Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Mati dan Teka-teki yang Tersisa di Kasus Polisi Mutilasi Anggota DPRD...

Kompas.com - 19/12/2018, 14:06 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

Beberapa kesaksian yang dibenarkan, saat dia membuang potongan jasad korban, kesaksian istri korban yang menceritakan bahwa keluarga Medi memiliki hubungan seperti saudara pada keluarga korban, bahkan hingga hutang budi karena pernah dibantu saat proses persalinan anak Medi.

Kesaksian yang ditolak terdakwa, manakala pengakuan anak korban yang pernah menyaksikan ayahnya (M Pansor) menerima telepon dengan kalimat "Med, Med, kalau mau ketemu nanti ya jam 14.00 WIB," lalu setelah itu korban menutup telepon.

Kesaksian lain yang ditolak Medi adalah kesaksian seorang anggota TNI yang menerima gadaian mobil korban seharga Rp 35 juta dari tangan pelaku.

Dan penolakan lainnya, bukti yang dihadirkan dalam persidangan, bahwa dia telah membunuh korban di rumahnya sendiri.

Pengacara terdakwa, Sopian Sitepu, yang mendampingi Medi merasa kewalahan dengan aksi diam Medi.

"Kami sudah berupaya dengan berbagai cara agar dia bicara terus terang. Bahkan, kami siap tidak menerima bayaran asal dia mengungkapkan yang sejujurnya," kata Sopian, kepada Kompas.com, saat diwawancarai beberapa waktu lalu.

Menurut dia, kliennya secara psikologis ketika itu terlihat tertekan. "Apa yang membuatnya tidak berani mengungkap cerita yang sebenarnya, kami tidak mengetahui," ujar dia.

Semua masih gelap. Sekalipun vonis mati sudah dijatuhkan oleh majelis hakim.

Kejanggalan bukti

Sopian mengatakan, dalam salinan putusan No: 1186/Pid.B/2016/PN.Tjk terlihat kejanggalan konstruksi.

Di antaranya, pihak penyidik tidak membuka jejak komunikasi baik pada nomor seluler korban maupun pelaku sebelum terjadi pembunuhan.

Padahal, ada percakapan di telepon yang menurut anak korban, dia mendengar komunikasi ayahnya dengan Medi seusai menunaikan shalat Jumat.

“Kami selalu meminta majelis hakim untuk membuka track record percakapan pelaku dan korban, tetapi tidak pernah dihadirkan dalam persidangan,” kata dia.

Majelis hakim lewat saksi ahli hanya menghadirkan posisi terdakwa dan posisi sinyal korban pada Jumat (15/4/2016) dan Sabtu (16/4/2016), yang dinyatakan keduanya sama-sama mati.

Baca juga: Divonis Mati, Polisi Pelaku Mutilasi Anggota DPRD Ikut Tepuk Tangan

Kejanggalan lainnya, saksi Tarmidi yang memberi keterangan, pada malam hari menjelang keberangkatannya sempat masuk ke dalam rumah pelaku menonton TV di lantai 2, bahkan sempat berpose memegang senjata milik pelaku serta mengunggah ke akun sosialnya.

Dalam keterangan salinan putusan, jelas dikatakan bahwa sekitar sore hari, pelaku Medi menghabisi nyawa korban di rumahnya dengan cara dipotong-potong lalu memasukkan jasad korban dalam dua bagian kardus.

Dalam keterangan saksi, tidak sama sekali menyebutkan saat masuk ke dalam rumah pelaku mencium bau aroma amis darah.

Padahal, saat masuk ke dalam mobil korban yang dibawa ke lokasi pembuangan, saksi Tarmidi menjelaskan melihat ada bercak darah di handel mobil dan dasbor yang mengering, serta mencium bau aroma amis dalam mobil tersebut sekalipun Medi telah menyemprotnya dengan pengharum ruangan.

Bahkan, setelah pulang membuang potongan mayat, mobil sempat dicuci di pencucian mobil dan petugas bersaksi melihat ada banyak darah di bawah karpet tempat duduk depan mobil sebelah kiri.

Pengadilan pun tak membeberkan mengambil keterangan saksi dari tetangga pelaku saat kejadian pembunuhan, padahal masih dalam keterangan yang tertuang dalam salinan putusan, korban saat ke rumah pelaku menggunakan mobil Innova Silver yang dijadikan alat bukti kuat.

Bukti lainnya dijelaskan oleh salah satu kuasa hukum Medi Andika, Kabul Budiono, bahwa senjata api dan peluru milik Medi, setelah dilakukan uji balistik, tidak ada kesesuaian dengan peluru yang bersarang di dalam tubuh korban.

Baca juga: Anggota DPRD Pansor Hilang 25 Hari Lalu

Kejanggalan lainnya, tidak pernah dikeluarkan tes uji kejujuran istri korban. Meskipun istri korban juga telah menjalankan tes yang sama seperti terdakwa Medi dan juga saksi Tarmidi.

"Kami mengucapkan terima kasih kepada JPU yang telah menghadirkan bukti dan saksi di persidangan untuk mengungkap kebenaran fakta dalam persidangan ini," ujar dia.

Kuasa hukum menilai, Surat Tuntutan JPU tidaklah murni, penegakan hukum semata dengan tujuan mencari kebenaran materiel atau kebenaran yang hakiki, tetapi lebih menitikberatkan pada tuntutan yang “emosional” dan hanya untuk memuaskan keinginan keluarga korban.

Tuntutan yang diajukan JPU terhadap terdakwa dengan tuntutan hukuman mati dianggap telah melanggar hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan penerapan hukuman mati masih pro dan kontra dalam penegakan hukum di Indonesia.

Pembelaan Medi Andika

Tepat pada Rabu (12/4/2017) dalam sidang pembelaannya, terdakwa membacaan pembelaan yang ditulis sendiri.

Medi memberikan penjelasan tentang keterlibatan Umi Kulsum, istri korban, dalam kasus mutilasi tersebut.

Di dalam keterangannya, Medi mengatakan, Umi meminta untuk mencari orang yang dapat memberi pelajaran pada Pansor, karena suaminya itu punya kekasih dan sering memberi fasilitas hidup.

Lalu, Medi akhirnya mengiyakan dan melibatkan Anton dengan memberi uang sebesar Rp 10 juta.

Namun, di luar dugaan, ternyata Pansor melawan dan mereka menyebutnya terjadi kecelakaan, karena Medi menerima mobil korban di dalamnya terdapat dua kardus yang berisi potongan mayat korban.

Aksi bungkam selama persidangan sebelum-sebelumnya, dan keterangan saksi yang memberatkan Medi Andika, serta pembelaan yang dianggap mengada-ada, majelis hakim tetap pada pendiriannya yakni menjatuhkan vonis hukuman mati pada terdakwa.

Saat sidang putusan yang digelar Juni 2017, terdakwa, keluarga korban, dan juga keluarga terdakwa, hadir lengkap di persidangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com