Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Warga Pelosok Berjalan Kaki 5 Km demi Sejeriken Air Keruh

Kompas.com - 08/10/2018, 13:22 WIB
Puthut Dwi Putranto Nugroho,
Khairina

Tim Redaksi

Kompas TV Menjelang perhelatan Borobudur Marathon, Kompas Gramedia bekerja sama dengan KG Pelarian, menggelar road to Borobudur Marathon 2018.

Jeriken yang telah dipenuhi air digendong menuju rumah dengan cara berjalan kaki. Jeriken juga diangkut menggunakan motor.

Tak ada pilihan lain meski jarak dari rumah menuju belik sangat jauh dengan melintasi perbukitan dan kawasan hutan.

"Sudah lima bulan ini warga desa Suwatu dan desa Nglinduk mengantre untuk mendapatkan air dari belik-belik yang diciptakan di dasar sungai. Jarak dari rumah menuju belik sekitar 5 kilometer. Droping air tak mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Untuk kebutuhan MCK, air dari belik kami masak karena airnya keruh," kata Rudi Prasetyo (33), warga Desa Nglinduk, Sabtu (6/10/2018).

Warga Desa Nglinduk lainnya, Winarsih (53), mengaku mengesampingkan kesehatan fisiknya asalkan bisa mendapatkan air untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Nenek sebatang kara itu harus bolak-balik dari rumah menuju belik lebih dari lima kali dalam sehari untuk mengambil air. Air dari belik ia tampung ke dalam jeriken.

Jeriken ukuran 40 liter yang telah dipenuhi air kemudian digendong menuju rumah dengan berjalan kaki sejauh 5 kilometer.

"Sehari bolak balik tujuh kali untuk ambil air di belik. Padahal, tubuh ini sudah tak begitu kuat mengangkut beban. Mau gimana lagi, hujan tak kunjung datang," kata petani ini.

Perangkat Desa Suwatu, Suwanto, menyampaikan, Desa Suwatu dan Desa Nglinduk adalah potret salah satu desa di Kabupaten Grobogan yang mengalami krisis air terparah setiap tahunnya.

Harapannnya, pemerintah bisa mencarikan solusi terbaik untuk mencukupi kebutuhan air bersih masyarakat.

"Setiap kemarau, ribuan warga Desa Suwatu dan Nglinduk selalu mengalami krisis air. Tolong pemerintah mencarikan solusi untuk mengatasi persoalan klasik ini. Kasihan warga," kata Suwanto.

Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperakim) Grobogan, M Chanif mengatakan, di Kabupaten Grobogan tercatat ada 273 desa dari 19 kecamatan.

Adapun program Pamsimas yang berlangsung sejak 2008 sudah berjalan di 150-an desa di Grobogan.

Melalui Pamsimas, sudah terealisasi sumur, tandon, jaringan, dan sambungan (satu paket instalasi pamsimas) di setiap desa. Satu paket Pamsimas dianggarkan Rp 300 juta.

"Namun, karena minimnya sumber air tanah, masih banyak desa yang tak terjangkau Pamsimas. Bahkan, saat ini 20 persen mangkrak karena sumber air tanahnya habis," kata Chanif.

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Grobogan, 82 desa yang ada di 12 kecamatan Kabupaten Grobogan mengalami krisis air bersih akibat kemarau.

Tercatat, permintaan dropping air bersih dari puluhan desa itu sudah berlangsung sejak awal Juni. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com