Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tangan Suratimin, Semoyo yang Tandus Berubah Jadi Asri

Kompas.com - 25/01/2019, 16:33 WIB
Markus Yuwono,
Khairina

Tim Redaksi

Kompas TV Area persawahan di Kecamatan Ciasem, Sukamandi dan Patokbeusi sudah 2 bulan terakhir kekeringan. Petani di 3 kecamatan itu pun tidak bisa menanam benih padi di sawah mereka menyusul masih rendahnya curah hujan serta terhentinya pasokan air dari Waduk Jatiluhur. Tidak banyak yang bisa dilakukan petani selain berharap hujan segera turun untuk mengairi sawah mereka. Sejumlah petani lain yang sempat menanam benih dengan pasokan air seadanya mendapati padi mereka tumbuh tidak maksimal. Hasil panennya hanya bisa digunakan sebagai pakan ternak.

"Tapi setidaknya bisa menjadi tabungan warga saat situasi terdesak dengan menebang kayu untuk memenuhi kebutuhan. Nilai jual akan lebih tinggi kalau kayu hasil tebang diolah jadi mebel atau kerajinan dulu," ucapnya.

Saat ini, berbagai jenis tanaman hutan ditanam di kawasan hutan rakyat seluas 475 hektar. Di sisi lain, luasan Desa Semoyo sekitar 575 hektar.

Kegigihan itu berbuah manis. Pada tahun 2013 lalu, ia berhasil berhasil mendapatkan Penghargaan Kalpataru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Penghargaan kader konservasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ia dapatkan pada 2016.

"Pemerintah menitip pesan agar langkah seperti yang kami lakukan terus berlanjut. Tapi, pemerintah juga seharusnya tidak membiarkan warga bergerak sendiri dalam menjaga lingkungannya,"ujar bapak dua anak ini

Menurut dia, hutan tersebut bisa menyerap emisi karbondioksida. Berdasarkan hitungan Suratimin, hutan di tempatnya bisa menghasilkan 32 ton karbon per hektar per tahun.

Jika dihitung kasar, hutan rakyat di Desa Semoyo bisa menghasilkan 15.200 ton karbon per tahun. Penghitungan karbon oleh warga Semoyo menjadi salah satu rujukan, terbukti 27 negara yang belajar menghitung karbon pada 2016.

Tahun 2017, tujuh perwakilan negara di Asia belajar menghitung karbon di Desa Semoyo, mulai dari Cina, Thailand, India, Vietnam, Brunei Darussalam, Filipina, dan Malaysia.

Memanfaatkan hasil hutan

Upaya meningkatkan perekonomian warga sekitar dilakukan dengan memanfaatkan hasil kayu. Satu langkah yang dilakukan yakni dengan membuat tempat produksi olahan kayu yang dibuat dengan berbagai produk.

Harapannya, warga tidak hanya menjual kayu gelondongan. Harganya jauh lebih tinggi saat dijual dalam bentuk jadi. Penjualan bisa berwujud meja, kursi, atau perabotan lain seperti radio hingga flash disk.

Hiasan kamera dijual Rp260 ribu per buah, cangkir atau gelang seharga Rp 50.000, jam dibanderol Rp 150 ribu- Rp 250 ribu.

"Setelah diolah jadi kerajian, satu pohon bisa menghasilkan sekitar Rp 3 juta. Warga membuat mebel baru ada sekitar 15 kelompok dari total 850 kepala keluarga. Ini cukup baik karena bisa membangun kreativitas dan inovasi warga," ucapnya.

Selain dipasarkan secara manual, dirinya memasarkan melalui online, dengan memanfaatkan media sosialnya.

"Hasilnya lebih tinggi dibandingkan menjual dalam bentuk kayu utuh," katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com