Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Iman Suligi Perintis Kampoeng Batja Jember: Berkeliling Kota hingga Buka Sudut Baca Lansia

Kompas.com - 28/09/2018, 16:08 WIB
M Agus Fauzul Hakim,
Khairina

Tim Redaksi

Kompas TV Tak heran jika setiap waktu sore tiba para santri dari berbagai pondok pesantren selalu memenuhi kursi dan meja di kafe ini.

Sudut baca itu awalnya disasar untuk pelajar sekolah. Teknisnya, dengan membuka penerimaan proposal pengajuan dari siswa kepada taman bacanya.

Proposal itu berisi tentang ide dan gagasan taman baca yang ingin didirikan lengkap dengan kebutuhannya.

"Syaratnya saat itu harus ditulis tangan," ujarnya.

Saat itu banyak yang mengajukan. Tercatat ada 10 sudut baca yang didirikan. Setiap sudut baca itu dia bantu dengan paket berupa 1 lembar karpet, 1 unit rak buku, serta 20 buah buku berbagai jenis.

Namun demikian seiring waktu, dari seluruh sudut baca itu tidak ada yang berkesinambungan.

Padahal dalam rencananya, buku-buku itu setiap rentang waktu tertentu akan diganti dengan buku baru. 

Dari situ, Suligi mulai berpikir dan mengalihkan programnya pada sasaran yang berbeda. Dia menargetkan masyarakat sekitar Kampoeng Batja. 

Ini untuk mempermudah pengawasan dan pemantauan sekaligus untuk memperkuat kesan Kampung Baca di lingkungannya.

"Kesan kampung baca supaya dapat," ujarnya.

Baca juga: Perjuangan Taman Baca Wadas Kelir, dari Perpustakaan di Teras Rumah hingga Lahirkan Anak Berprestasi

Sudut baca itu didirikan disesuaikan dengan latar belakang tempat. Misalnya, komunitas manula atau lansia, maka buku-buku yang diberikan adalah yang berhubungan dengan kesehatan atau jenis lain yang dikehendaki.

Begitu juga jika sudut baca itu pada komunitas tukang pijat tradisional, maka buku-bukunya juga perihal anatomi tubuh maupun pengetahuan pijat refleksi.

Program-program lain yang dibuatnya adalah bagian dari proses dan inovasi yang terus dilakukan.

Seperti program wisata literasi yang mengundang pihak sekolah outbond sekaligus menggelar kegiatan edukasi, anjali atau anjangsana literasi yang terjun ke sekolah-sekolah, hingga seni rupa dalam bentuk menggambar media kapur dan papan tulis.

Bahkan, dia juga mengakomodasi budaya reliji setempat. Misalnya, soal kebiasaan mengaji di kampungnya.

Dia tidak ingin keberadaan taman bacanya menghalangi atau mengganggu jam mengaji, maka dia mengundang guru ngaji ke tempatnya..

"Jadi semua sama-sama jalan," ungkapnya.

Untuk menjaga hubungan dengan warga sekitar, Suligi berupaya untuk melibatkan mereka pada kegiatan-kegiatan yang ada.

Harapan Suligi, semua jerih payahnya dan semua pengorbanannya itu mampu mengangkat citra kampungnya menjadi kampung yang melek literasi dan kampung yang berpengetahuan.

"Setidaknya, kalau ada yang nanya orang mana dan dijawab Kampoeng Batja, maka pasti dianggap suka baca," pungkasnya. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com