Salin Artikel

Fakta Gempa Guncang Mamasa, Ribuan Warga Mengungsi hingga Ritual Tolak Bala

KOMPAS.com - Tradisi "Messalu Lembang" diharapkan memberi semangat baru bagi warga Mamasa, Sulawesi Barat, yang dalam dua pekan terakhir diguncang gempa.

Kecemasan dan ketakutan warga Mamasa di Sulbar bukanlah isapan jempol belaka. Delapan rumah warga roboh terkena longsor setelah gempa mengguncang. Selain itu, ribuan warga Mamasa juga telah berlindung di tenda pengungsian sejak rentetan gempa meneror mereka.

Banyak fakta yang terungkap dari kondisi terkini para warga di Mamasa, antara lain:

Menurut laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa bumi pada hari Senin (19/11/2018) berjumlah 9 kali.

Dari angka tersebut, 7 kali guncangan dirasakan warga Mamasa sejak pukul 03.15 hingga 17.49 WIB. Guncangan paling besar yang terjadi di wilayah tersebut bermagnitudo 4 pada pukul 14.23 WIB. Selain warga Mamasa, guncangan ini juga dirasakan warga Toraja.

Pusat gempa berada di darat sekitar 22 kilometer tenggara Mamasa. Sedangkan kedalamannya adalah 10 kilometer.

Gempa dengan kekuatan terkecil yang terjadi di Mamasa memiliki magnitudo 2,3. Guncangan ini dirasakan warga pada pukul 17.49 WIB.

Titik pusat gempa berada di 36 kilometer tenggara Mamasa dengan kedalaman 10 kilometer.

Delapan rumah warga di Dusun Sareppe dan Lalangpeu, Desa Aralle Timur, Kecamatan Buntu Malangka, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, hancur tertimbun longsor ribuan kubik saat diguncang gempa 5,5, Kamis lalu (15/11/2018).

Puluhan kepala keluarga yang selamat dari bencana longsor kini diungsikan ke rumah-rumah penduduk yang aman.

Dampaknya, akses jalan rusak dan sarana komunikasi putus. Informasi tentang bencana itu pun baru sampai pemerintah daerah beberapa hari kemudian.

Dari hasil pantauan, longsor di Dusun Sareppe dan Lalangpeu, Desa Aralle Timur, ini terjadi sekitar pukul 2.30 Wita, beberapa saat setelah gempa mengguncang Mamasa.

Ada 8 rumah warga hancur tertimbun longsor. Selain itu, dua rumah warga lainnya dan sebuah rumah ibadah juga mengalami rusak berat.

Material longsor yang terdiri dari bebatuan dan batang pohon besar menyulitkan proses evakuasi secara manual.

Dalam dua pekan terakhir, ribuan warga termasuk anak-anak di Mamasa, Sulawesi Barat, memilih bertahan di tenda darurat, Rabu (21/11/2018).

Alasannya, warga merasa lebih aman berada di bawah tenda-tenda daripada tinggal di rumah karena rawan tertimpa reruntuhan.

Seperti diketahui, akibat gempa, banyak rumah warga yang rusak dan retak-retak, sehingga dikhawatirkan ambruk saat diguncang gempa.

Meski tidur beralas tanah dan penerangan seadanya, mereka tetap bertahan di tenda pengungsian dengan kondisi apa adanya.

Berdasarkan data BPBD Mamasa, jumlah pengungsi gempa di Mamasa kembali mencapai 8.000 orang yang tersebar di beberapa titik pengungsian di wilayah Kabupaten Mamasa.

Jumlah pengungsi meningkat setelah gempa beruntun terjadi pada Kamis (15/11/2018).

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BNPB Mamasa Ian Lebok mengatakan, 8.000 orang pengungsi itu tersebar di beberapa titik di wilayah Mamasa, termasuk Kecamatan Tanduk Kalua, Sumarorong, dan Balla.

“Jumlah pengungsi yang panik dan ketakutan sempat mencapai belasan ribu warga, termasuk anak-anak, namun sekarang tinggal sekitar 8.000-an yang tersebar di Sumarorong, Tanduk Kalua, Mamasa, dan beberapa lokasi lainnya,” kata Ian.

Menghadapi bencana gempa beruntun selama hampir dua pekan terakhir, masyarakat Mamasa di Sulawesi Barat menggelar ritual “Messalu Lembang”, sebuah tradisi leluhur Mamasa dalam menolak segala bala bencana.

Tradisi ini telah dilakukan para leluhur Mamasa secara turun temurun, namun ritual menolak gempa bumi mulai jarang dilakukan generasi belakangan hingga bencana gempa bumi datang meluluhlantakkan Mamasa sejak awal dua pekan lalu.

Ritual Messalu digelar tokoh adat dan tokoh agama masyarakat Mamasa di salah satu monumen bersejarah Mamasa, To’pao.

Lokasi sakral dan bersejarah itu terletak persis di Taman Kota Mamasa. Obed Nego Depparinding, salah satu tokoh adat Mamasa mengatakan, ritual dilaksanakan dengan meminta pertolongan kepada penguasa alam semesta.

“Ini desakan masyarakat agar para tokoh adat menggelar ritual Messalu, sebuah tradisi pengampunan dan permohonan maaf agar bencana tidak lagi menimpa masyarakat Mamasa," jelas Obed.

Sumber: KOMPAS.com (Junaedi)

https://regional.kompas.com/read/2018/11/22/17410841/fakta-gempa-guncang-mamasa-ribuan-warga-mengungsi-hingga-ritual-tolak-bala

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke