Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Frantinus Nirigi, Antara Joke Bom dan Hasrat Pulang Kampung yang Terpendam

Kompas.com - 01/06/2018, 05:40 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com - Frantinus Nirigi pasrah. Sejak peristiwa dalam pesawat Lion Air JT687 di Bandara Internasional Supadio pada Senin (28/5/2018) malam yang lalu, saat itu pula hasrat pulang kampung yang dia pendam selama 8 tahun, kandas.

Frans, sapaan akrabnya terlihat masih kebingungan. Saat ditemui Kamis (31/5/2018) siang, dia baru saja dipindahkan dari sel tahanan Polresta Pontianak ke Polda Kalbar.

Saat itu Frans ditemani dua orang kuasa hukumnya di ruang Korwas PPNS Polda Kalbar, menunggu kelengkapan berkas pelimpahannya.

Sembari menunggu berkas tersebut, Frans bersedia diajak ngobrol didalam ruangan, setelah mendapatkan ijin.

Baca: Isu Bom dalam Pesawat Lion Air di Pontianak, Penumpang Keluar Lewat Pintu Darurat

Kami pun mulai terlibat percakapan. Namun, karena saat itu masih dalam proses penyidikan, saya tidak mengarahkan pembicaraan terkait peristiwa di dalam pesawat tersebut.

Frans datang ke Pontianak pada tahun 2010 yang lalu. Saat itu dia datang seorang diri, dengan tujuan untuk mendaftar kuliah.

"Saya datang sendiri ke Pontianak pada tahun 2010 yang lalu. Pada saat itu saya lihat daftar kampus secara online, di Universitas Tanjungpura ada Fakultas Fisip, kemudian saya berangkat ke sini," ujar Frans membuka obrolan.

Setelah tiba di Pontianak, Frans kemudian mengikuti tes dan diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Fisip Untan.

Ketika pertama kali kuliah, Frans sempat tinggal di rumah kos. Sejak 2011 dia kemudian tinggal bersama abang angkatnya yang berasal dari Biak di Komplek Rimbawan, Jalan Parit Haji Husin II.

Delapan tahun menjalani pendidikan di Untan, pada Maret 2018 Frans akhirnya diwisuda.

Frans merupakan anak ke 4 dari 12 bersaudara. Empat di antaranya sudah meninggal. Orangtua Frans tinggal di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, Papua. Sebelumnya, kabupaten ini merupakan bagian dari Kabupaten Wamena.

Baca: Polisi Tahan FN, Tersangka Gurauan Bom di Pesawat Lion Air

Jarak antara Distrik Mugi menuju Wamena, ditempuh dalam waktu empat hari tiga malam dengan berjalan kaki.

Selama kuliah, orangtua Frans hanya bisa dua hingga tiga kali dalam setahun pergi ke kota Wamena untuk mengirimkan uang kepadanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com