggus.

Apalagi menurutnya, sapi yang mereka pelihara itu telah diasuransikan melalui Jasindo, sehingga mereka tidak perlu khawatir jika terjadi hal buruk menimpa ternak mereka.

Keberhasilan usaha kelompok tani mereka telah tersiar ke mana-mana. Bahkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, sebelum dilantik menjadi gubernur pernah berkunjung ke lokasi usahanya itu.

Baca juga: Lagi, 2 TKI Asal NTT Meninggal di Malaysia

Bahkan kelompok tani asal Negara Timor Leste, juga pernah melakukan studi banding ke kelompok tani tersebut.

"Baru-baru ini ada kelompok tani dari Timor Leste yang datang belajar cara bertani dan beternak di kelompok kami. Saat mereka datang, kami semua menangis karena terharu lantaran yang kami lakukan ini hanya biasa saja tapi kok orang lain mau belajar," ujar Dominggus.

Kunjungan dari pihak menurutnya menjadi motivasi untuk kelompoknya agar terus mengembangkan usaha.

Ke depannya, pihaknya akan membuka diri untuk semua pihak yang mau belajar dan mereja juga berencana belajar ke dinas terkait atau kelompok yang lain di NTT.

"Kami berharap dukungan dari semua pihak dan karena sekarang sapi yang kami pelihara ini adalah sapi Bali. Ke depannya kami juga ingin mengembangkan sapi ras Australia. Sehingga dalam kegiatan workshop ini, kebetulan dari pihak Australia ada di sini, kami langsung menyampaikan keinginan kami tersebut," kata Dominggus.

Baca juga: Warga NTT yang Tewas Diterkam Buaya di Malaysia Berstatus TKI Ilegal

Sementara itu, Direktur Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Thomas Lapenangga, mengatakan workshop ini digelar dengan tujuan untuk menyamakan visi dan misi pemberdayaan potensi yang ada.

Menurutnya, banyak program pengembangan desa, pemberdayaan masyarakat, atau pembangunan pertanian secara umum, yang belum berjalan optimal karena kurang adanya sinergitas antara komponen-komponen terkait.

Karena itu, kerjasama antar instansi menjadi hal yang penting dalam penanganan suatu masalah, apalagi masalah yang bersifat umum.

Thomas menjelaskan, setiap tiga minggu sekali , peternak NTT mengirimkan sapi sebanyak 500 ekor ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan daging di ibu kota.

"Kita bersama sama merespon ini baik dari pendidikan tinggi, LSM, tokoh masyarakat dan masyarajat yang berusaha di bidang pertanian dan peternakan dan pemerintah. Bersatu padu untuk berdayakan potensi yang ada di daerah kita," ujar Thomas.

Baca juga: 800 Beasiswa Pendidikan Tinggi untuk Siswa Daerah 3T dan Anak TKI

Sementara itu Profesor Ann McNeill dari University of Adelaide-South Australia dan Crawford Fund, mengatakan mereka adalah organisasi nonprofit yang mendapat dana dari pemerintah Australia untuk membantu masyarakat di negara-negara berkembang.

Menurut Ann, mereka mau membangun kapasitas melalui pelatihan, mentoring, dan dukungan dana baik dari infrastruktur maupun sumber daya manusia.

"Tujuan kami datang ini yakni untuk mentoring dan juga membuka kesempatan untuk bekerjasama dengan partner di NTT, khususnya petani dan peternak," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com