BENER MERIAH, KOMPAS.com- Barista asal dataran tinggi Gayo kian hari terus bertambah. Apalagi profesi ini digandrungi oleh kawula muda.
Barista menuntut kualifikasi dan kemampuan teknis yang tinggi untuk menyiapkan seduhan bermutu bagi penikmatnya yang kian hari kian kritis terhadap rasa.
Seperti Tamara Khairun, gadis asal Simpang Teritit, Kecamatan Wih Pesam, Kabupaten Bener Meriah, Aceh.
Perempuan berusia 22 tahun ini mulai tertarik dunia barista setelah ayahnya memulai industri kopi olahan pada tahun 2013.
Tamara yang saat itu masih remaja merasa tertarik untuk mempelajari kompleksnya industri kopi yang dimulai ayahnya.
"Saat itu tidak mengerti tentang kopi, setelah melihat kegiatan Ama (Gayo, Ayah), seperti ada kesadaran untuk belajar, karena kalau tidak usaha itu akan berhenti karena tidak ada anaknya yang meneruskan," kata Tamara, Jumat (14/9/2018).
Saat itu, lanjut gadis bergelar Sarjana Psikologi itu, kopi Arabika Gayo sedang tren di dalam dan luar negeri. Ia menganggap kopi merupakan identitas masyarakat Suku Gayo yang mendiami Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah dan Bener Meriah.
"Kopi sudah menjadi identitas masyarakat Gayo. Kalau bukan kami yang meneruskan dan belajar dari hulu ke hilir, maka identitas kopi bisa diambil oleh orang lain yang tertarik tentang kopi," ucapnya.
Baca juga: Komunitas Barista Minta GAMIFest 2018 Utamakan Edukasi Kopi
Tamara mengaku sudah memegang ABCD class dari ABCD School of Coffee, sebuah pusat kursus kopi di Jakarta.
"Dulu barista lebih banyak cowok, padahal perempuan lebih teliti dan bisa melakukan tugas-tugas kebaristaan. Sekarang juara dunia 2018 cewek kan?," Jelasnya.
Barista yang dimaksud Tamara adalah Agnieszka Rojewska dari Polandia, juara dunia dalam kompetisi World Barista Championship (WBC) 2018 yang di gelar di Amsterdam, Belanda pada tahun ini.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.