Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Kehidupan Warga Lampung Selatan Pasca-tsunami Selat Sunda...

Kompas.com - 18/03/2019, 11:05 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

"Saat kejadian, saya lagi nonton. Tiba-tiba ada air besar yang masuk ke dalam rumah," kata Juliansyah.

Dirinya tertimbun reruntuhan bangunan. Gelap seketika dan ketakutan menghantuinya.

Dia menangis sejadi-jadinya memanggil orangtuanya. Bocah ini bertahan di antara reruntuhan semalaman penuh.

Baca juga: Pramuka hingga Emak-emak Kumpulkan Rp 174,7 Juta untuk Korban Tsunami Selat Sunda

Dia tidak tahu persis lamanya. Namun, dia mendengar suara ibunya yang memanggilnya, lalu ditemukan dan mereka lari mengungsi di atas pegunungan.

Saat ditanya, apakah suka terbayang-bayang kejadian itu, dia sempat terdiam. "Iya, ngeri banget," kata dia.

Juliansyah dan 29 teman lainnya yang terkena imbas gelombang tsunami, kini masih tinggal di hunian sementara (huntara) yang disediakan oleh pemerintah.

Keseharian penghuni huntara

Korban tsunami Selat Sunda di Lampung Selatan, sebagian besar telah kembali ke rumah masing-masing.

Sepanjang jalan menuju lokasi terdampak tsunami, terlihat beberapa rumah ada yang diperbaiki bagian yang rusak dan ada pula sekumpulan orang tengah bergotong royong membuat perahu baru untuk aktivitas bernelayan.

Perlahan, warga membangkitkan ekonomi yang sebelumnya sempat lumpuh total.

Sementara warga yang rumahnya hancur total, mereka masih ada yang mengungsi di tenda-tenda sambil menunggu rumah hunian sementara yang sedang dibuatkan oleh pemerintah.

Huntara di Desa Way Muli Timur misalnya. Di sana dihuni sebanyak 83 keluarga.

Baca juga: 1.425 Hunian Sementara Korban Tsunami Selat Sunda Dibangun di Pandeglang

 

Sebanyak 21 keluarga sudah menempati huntara. Satu huntara dihuni satu keluarga dan satu huntara hanya memiliki satu sekat kamar tidur yang tidak berpintu.

Menurut Abdul Rahman, Ketua RT 003 Way Muli sekaligus koordinator huntara, tempat tinggal ini, kemungkinan akan menjadi hunian tetap mereka.

"Sekarang diberlakukan aturan tidak lagi boleh membangun bangunan di atas rumah yang sudah hancur kecuali membangun aktivitas ekonomi," kata Abdul Rahman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com