Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lumpuh sejak Bayi, Gadis asal Siantar Ini Tetap Berkreasi

Kompas.com - 17/01/2019, 10:44 WIB
Kontributor Pematangsiantar, Tigor Munthe,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com - Sore itu, Rabu (16/1/2019), cuaca cukup cerah. Seorang gadis dengan kulit putih dan rambut sebahu, tengah duduk di halaman rumah mereka di Jalan Dusun Matio, Kelurahan Naga Huta Timur, Kecamatan Siantar Simarimbun, Pematangsiantar.

Dia memegang sebuah tongkat. Pandangannya dilempar ke arah hamparan sawah di depannya yang tampak baru usai dipanen. Rumah mereka memang hanya berselang jalan dengan hamparan persawahan.

Gadis itu, Tri Putri Panjaitan (18), tak lama kemudian masuk ke dalam rumah dengan tertatih, seperti menyeret kedua kakinya. Dengan susah payah, dia akhirnya tiba dan duduk di kursi panjang, di samping ayahnya, J Panjaitan (54).

Sementara kakaknya, Mariani (24), tergeletak di tempat tidur terbuat dari kayu ditemani ibunya, R boru Hutajulu (53).

Baca juga: Ketegaran Bocah Dinda, Terkena Lumpuh Layu Tapi Ingin Tetap Sekolah

"Dua boruku (putriku) sudah mengalami ini (lumpuh layu) sejak masih balita, bawa lahir," ujar R boru Hutajulu, kepada Kompas.com, yang datang ditemani seorang penatua gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), St Timbul Hasoge Panjaitan.

Mariani dan Tri Putri, lanjut dia, sejak lahir sudah ada tanda-tanda tak bisa berjalan. Sampai usia 1 tahun, kedua putrinya itu cuma bisa merangkak.

Memasuki usia 2 tahun sudah bisa duduk. Namun sejak usia 2 tahun, tak kunjung bisa berdiri apalagi berjalan.

Karena kondisinya kian parah, boru Hutajulu mencoba membawa putrinya itu berobat ke berbagai tempat termasuk di Jakarta pada tahun 2001.

Di sana, kedua putrinya dibawa berobat ke dokter syaraf dan dirawat selama tiga bulan. Biaya pengobatan dibantu oleh keluarga dari pihak Hutajulu.

Saat itu, Mariani sudah berusia 6 tahun dan Tri Putri berusia 1 tahun.

Saat berangkat ke Jakarta membawa kedua putrinya itu, boru Hutajulu menggendong, satu di depan dan satu di belakang. Dia naik bus dari Pematangsiantar ke Jakarta.

"Karena ongkos naik pesawat saat itu mahal, saya naik bus ke Jakarta," kata dia.

Selama berobat di Jakarta, tampak tidak ada perubahan terhadap kondisi fisik terutama Mariani. Dia akhirnya memutuskan untuk membawa pulang kedua putrinya ke Pematangsiantar.

Selain dibawa berobat ke sejumlah dokter, boru Hutajulu mengaku juga membawa kedua putrinya ke pengobatan tradisional.

Namun, semua sia-sia, sebab kedua putrinya tetap lumpuh, terutama Mariani, yang praktis tak bisa duduk apalagi berdiri dan berjalan.

"Praktis Mariani hanya bisa tidur tergeletak di tempat tidur selama hidupnya," kata boru Hutajulu.

Tanggal 23 Januari 2019 ini, putri sulungnya itu genap 24 tahun. Selama itu pula, Mariani harus disuapi makan, minum, hingga mandi dan BAB.

Baca juga: Pemerintah Pastikan Fasilitasi Pemulangan Shinta, TKI Lumpuh di Taiwan

Sedangkan, Tri Putri, masih bisa menggerakkan kedua kakinya walau kadang harus diseret. Dengan kondisi begitu, dia masih bisa beraktivitas seperti menyapu rumah, cuci piring, dan makan minum sendiri.

"Kalau Tri masih bisa bergerak dan membantu saya sekadarnya. Yang saya takut kalau dia jatuh saat pakai tongkat pas saya tak di rumah," kata boru Hutajulu, yang sehari-hari bertani sawah dengan suaminya.

Mariani dan Tri Putri didampingi ayah ibunya di rumah mereka di Jalan Dusun Matio, Pematangsiantar, Rabu (16/1/2019).KOMPAS.com/Tigor Munthe Mariani dan Tri Putri didampingi ayah ibunya di rumah mereka di Jalan Dusun Matio, Pematangsiantar, Rabu (16/1/2019).

Berkreasi

Tri Putri rupanya tak mau tinggal diam. Setelah sempat sekolah hingga kelas 6 SD dan kini sudah berhenti, dia mencoba untuk mencari kesibukan, yakni menyulam.

Berkat kesabaran dan ketekunan serta motivasi ibunya, Tri Putri sekarang sudah bisa memproduksi kruistik atau sulaman yang bahkan sudah dijual oleh ibunya.

Sejumlah hasil karyanya banyak dipajang di rumah mereka, seperti taplak meja, gambar gereja, rumah adat Batak, dan lain-lain.

Salah satu karyanya adalah rumah adat Batak yang dipajang di dinding rumah. Hasil sulaman itu menurut boru Hutajulu sudah ditawar orang untuk dibeli seharga Rp 1.500.000.

Namun, Tri Putri menolak dengan alasan karya itu merupakan kenangan.

"Dia tak mau menjual itu. Katanya karena kenangan. Biarlah hasil yang lain dijual, tapi untuk yang itu dia tak mau dijual," kata dia.

Bantuan dikurangi

Sejak Mariani dan Tri Putri mengalami lumpuh layu, dalam sepuluh tahun terakhir mereka mendapat bantuan dari Kementerian Sosial sebesar Rp 300.000 per bulan.

Namun, sejak 2018 lalu, bantuan itu justru dikurangi menjadi Rp 150.000 per bulan. Itu pun hanya untuk Mariani.

Sedangkan untuk Tri praktis sudah berhenti. "Tak tahu kenapa dikurangi. Kata petugas yang ada di kelurahan, itu lah keputusan atasannya. Sedangkan kepada Tri, diputus karena dianggap sudah bisa bergerak," tutur dia.

Baca juga: Kisah Meghan dan Harry Bertemu Penderita Lumpuh Layu

Selama ini, dana sebesar itu digunakan untuk membeli vitamin dan makanan tambahan terutama untuk Mariani.

"Beli susu dan vitamin, itu lah uang itu kami gunakan," sambung dia.

Mariani selama dalam perawatan jarang sakit. Paling hanya sakit kepala yang sering dikeluhkan.

Kalau sakit, Mariani bisa dibawa ke Puskesmas dengan kursi roda.

Tri Putri dan ayahnya, saat menyulam di rumahnya, Jalan Dusun Matio, Pematangsiantar, Rabu (16/1/1019).KOMPAS.com/Tigor Munthe Tri Putri dan ayahnya, saat menyulam di rumahnya, Jalan Dusun Matio, Pematangsiantar, Rabu (16/1/1019).

Harapan sembuh

Terhadap Mariani, boru Hutajulu, mengaku sudah pasrah kalau putri sulungnya itu tak lagi bisa sembuh. Sedangkan Tri Putri, dia masih punya keinginan dan harapan kelak anaknya itu bisa sehat.

"Saya sudah pasrah kalau sama Mariani. Kalau Tri, saya tetap berharap ada kesembuhan," kata dia, diaminkan suaminya, J Panjaitan.

Pasangan suami istri memiliki tiga putri. Si sulung, Mariani, putri kedua Reva (21), kondisinya sehat dan saat ini bekerja.

Dia lulusan salah satu akademi di Pematangsiantar dan putri ketiga atau bungsu adalah Tri Putri.

St Timbul Hasoge Panjaitan kesempatan itu mendoakan kedua gadis itu. Dia memohonkan kesembuhan kepada keduanya.

Dia juga berharap pemerintah bisa memikirkan pendidikan terutama untuk Tri Putri. "Kan ada sekolah luar biasa di Siantar. Petugas bisa antar jemput dia," kata dia.

Sebelumnya, Ephorus HKBP Pdt Darwin Lumbantobing dan rombongan kantor pusat HKBP juga menyambangi rumah keluarga Panjaitan tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com