Material longsor yang terdiri dari bebatuan dan batang pohon besar menyulitkan proses evakuasi secara manual.
Baca Juga: 8 Rumah Warga Mamasa Tertimbun Longsor Akibat Gempa
Dalam dua pekan terakhir, ribuan warga termasuk anak-anak di Mamasa, Sulawesi Barat, memilih bertahan di tenda darurat, Rabu (21/11/2018).
Alasannya, warga merasa lebih aman berada di bawah tenda-tenda daripada tinggal di rumah karena rawan tertimpa reruntuhan.
Seperti diketahui, akibat gempa, banyak rumah warga yang rusak dan retak-retak, sehingga dikhawatirkan ambruk saat diguncang gempa.
Meski tidur beralas tanah dan penerangan seadanya, mereka tetap bertahan di tenda pengungsian dengan kondisi apa adanya.
Berdasarkan data BPBD Mamasa, jumlah pengungsi gempa di Mamasa kembali mencapai 8.000 orang yang tersebar di beberapa titik pengungsian di wilayah Kabupaten Mamasa.
Jumlah pengungsi meningkat setelah gempa beruntun terjadi pada Kamis (15/11/2018).
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BNPB Mamasa Ian Lebok mengatakan, 8.000 orang pengungsi itu tersebar di beberapa titik di wilayah Mamasa, termasuk Kecamatan Tanduk Kalua, Sumarorong, dan Balla.
“Jumlah pengungsi yang panik dan ketakutan sempat mencapai belasan ribu warga, termasuk anak-anak, namun sekarang tinggal sekitar 8.000-an yang tersebar di Sumarorong, Tanduk Kalua, Mamasa, dan beberapa lokasi lainnya,” kata Ian.
Baca Juga: Dua Pekan Ribuan Pengungsi Gempa di Mamasa Masih Bertahan di Tenda Darurat
Menghadapi bencana gempa beruntun selama hampir dua pekan terakhir, masyarakat Mamasa di Sulawesi Barat menggelar ritual “Messalu Lembang”, sebuah tradisi leluhur Mamasa dalam menolak segala bala bencana.
Tradisi ini telah dilakukan para leluhur Mamasa secara turun temurun, namun ritual menolak gempa bumi mulai jarang dilakukan generasi belakangan hingga bencana gempa bumi datang meluluhlantakkan Mamasa sejak awal dua pekan lalu.
Ritual Messalu digelar tokoh adat dan tokoh agama masyarakat Mamasa di salah satu monumen bersejarah Mamasa, To’pao.
Lokasi sakral dan bersejarah itu terletak persis di Taman Kota Mamasa. Obed Nego Depparinding, salah satu tokoh adat Mamasa mengatakan, ritual dilaksanakan dengan meminta pertolongan kepada penguasa alam semesta.
“Ini desakan masyarakat agar para tokoh adat menggelar ritual Messalu, sebuah tradisi pengampunan dan permohonan maaf agar bencana tidak lagi menimpa masyarakat Mamasa," jelas Obed.
Baca Juga: ”Messalu Lembang”, Ritual Menolak Gempa Ala Leluhur Mamasa
Sumber: KOMPAS.com (Junaedi)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.