Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang Kasus Frantinus Nirigi (3)

Kompas.com - 26/10/2018, 11:50 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan,
Khairina

Tim Redaksi

PONTIANAK,KOMPAS.com-Menurut Bruder Stephanus Paiman dari Forum Relawan Kemanusiaan Pontianak (FRKP) dan JPIC Kapusin, penerjemah dari Lion Air menambah dan mengurangi terjemahan, sehingga banyak yang terkesan mengada-ada. 

"Karena kami juga bawa orang yang fasih bahasa Inggris, sehingga tahu apa yang disampaikan oleh penerjemah dari Lion Air itu," ucapnya. 

Kemudian, pada saat kuasa hukum ingin menghadirkan saksi ahli, dimentahkan oleh hakim dengan alasan saksi dari jaksa penuntut umum sudah banyak dan waktu penahanan sudah terlalu lama. 

"Ketua majelis hakim mengatakan agar kuasa hukum lebih baik mempersiapkan banding atau kasasi, padahal tahapan sidang lainnya seperti pledoi, replik, duplik serta putusan blm ada," ungkap Biarawan Kapusin ini. 

Baca juga: Sidang Frantinus Nirigi, PN Mempawah Disebut Tak Berwenang Mengadili

"Artinya pernyataan ketua majelis ini kita sudah tau bahwa Frans kalah dan siap-siap dihukum penjara," tambahnya.

Stephanus menambahkan, yang mengejutkan adalah pada saat kuasa hukum mengajukan agar menghadirkan saksi yang meringankan yang ada didalam BAP, majelis hakim menanyakan apakah kuasa hukum punya duit atau tidak. 

"Ada hal yg ditabrak Ketua Majelis Hakim, beliau bertanya kepada pengacara terdakwa, saudara punya duit enggak. Pertanyaan ini karena pengacara terdakwa minta agar saksi yang di BAP harus dihadirkan," papar Stepanus. 

"Terutama saksi yang meringankan terdakwa. Saksi yg di BAP tersebut, wajib dihadirkan Jaksa Penuntut Umum. Tetapi faktanya, saksi yang akan meringankan terdakwa tidak dihadirkan, tetapi saksi yg hanya 'katanya' dihadirkan Jaksa dalam persidangan," pungkas Stephanus.

Bruder Stephanus Paiman mengatakan, pihaknya akan segera mengumpulkan berkas-berkas persidangan termasuk hasil putusan dan diserahkan ke KY untuk dipelajari. 

“Saya akan melaporkan putusan ini pada Komisi Yudisial (KY) dengan bukti-bukti persidangan, karena dari awal kasus ini dipaksakan, terlihat penuh kejanggalan,” ujarnya.

Bruder Step mengatakan bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan KY untuk menindaklanjuti hasil putusan tersebut. 

"Kami akan kerja sama dengan KY untuk melakukan eksaminasi terhadap hasil putusan tersebut," ujar Bruder Step.

"Supaya semakin jelas dan terang benderang," sambungnya.

 

Bruder Step menjelaskan, dalam putusannya, hakim berpedoman pada dakwaan jaksa yang berpegang pada berita salah satu media di Pontianak. Di mana, media tersebut menyebutkan Frantinus mengakui perkataan ‘awas ada bom’.

Padahal dia meyakini, oknum wartawan yang menulis berita tersebut tidak mendengar atau mewawancarai serta merekam video langsung dari FN, melainkan dari orang lain.

Pihaknya sudah memverifikasi tentang berita itu kepada FN, dan ternyata pengakuan tersebut diminta oleh pengacara pertama dan mengkonsepkan dengan tulisan tangan dan diminta FN membacakan konsep permintaan maaf tersebut dengan alasan agar meringankan hukuman.

Baca juga: Gugatan Praperadilan Kasus Candaan Bom Frantinus Nirigi Terancam Gugur 

Hakim juga dianggap tidak mempertimbangkan pendapat saksi ahli hukum pidana yang mengatakan pemberitaan di media tidak dapat dijadikan alat bukti, apalagi tidak dapat menghadirkannya dalam persidangan.

Sejak awal, ungkap Bruder Step, proses penyidikan hingga sampai pada tahap P21 di kejaksaan sangat lemah. Hal tersebut menurutnya berdasarkan keterangan saksi ahli hukum pidana dalam sidang sebelumnya. 

"Dalam arti, unsur-unsur yang diatur dalam KUHAP belum terpenuhi apabila dalam perkara ini pasal keterangan palsu yang didakwakan," ujarnya.

Stephanus menambahkan, hal ini semakin meyakinkan pihaknya bahwa kasus ini memang sejak awal dipaksakan. Jadi, menurutnya tidak heran jika pengacara tersangka mengatakan bahwa Frantinus ini korban Standar Operational Procedure (SOP) dan P21.

Upaya Banding

"Hasil sidang tidak memuaskan dan saya akan banding," ujar FN saat ditemui usai sidang. 

"Karena semua tidak sesuai dengan kenyataan. Saya dipersalahkan dengan data yang dibuat-buat itu," tambahnya. 

Frantinus juga mengatakan, bahwa video permintaan maaf yang tersebar dan dimuat dalam berita, bukan dari dirinya. 

FN juga mengaku diiming-imingi akan bebas apabila mengaku dan meminta maaf melalui video tersebut. 

"Itu tidak benar semua itu. Semua dibuat-buat. Saya disuruh baca, mereka (pengacara lama) minta saya baca, mereka yang tulis itu," ungkapnya. 

 

"Saya diiming-imingi, 'nanti kamu setelah ini pulang', tapi nyatanya sampai saat ini saya masih menjalani hukuman seperti ini dan saya akan banding," tambahnya. 

Dalam putusannya, majelis hakim menyebutkan FN terbukti melakukan tindak pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 437 Ayat 1 UU Rl No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan.

Selain itu, salah satu barang bukti yang menjadi pertimbangan majelis hakim adalah adanya pemberitaan di media Tribun Pontianak terkait pengakuan FN yang mengakui ada menyebut bom yang diajukan jaksa dalam persidangan. 

Baca juga: Frantinus Nirigi, Antara Joke Bom dan Hasrat Pulang Kampung yang Terpendam

"Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan," ujar ketua majelis hakim, I Komang Dediek Prayoga.

Kuasa hukum FN, Andel menyatakan, pihaknya menghormati putusan majelis hakim tersebut.

"Yang jelas kami berkeyakinan tidak ada bukti yang cukup, karena tidak disertai dengan dua alat bukti yang sah menurut hukum," ujar Andel ditemui usai sidang, Rabu sore. 

"Itu semua berdasarkan pengakuan FN melalui kuasa hukum yang lama (sebelumnya), yang memuat video dan pernyataan bahwa FN mengakui perbuatannya," tambah Andel. 

Sehingga, berdasarkan pertimbangan tersebut, menurutnya majelis hakim kemudian memvonis FN bersalah. 

Meski demikian, sambung Andel, pihaknya memiliki bukti yang menguatkan bahwa pengakuan FN tersebut ditulis dan dikonsep oleh kuasa hukum yang sebelumnya. 

"Memang ini buktinya belum kita tampilkan di persidangan. Isinya tentang FN yang disuruh mengakui dan meminta maaf atas perbuatan yang tidak dilakukannya," ungkap Andel. 

Kuasa hukum lainnya, Aloysius Renwarin mengatakan, pihaknya akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi terkait putusan tersebut.

"Karena kita memiliki novum (bukti baru) seperti yang disebutkan tadi, maka kita akan melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Pontianak," ujar Aloysius. 

 

Kompas TV Tidak terlihat keluarga pelaku peledakan  bom di tiga gereja dan Mapolrestabes Surabaya yang ada di lokasi pemakaman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com