Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Iman Suligi Perintis Kampoeng Batja Jember: Berkeliling Kota hingga Buka Sudut Baca Lansia

Kompas.com - 28/09/2018, 16:08 WIB
M Agus Fauzul Hakim,
Khairina

Tim Redaksi

JEMBER, KOMPAS.com- Salah satu taman baca yang layak dikunjungi masyarakat adalah Taman Baca Kampoeng Batja yang ada di Jl.Nusa Indah,  Jemberlor, Patrang, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Taman baca ini mempunyai luas sekitar 700 meter persegi dan cukup bagus baik dari sisi penataan tempat maupun sisi programnya. Taman baca ini mengintegrasikan hampir semua lini literasi.

Pendirinya Iman Suligi, seorang kakek yang berusia 68 tahun.

Iman Suligi cukup mempunyai dedikasi tinggi untuk menebarkan semangat baca di lingkungannya. Sebuah dedikasi yang telah dilakukannya sejak tahun 70-an.

Selama rentang waktu itu, suami dari Gigih Rachwartini ini jatuh bangun mengurusi taman bacanya. Namun, kegigihan dan tekadnya yang membuatnya mampu bertahan hingga saat ini.

Awal Pendirian

Suligi menuturkan, ini semua dimulai dari langkah kecilnya di tahun 1978. Saat melihat banyaknya buku koleksi pribadinya, Suligi terpikir membuka taman baca kecil-kecilan di teras rumahnya.

Ide itu banyak yang mendukung. Setahun kemudian, dia bersama rekan-rekannya mendirikan Yayasan Indonesia Membaca.

Yayasan ini cepat berkibar, bahkan suatu kali juga mengundang konsulat Jepang untuk berkegiatan bersama.

"Saat itu ada nonton film bareng hingga pameran. Mengangkat kebudayaan kedua negara," ujar Suligi saat ditemui Kompas.com, akhir Agustus 2018.

Baca juga: Kisah Suligi Puluhan Tahun Kembangkan Kampoeng Batja Jember : Dari Teras hingga 10 Sudut Baca (1)

Kegiatan demi kegiatan dilakukannya di sela tugasnya sebagai seorang pendidik. Saat itu, dia aktif sebagai guru Bahasa Inggris dan Seni Rupa di sebuah SMK di Jember.

Dia membagi waktu antara kewajiban profesi dan panggilan jiwanya itu.

Namun demikian, pasti ada hal-hal yang tidak bisa dikompromikan sehingga sempat membuatnya vakum berliterasi di taman bacanya.

Pada  tahun 2000-an, semangatnya itu kembali muncul.

Itu ditandai dengan kegiatannya yang diberi nama home comics, yaitu berkeliling naik motor ke titik tertentu untuk membawa buku.

Titik itu bisa berupa masjid, taman perumahan, atau tempat-tempat lain yang dinilai menjadi pusat keramaian masyarakat.

Dia berkeliling kota untuk meminjamkan buku tersebut. Bahkan, untuk memperluas jangkauan, Suligi membuat leaflet pengumuman yang dicetak dan disebar. Harapannya agar semakin banyak titik yang bisa memanfaatkan usahanya itu.

Namun, lagi-lagi hal itu tidak berjalan lama. Waktunya habis tersita untuk mengurusi tugas barunya.

Saat itu Suligi dipercaya mengurus perpustakaan milik sebuah kampus di Jember. Praktis ini menyita waktu karena pagi di sekolah sore di kampus.

Pada tahun 2009, dia mulai menjalaninya secara penuh, yaitu saat Suligi sudah pensiun dari tempatnya mengajar.

Dari titik ini, Suligi leluasa berkiprah pada taman bacanya.

Arah perjuangannya mulai menemukan titik terang saat dirinya mendapat tawaran pembangunan dari suatu program pemerintah yaitu PNPM.

Idenya membangun taman baca mengalahkan beberapa ide lain seperti pavingisasi hingga pembangunan toilet.

"Saat itu awalnya program RT, tapi karena dianggap menarik, ditarik jadi program desa," ugkap Suligi.

Bantuan pembangunan yang dia dapat saat itu berupa karpet, 2 rak buku, serta kursi plastik. Meski sederhana, ini menjadi simbol atau penanda berdirinya taman baca

Buku-buku koleksi yang awalnya ada di teras rumah, bersamaan penggabungan buku bantuan tadi, mulai dipindah tempat ke tempat yang lebih luas. Tempat itu adalah yang ditempatinya saat ini.

Baca juga: Kisah Suligi Puluhan Tahun Kembangkan Kampoeng Batja Jember : Dari Teras hingga 10 Sudut Baca (2)

Perpindahan itu dilakukan dengan kegiatan besar-besaran bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, mulai dari nonton bareng film Laskar Pelangi hingga orasi dari seorang dosen yang diundang.

Pada masa itu, setelah sekian kali nama taman bacanya berubah-ubah akhirnya menjadi satu dan terakhir karena bertahan hingga saat ini, yaitu Kampoeng Batja.

Menjaga Eksistensi Taman Baca

Mendirikan memang cenderung lebih mudah daripada merawatnya, menjaganya agar terus lestari. Hal ini betul-betul dirasakan oleh Suligi.

Untuk menjaga Kampoeng Batja tetap eksis, Suligi dituntut kreatif membuat kegiatan dan menjaga jejaring literasi. Jejaring tidak hanya dari lokal tapi juga lintas batas negara.

Itu dilakukannya selain menambah kawan juga untuk menyerap informasi-informasi kekinian tentang literasi.

Dari situ, telah beberapa kali Suligi bekerja sama dengan seniman asing untuk menggelar kegiatan bersama.

Di tingkat lokal, Suligi sudah banyak menggelar kegiatan dan banyak belajar dari kegiatan itu. Kegiatan-kegiatan itu mengajarkannya untuk terus berinovasi berjegiatan selanjutnya.

Misalnya saja, dia menuturkan, program sudut baca yang digelarnya, saat ini masih tetap eksis meski awalnya juga banyak pengorbanan.

Sudut baca itu awalnya disasar untuk pelajar sekolah. Teknisnya, dengan membuka penerimaan proposal pengajuan dari siswa kepada taman bacanya.

Proposal itu berisi tentang ide dan gagasan taman baca yang ingin didirikan lengkap dengan kebutuhannya.

"Syaratnya saat itu harus ditulis tangan," ujarnya.

Saat itu banyak yang mengajukan. Tercatat ada 10 sudut baca yang didirikan. Setiap sudut baca itu dia bantu dengan paket berupa 1 lembar karpet, 1 unit rak buku, serta 20 buah buku berbagai jenis.

Namun demikian seiring waktu, dari seluruh sudut baca itu tidak ada yang berkesinambungan.

Padahal dalam rencananya, buku-buku itu setiap rentang waktu tertentu akan diganti dengan buku baru. 

Dari situ, Suligi mulai berpikir dan mengalihkan programnya pada sasaran yang berbeda. Dia menargetkan masyarakat sekitar Kampoeng Batja. 

Ini untuk mempermudah pengawasan dan pemantauan sekaligus untuk memperkuat kesan Kampung Baca di lingkungannya.

"Kesan kampung baca supaya dapat," ujarnya.

Baca juga: Perjuangan Taman Baca Wadas Kelir, dari Perpustakaan di Teras Rumah hingga Lahirkan Anak Berprestasi

Sudut baca itu didirikan disesuaikan dengan latar belakang tempat. Misalnya, komunitas manula atau lansia, maka buku-buku yang diberikan adalah yang berhubungan dengan kesehatan atau jenis lain yang dikehendaki.

Begitu juga jika sudut baca itu pada komunitas tukang pijat tradisional, maka buku-bukunya juga perihal anatomi tubuh maupun pengetahuan pijat refleksi.

Program-program lain yang dibuatnya adalah bagian dari proses dan inovasi yang terus dilakukan.

Seperti program wisata literasi yang mengundang pihak sekolah outbond sekaligus menggelar kegiatan edukasi, anjali atau anjangsana literasi yang terjun ke sekolah-sekolah, hingga seni rupa dalam bentuk menggambar media kapur dan papan tulis.

Bahkan, dia juga mengakomodasi budaya reliji setempat. Misalnya, soal kebiasaan mengaji di kampungnya.

Dia tidak ingin keberadaan taman bacanya menghalangi atau mengganggu jam mengaji, maka dia mengundang guru ngaji ke tempatnya..

"Jadi semua sama-sama jalan," ungkapnya.

Untuk menjaga hubungan dengan warga sekitar, Suligi berupaya untuk melibatkan mereka pada kegiatan-kegiatan yang ada.

Harapan Suligi, semua jerih payahnya dan semua pengorbanannya itu mampu mengangkat citra kampungnya menjadi kampung yang melek literasi dan kampung yang berpengetahuan.

"Setidaknya, kalau ada yang nanya orang mana dan dijawab Kampoeng Batja, maka pasti dianggap suka baca," pungkasnya. 

 

Kompas TV Tak heran jika setiap waktu sore tiba para santri dari berbagai pondok pesantren selalu memenuhi kursi dan meja di kafe ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com