Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Divonis 2 Tahun, Muhir, Terdakwa Korupsi Dana Gempa Menangis

Kompas.com - 02/03/2019, 10:58 WIB
Fitri Rachmawati,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com -Muhir, anggota DPRD Kota Mataram dari Fraksi Golkar, terdakwa kasus operasi tangkap tangan (OTT) dana rehabilitasi pembangunan SMP dan SMA di Kota Mataram, akhirnya divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Mataram, Jumat  siang (1/3/2019).

Mendapat vonis tersebut, Muhir menangis dan memeluk keluarganya yang datang di persidangan.

Bukan hanya Muhir, keluarga dan kerabat dekat Muhir, menangis histeris atas vonis hakim itu.

"Ya Allah, tidak adil ini. Allahuakbar, jangan nangis, jangan nangis," teriak keluarga Muhir menenangkan Muhir yang juga tersedu.

Muhir digiring ke luar dan dipeluk. Sebagian besar keluarga Muhir berteriak tak terima vonis hakim.

Sidang tersebut berlangsung dengan penjagaan ketat aparat di pengadilan Tipikor Kota Mataram.

Baca juga: Anggota DPRD Terdakwa Pemerasan Dana Gempa Jalani Sidang Pertama

Muhir tertangkap ketika menerima uang Rp 30 juta dari Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram Sudenom yang didampingi seorang kontraktor, Tjatur Totok pada 14 September  2018 silam.

Majelis Hakim yang diketuai Isnurul Syamsul Arif dan hakim anggota masing-masing Ferdinand M Leander dan Abadi, menyatakan bahwa Muhir secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi, dengan menerima pemberian atau hadiah berupa uang sebesar Rp 30 juta dari seorang kontraktor.

Muhir ditangkap oleh tim intelijen Adiyaksa Monitoring Ceter (AMC) di warung Encim jalan Rajawali 1 Nomor 18, Cakranegara, Kota Mataram.

"Terdakwa dinyatakan telah melanggar Pasal 11, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi," kata Isnurul.

"Atas putusan ini, terdakwa punya hak untuk menyatakan keberatan atau silakan berkonsultasi dengan kuasa hukum saudara," kata Isnurul.

Muhir dan kuasa hukumnya serta jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir.

Muhir: korban kriminalisasi

Kepada wartawan, Muhir mengatakan bahwa dirinya adalah korban kriminalisasi. Jika dirinya dinyatakan penerima suap, Muhir mempertanyakan pemberi suap yang tidak ditangkap dan dijatuhkan vonis yang sama seperti dirinya.

"Ini tidak ada keadilan. ini jelas-jelas sudah kriminalisasi. Tidak ada barang bukti pada saya. Saya minta pada Presiden mengevaluasi Kejaksaan Negeri Mataram (Kejari) Mataram. Nah ini adalah salah satu kezoliman terhadap kami bahwa yang menyuap kami Sudemom maupun Tjatur Totok tidak  diungkap di sini. Ini adalah salah satu ketidakadilan Kejari Mataram, harus terungkap ini," kata Muhir.

Menurut Muhir, tidak ada barang bukti dirinya menerima suap. Ia juga mengaku tidak pernah menerima suap.

"Nah itu kami minta pada presiden, pada Jaksa Agung dan pihak-pihak lain untuk mengevaluasi Kejari Mataram. Ini sudah merugikan rakyat, karena ini sudah mengkriminalisasi," katanya.

Sementara itu, kuasa hukum Muhir, Ini Kurniawati, mengaku kecewa karena vonis hakim dinilai janggal. Menurutnya, hakim menggunakan Pasal 11 UU Tipikor. Semestinya, kata Ini, pasal itu digandengkan dengan Pasal 13. Penerima dan pemberi suap atau hadiah atau gratifikasi harus juga ditangkap dan diganjar hukuman yang sama.

"Kalau kita melihat fakta sidang kalau dia gunakan Pasal 11 harus dengan gandengannya pasal 13. Di sini yang pemberi suap tidak dijadikan tersangka tetapi yang penerima saja yang dihukum, penyuap dan yang disuap semestinya sama sama kena kalau memang mau diterapkan Pasal 11," kata Kurniawati.

Dia juga menilai, berdasarkan fakta persidangan, saat OTT, ada cobaan pemberiaan uang, tetapi ditolak terdakwa, sehingga barang bukti ditemukan justru di kantong Totok bukan pada terdakwa.

"Itu ada pada bukti formil berita acara penggeledahan bahwa barang bukti ada pada Totok, mestinya Muhir bebas, dan sejak awal kami minta supaya bebas," tandas Kurniawati.

Baca juga: Fakta Terbaru Kasus Korupsi Dana Gempa oleh Oknum Anggota DPRD Kota Mataram

Muhir dan kuasa hukumnya masih menimbang-nimbang apakah akan melakukan banding atau menerima putusan vonis hakim.

Dalam Nota Keuangan Anggaran Perubahan APBD 2018, alokasi dana bencana untuk rehabilitasi sekolah sebesar Rp 4,2 miliar untuk 31 dari 63 sekolah yang diajukan karena terdampak gempa.

Sebelum dana tersebut dikucurkan, terdakwa Muhir justru meminta jatah pada mantan Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram, Sudenom.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com