Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapan ASN NTT soal Kebijakan Gubernur Pakai Tenun 2 Hari Seminggu

Kompas.com - 12/04/2019, 11:27 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Kebijakan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat, yang mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) mengenakan kain tenunan daerah setiap hari Selasa dan Jumat, mendapat tanggapan positif dari ASN.

Ernos Neparasi, ASN di Biro Ekonomi dan Kerja Sama Pemprov NTT mengaku, menyukai mengenakan pakaian adat.

Walaupun ada beberapa atribut yang ditanggalkan, lanjut Ernos, namun pada saat berpakaian adat dengan tanpa rekayasa seperti dijahit dan sebagainya, serasa bekerja di daerah sendiri dan serasa dikelilingi sanak saudara satu daerah.

Baca juga: Gubernur NTT Ungkap Alasan ASN Wajib Kenakan Kain Tenun Tiap Selasa dan Jumat

"Dengan mengenakan pakaian ini, kami bisa menunjukan jati diri dan jatibudaya. Kami juga serasa dekat dengan kehidupan masyarakat," ungkap Ernos, kepada Kompas.com, di Kupang, Jumat (12/4/2019).

Hal lain, lanjut Ernos, yakni tanpa disadari, dirinya dan ASN lain ikut membantu ekonomi para penenun yang sebagian besar berasal dari kampung atau desa.

Ernos ingin kebijakan ini diberlakukan kepada ASN yang melaksanakan tugas atau dinas ke luar daerah.

"Bayangkan kalau ASN bertugas ke Jakarta atau di daerah lain, saat di bandara tujuan, kita tampil dengan pakaian daerah. Ini tentu luar biasa hebatnya," kata Ernos.

"Prinsipnya kami dukung ide ini dan kami juga mengurangi ketergantungan terhadap produk tekstil modern atau dari pabrik," sambung dia.

Hal senada juga disampaikan Aven Rame, ASN di Biro Humas dan Protokol Setda NTT, yang mendukung kebijakan itu.

Kebijakan itu, lanjut dia, akan mendorong semangat para penenun yang sebagian besar ada di pelosok-pelosok desa di NTT.

Menurut Aven, selama ini, tenunan biasanya hanya jadi pajangan di lemari dan dipakai hanya pada saat upacara adat.

Sementara, ASN provinsi yang sebagian besar berada di Kota Kupang juga jarang terlibat acara adat tersebut, karena situasi kota yang sudah terkontaminasi budaya modern.

Kalaupun mau ikut acara, kata Aven, para ASN biasa pinjam tenunan milik orang lain.

"Karena kalau mau beli kain tenun, selain harganya mahal, tapi juga berpikir untuk apa beli, kalau hanya pakai sekali dalam setahun," ucap Aven.

Tapi, dengan aturan yang mewajibkan ini, kata Aven, ASN tentu harus punya kain tenun minimal dua, ditambah motif tenun satu.

Tentu ini juga sangat membanggakan ibu-ibu penenun di desa, juga menyemangati mereka.

Dari sisi ekonomi, kehidupan para penenun juga membaik. Juga tidak tertutup kemungkinan, semakin banyak orang yang geluti pekerjaan sebagai penenun ini karena pasarnya besar.

"Bayangkan kalau puluhan ribu ASN di seluruh NTT pakai tenun dua kali seminggu, wow pasarnya sangat besar sekali," ucap dia.

Baca juga: ASN di NTT Diwajibkan Kenakan Kain Tenun Setiap Selasa dan Jumat

Sebelumnya diberitakan, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat, mengeluarkan aturan semua Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemerintah Provinsi NTT, mengenakan kain tenunan dua hari dalam sepekan.

Para ASN diwajibkan kenakan kain tenun NTT, pada hari Selasa dan Jumat.

Menurut Viktor, bukan hanya ASN yang gunakan kain tenunan, tapi dirinya juga menggunakan tenunan khas NTT.

"Satu minggu dua kali yakni Selasa dan Jumat. Kami semua pakai sarung. Ini kasih pesan, bahwa mereka yang kerja di kampung itu akan bangga karena hasil karya mereka dipakai oleh pejabat," ungkap Viktor, di Kupang, Rabu (10/4/2019).

Viktor menyebut, para penenun tradisional di kampung-kampung di NTT, tentu tahu, bahwa karya-karya mereka bukan dipakai oleh orang biasa tapi oleh pejabat.

"Ini juga bagian dari memproteksi market kita. Tidak perlu orang dari luar yang beli, karena kami juga bisa beli sendiri," kata Viktor.

Kompas TV Berbagai kerajinan berbahan dasar tenun dilakukan di sanggar ini, seperti penggulungan benang pembentangan benang kemudian dilanjutkan dengan penganyaman atau penggabungan berbagai warna benang hingga menghasilkan kain dan motif. Kebanyakan para mama yang mengerjakan tenun ini, namun anak-anak juga dilibatkan dalam proses pembuatan agar nantinya dapat meneruskan kerajinan tenun sebagai identitas masyarakat Papua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com