Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Toleransi di Tenjowaringin Tasikmalaya

Kompas.com - 16/11/2018, 11:28 WIB
Reni Susanti,
Khairina

Tim Redaksi

Kompas TV Dalam pemilu 2019 tidak ada toleransi bagi pemilih non KTP Elektronik, namun realita di lapangan tetap ada pemulih yang punya hak yang belum memiliki EKTP.


Kegiatan bersama

Voli memang menjadi program andalan dari Desa Tenjowaringin. Bagi desa ini, voli menjadi salah satu ajang silaturami dan alat pemersatu warga Tenjowaringin.

Selain voli, ada beberapa kegiatan bersama yang dimaksudkan untuk mempererat tali silaturahim. Mulai dari kerja bakti, memperbaiki jalan, dan kegiatan sosial lainnya.

Jafar Ahmad, warga Tenjowaringin yang juga mubaligh Masjid Baitus-Subhaan mengatakan, gotong royong bisa mencairkan suasana.

Seperti saat gotong royong memperluas jalan Sukarasi-Gunung Tilu, keharmonisan warga sangat terasa. Hubungan antarwarga yang tadinya sempat canggung dan renggang kembali cair.

Baca juga: Kota Mithi, Oase Toleransi Muslim-Hindu di Pakistan

Hal serupa disampaikan Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tenjowaringin, Munawarman. Ia mengungkapkan, interaksi warga pascakonflik tahun 2005 dan 2013 sudah kembali mencair.

“Sama seperti sebelum konflik tahun 2005 dan 2013, interaksi warga kembali cair. Warga saling membantu jika ada yang membangun rumah, ronda bersama, botram, voli, dan kegiatan lainnya,” ungkapnya.

Desa Tenjowaringin merupakan satu dari 12 desa di Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Jumlah penduduknya mencapai 5.600 orang yang didominasi Ahmadiyah.

“Penduduk kami muslim semua. Dari 5.600 orang, 80 persen di antaranya Ahmadiyah,” tuturnya.

Pada tahun 2005 dan 2013, sempat terjadi konflik di desa ini. Konflik tahun 2005 tidak lepas dari kondisi nasional yang menentang keberadaan Ahmadiyah.

Kemudian 2013, terjadi konflik akibat pemilihan kepala desa. Tahun itu, terjadi perusakan rumah yang dilakukan sekelompok orang yang didominasi warga luar desa. Hal ini membuat interaksi warga terganggu.

Berjalannya waktu, interaksi warga kembali mencair seperti sediakala. Mereka guyub antara satu dengan yang lainnya.

“Memang, masih ada yang terkadang kaku. Tapi semua cair setelah bersama berkegiatan sosial,” ucapnya.

“Kami akan selalu berupaya membuat desa ini harmonis dengan menjaga toleransi,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com