Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rikardus Ubah Limbah Tenunan Khas NTT Jadi Suvenir Bernilai Ekonomis

Kompas.com - 04/02/2019, 10:51 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Khairina

Tim Redaksi


KUPANG, KOMPAS.com -Rikardus Outniel Yunatan (53), warga Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), begitu bersemangat saat menceritakan usaha yang digelutinya.

Rikardus yang biasa disapa Koh Roy ini punya sejumlah usaha di ibu kota provinsi kepulauan itu.

Satu diantaranya yakni berjualan suvenir dan oleh-oleh khas NTT, yang berbahan dasar limbah kain tenunan.

Suvenir itu dijual di Centra UKM C & A, yang terletak di jalan Frans Seda, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.

Sambil menikmati minuman hangat, Rikardus menuturkan secara detail usaha souvenirnya kepada Kompas.com, yang berkesempatan mewawancarai Minggu (3/2/2019).

Baca juga: Kebijakan Bagasi Berbayar Maskapai Disebut Turunkan Daya Beli Suvenir Wisatawan

Usaha suvenir dirintisnya bersama sang istri, Harijani, sejak tahun 1995, sekembalinya dari Surabaya, Jawa Timur.

Berbekal semangat yang tinggi untuk bisa mengubah kehidupan ekonominya, insinyur Teknik Arsitektur jebolan Universitas Kristen Petra Surabaya tahun 1990 itu kemudian melihat peluang usaha di Kota Kupang.

"Karena latar belakang saya seorang teknik arsitektur, saya kemudian menciptakan sesuatu yang tidak dibuat orang," ucap Rikardus. 

"Kita orang teknik itu seharusnya bisa menciptakan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Karena itu, saat ada kesempatan saya langsung ambil. Kami lihat banyak limbah sisa potongan kain tenun yang tidak terpakai pada tahun 1995. Saat itu banyak terbuang dan kami ambil sesuatunya menjadi berarti atau menjadi nilai,"sambungnya.

Limbah kain tenunan khas NTT itu kemudian diolahnya menjadi suvenir, seperti kalung, gelang, anting-anting, tas, dompet dan sebagainya.

Usaha yang dimulai dengan modal terbatas itu kemudian berkembang pesat dan diminati oleh wisawatan domestik dan internasional yang berkunjung ke Kota Kupang.

Sebelum menempati tempat usahanya di jalan Frans Seda, Rikardus pun berpindah-pindah tempat usahanya, dengan menyewa tempat di bilangan Oebobo, El Tari, Oeba hingga akhirnya memiliki tempat usaha permanen di jalan Bung Tomo 3, Wali Kota, Kecamatan Kelapa Lima.

"Saya memulai usaha ini tanpa modal apa-apa. Modal itu kita bisa dapat dengan memanfaatkan yang ada di sekitar kita. Tapi segala sesuatu tidak dimulai dengan yang gampang. Harus bisa tabah, lihat evaluasi terus di mana kelemahan, dari situlah membuat kita bisa berkembang," ucapnya.

Baca juga: Heboh Pernikahan Crazy Rich Surabayan, Ini Kata Keluarga soal Suvenir Emas dan Doorprize Jaguar

Di tempat usahanya yang baru ini, Rikardus bukan hanya menjual suvenir, tapi juga barang lainnya yang bernuansa NTT, seperti kain, pakaian, sasando dan makanan hingga ukiran. Rikardus bahkan menggandeng sejumlah pengusaha kuliner.

Untuk usaha suvenir ini, Rikardus telah mempekerjakan puluhan orang orang sebagai karyawannya.

Bukan hanya itu saja, Rikardus juga bekerja sama dengan ratusan perajin suvenir, bahkan dengan penghuni lembaga pemasyarakatan di Kupang, yang selalu memasok suvenir ke tempat usahanya.

"C & A ini konsepnya membuka diri kepada semua perajin yang produknya bernuansa NTT baik itu suvenir, tekstil, pakaian, tenunan, cenderamata maupun makanan," ucap Rikardus.

Rikardus menjamin, semua produk yang bernuansa NTT, termasuk makanan tersedia dan dijamin berkualitas tinggi dan halal.

Tempat usahanya itu dibuka mulai pukul 7.00 Wita hingga pukul 23.00 Wita. Rikardus bahkan berencana, akan membuka dalam waktu 24 jam.

"C & A tidak pernah berhenti untuk terus melakukan sejumlah inovasi dan kreatif, serta melihat peluang di mana itu bisa kita gunakan dan menghasilkan nilai ekonomis," katanya.

Menurut Rikardus, banyak pengunjung lebih tertarik membeli tenunan dan suvenir. Sedangkan makanan, pengunjung selalu mencari dendeng, sei sapi, dan emping jagung.

"Tapi cemilan yang berciri khas NTT itu semuanya disukai oleh warga luar NTT yang berkunjung ke sini," ujar dia.

Khusus untuk suvenir kalung khas NTT, lanjut Rikardus, dia menyiasati dari sisa limbah kain tenunan, kemudian dicampur dengan pernak pernik sehingga menjadi indah. Semuanya itu dikerjakan oleh dia dan karyawannya sendiri.

"Barang yang dilihat tidak berguna, kemudian kita rancang dengan baik dan menghasilkan uang," ucapnya.

Rikardus yang pernah menjadi dosen di Universitas Katolik Widya Mandira Kupang itu pun mengaku, sebagai pengusaha kecil dia tidak pernah berpikir untuk mendapat bantuan dari pemerintah, tapi sebaliknya apa yang akan dibuatnya untuk membantu pemerintah Kota Kupang.

Dari hasil usahanya itu, Rikardus telah mampu membeli sejumlah rumah, mobil dan menyekolahkan tiga orang anaknya.

Dua orang anaknya telah meraih gelar sarjana yakni Claudia Novella Yunatan, S.I. Kom, saat ini bekerja sebagai penyiar radio dan Reinaldo V Yunatan, S.Ked, sebagai dokter. Sedangkan putra bungsunya De Aldi Yunatan, masih duduk di bangku SMP.

Rikardus yang juga saat ini menjadi motivator dan terus mendampingi sejumlah pengusaha UKM di Kota Kupang, berharap generasi muda di NTT jangan berorientasi untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), tapi melihat peluang dan menciptakan peluang usaha.

"Jangan salahkan pemerintah karena angka pengangguran tinggi. Tapi kesalahan kita juga karena ketika sudah menjadi sarjana, tapi tidak mau tunjukan di lapangan dan menciptakan sesuatu untuk daerah ini," kata Rikardus.

Bagi Rikardus, sukses adalah jangan melihat seberapa tinggi anda jatuh. Tapi seberapa tinggi anda mampu melenting kembali. Itu kata dia lebih penting dalam hidup ini.

"NTT itu kepanjangannya bukan Nanti Tuhan Tolong, tapi Niaga Tak Terbatas karena kita harus tahu dan sadar diri bahwa Nasib Tergantung Tindakan. Jadi kalau kita punya tindakan produktif, maka NTT itu Niaga Tak Terbatas,"ujar Rikardus.

Kompas TV Pasien demam berdarah di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, terus bertambah. Di Sumba Timur, pemerintah setempat telah menetapkan kejadian luar biasa demam berdarah. Berdasarkan data dari tiga rumah sakit yang menjadi rujukan pasien DBD, saat ini terdapat 206 penderita demam berdarah. Sementara, sejak Desember hingga Januari 2019, sebanyak tujuh orang meninggal akibat demam berdarah. Mengantisipasi makin meluasnya demam berdarah, Pemerintah Kabupaten Sumba Timur saat ini terus mengupayakan pencegahan demam berdarah di antaranya dengan melakukan pengasapan atau foging.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com