Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/03/2019, 10:56 WIB
Kontributor Bali, Robinson Gamar,
Khairina

Tim Redaksi

DENPASAR, KOMPAS.com - Seiring berjalannya waktu, Ketut Budiarsa, penderita penyakit langka osteogenesis imperfecta sudah bisa menerima kondisinya dengan lapang dada.

Bahkan, dia tidak ingin menjadi beban bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Walau beraktivitas menggunakan kursi roda, tidak mengurangi semangat Budiarsa berkarya.

Ia melukis dan terlibat dalam kegiatan sosial.

Penyakit yang diderita Budiarsa menyebabkan masa kecilnya sangat menderita. Penyakit langka ini membuat Budiarsa sering mengalami patah tulang hingga ratusan kali. Bahkan, sempat dua kali dioperasi.

Namun, langkah medis yang ditempuh tidak dapat menolong Budiarsa dari kondisi yang dialaminya saat ini.

Baca juga: Manusia dengan Penyakit Langka di Bali Nikahi Gadis Idamannya, Dihadiri 1.000 Orang Termasuk Para Pejabat

Ketika masih kecil, penyakit yang dideritanya sering membuatnya minder. Sebab. lingkungan sekitar masih beranggapan penyakit yang dideritanya bisa menulari anak-anak lain.

Beruntung, Budiarsa memiliki orang tua yang sabar. Berprofesi sebagai pedagang, sang ayah sering mengajak Budiarsa berjualan dan memperkenalkannya kepada orang lain.

Apalagi, beberapa waktu belakangan mulai tumbuh kesadaran dari masyarakat untuk menghargai penyandang disabilitas.

“Beruntung orang tua saya selalu mendukung dan membesarkan hati saya. Syukur keluarga tidak minder,” kenang Budiarta.

Kehidupan Budiarta mengalami perubahan sejak tahun 1997. Ketika itu, ada warga asing mendirikan sekolah tak jauh dari tempat Budiarta tinggal.

Sebelumnya, Budiarsa tidak diterima di sekolah dengan alasan tidak bisa mengikuti mata pelajaran olah raga.

Di sekolah yang didirikan oleh orang asing itu, Budiarsa diterima.

Apalagi, pada tahun 1999, Budiarsa bersama kedua saudaranya yang mengalami penyakit yang sama mendapat bantuan kursi roda dari seorang warga negara Amerika Serikat (AS).

“Waktu pertama kali dapat kursi roda senangnya luar biasa, seharian tidak mau turun, sampai-sampai mimpi naik kursi roda,” tutur Budiarsa sambil tertawa.

Saat menempuh pendidikan, Budiarsa mengaku mendapat dukungan dari teman-temannya, sama sekali tidak ada perlakuan diskiriminatif.

Saat itu, usia Budiarsa sudah menginjak 15 tahun. Sehingga, Budiarsa mengalami percepatan kenaikan kelas. Hanya butuh waktu dua tahun baginya untuk menyelesaikan pendidikan sekolah dasar.

“Waktu itu karena dianggap mampu menyerap pelajaran dengan cepat, saya kenaikan kelasnya dipercepat. Jadi bisa selesaikan sekolah dasar hanya dua tahun,” kata Budiarsa.

Seiring berjalannya waktu, Budiarsa berpikir tidak mungkin selamanya menggantungkan hidupnya pada orang lain.

Karena itu pada tahun 2000 bersama kedua saudaranya yang juga mengalami penyakit osteogenesis imperfecta, dia membuka studio lukis 3 Brothers + 1.

Dinamai demikian karena studio ini dikelola bertiga plus adik bungsunya yang terlahir dengan kondisi normal.

“Sebelum ada studio saya bersama saudara benar-benar bergantung pada keluarga. Tapi saya berpikir tidak mungkin selamanya seperti itu, setidaknya ada yang dilakukan untuk mengurangi beban orang tua,” tutur Budiarsa.

Setelah mempertimbangkan sejumlah ide, Budiarsa teringat masa kecil suka mencoret-coret. Lalu, tercetuslah ide melukis.

Secara teknis, melukis tidak begitu berat dilakukan dengan kondisi fisik Budiarsa. Saat Budiarsa membuka studio lukis, beberapa pelukis di wilayah Ubud secara sukarela datang dan berbagi ilmu. Salah satunya, pelukis kenamaan I Gusti Murniasih (alm).

“Awlanya tidak serius melukis, tapi setelah beliau meninggal kami jadi ingat kembali ilmu yang beliau ajarkan. Dalam melukis kami banyak menggunakan teknik dan karakter Geg Murniasih,” kata Budiarsa.

Ia membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk menyelesaikan satu lukisan. Karyanya dijual dengan harga bervariasi hingga mencapai Rp 10 juta.

Baca juga: Kisah Ketut Budiarsa Derita Penyakit Langka, Alami Patah Tulang hingga Ratusan Kali (1)

Salah satu lukisan favorit Budiarsa berjudul "Keagungan Jiwa". Dalam lukisan ini terdapat segitiga sebagai simbol siklus kehidupan, yaitu kelahiran, hidup dan kematian.

Lukisan itu menggambarkan jiwa manusia bersayapkan pelangi. Warna merah merona menggambarkan cinta kasih. Lukisan ini menceritakan jiwa masuk ke dalam tubuh. Seperti apa jiwa berekspresi, akan ditentukan fisik di mana dia tinggal.

Melalui lukisan ini, Budiarsa ingin mengekspresikan permenungan tentang dirinya. Tidak ingin melebar ke mana-mana. Seperti yang diwakilkan oleh sosok cicak dalam lukisan tersebut.

Seekor tokek diyakini akan berbunyi manakala orang sedang berkata benar. Dunia, menurutnya, seperti panggung drama. Setiap orang mendapatkan perannya masing-masing.

Bagi Budiarsa, kondisinya saat ini adalah “peran” yang diberikan Tuhan kepadanya. Tentu tidak kebetulan Tuhan memberikan peran tersebut.

“Setiap orang tentu sudah mendapatkan perannya masing-masing. Saya mendapatkan peran ini jangan-jangan karena Tuhan menganggap saya kuat, mungkin saya tidak akan kuat jika menjalani peran yang lain,” ucap Budiarsa. (Bersambung)

Kisah selanjutnya, Baca juga: Kisah Ketut Budiarsa Penderita Penyakit Langka, Menunggu Enam Tahun untuk Nikahi Gadis Idaman (3)

Kompas TV Sejak Rabu (6/3) pagi, ratusan umat hindu di Denpasar dan sekitarnya memadati lapangan Puputan Badung, Kota Denpasar. Umat hindu di Bali menggelar ritual Tawur Agung Kesanga. Ritual ini dilakukan untuk menjaga harmoni di alam semesta yang akan memberikan kemakmuran, kenyamanan, dan keamanan bagi masyarakat. Pelaksanaan ritual tawur agung diawali dengan penampilan tari rejang dewa, tari pendet, dan beberapa tarian khas bali lainnya, kemudian dilanjutkan dengan sembahyang dan doa bersama.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Terkini Lainnya

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di 'Rumah' yang Sama...

Kisah Pengojek Indonesia dan Malaysia di Tapal Batas, Berbagi Rezeki di "Rumah" yang Sama...

Regional
Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Menara Pengintai Khas Dayak Bidayuh Jadi Daya Tarik PLBN Jagoi Babang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com