Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Barista Cilik Turut Beraksi di Festival Ngopi "Sepuluh Ewu"

Kompas.com - 22/10/2017, 11:05 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Ada yang menarik di Festival Ngopi Sepuluh Ewu yang di gelar di Desa Kemiren, Banyuwangi, Jwa Timur, pada Sabtu malam (21/10/2017). 

Ada tiga barista cilik yang turut meramaikan suasana festival kopi tersebut. Mereka adalah Safira (12), Rifki (9) dan Fadil (9). Walaupun masih sangat belia, tiga bocah cilik ini ternyata piawai meracik kopi. 

"Panas airnya untuk membuat kopi harus 92 derajat. Enggak boleh kurang dan enggak boleh lebih," kata salah satu bocah, Safira, sambil menyiapkan kertas filter di atas chemex, botol kaca untuk menyeduh kopi

Sambil menunggu chemex terisi kopi, Safira bercerita kepada Kompas.com jika dia baru belajar meyeduh kopi seperti layaknya Barista sejak seminggu terakhir.

(Baca: Cerita Perjalanan Anak Penjual Kopi Keliling Diundang WHO ke Kanada)

 

Mereka bertiga diajari langsung oleh Iwan Subekti, ahli kopi sekaligus pemilik Sanggar Genjah Arum Banyuwangi.

"Saat di tawari mau enggak jaid barista, saya langsung bilang mau. Saya suka minum kopi sejak kelas 1 SD," kata Safira yang bercita-cita jadi polisi tersebut.

Pertama kali belajar kopi, Safira, Rifki dan Fadil belajar membedakan kopi jenis Robusta dan Arabica.

Safira kemudian menunjukkan contoh-contoh kopi yang ada di meja penyajian. "Kalau arabica lebih kecil bijinya. Tapi kalau saya lebih suka kopi robusta. Rasanya lebih kuat," katanya sambil tersenyum.

Fadil, siswa kelas 3 SD, menceritakan pengalamannya belajar meracik kopi dengan bersemangat. Saat ini dia sudah bisa menyangrai kopi secara tradisional menggunakan wajan dan tungku.

Dia juga sudah bisa membuat kopi tubruk sejak masih kelas 1 SD. Fadil mengatakan, dia mengetahui tentang kopi dari ayahnya yang juga penggemar kopi.

"Kalau nyrangai kopi, gampang. Aku bisa," tutur Fadil kocak. 

Bocah yang bercita-cita sebagai polisi tersebut tidak malu-malu bercerita jika harus minum kopi sehari dua kali yaitu pagi dan malam hari.

"Kalau nggak minum kopi di lidah kayak enggak enak. Tapi ngopinya enggak pakai gula. Kalau pakai gula aku enggak suka," jelasnya.

Lain lagi cerita Rifki. Dia mengaku tidak kesulitan saat membuat kopi layaknya barista. pelajaran tersulit menjadi barista, katanya, yakni dia harus mengingat komposisi dan nama-nama alat yang digunakan untuk menyeduh kopi.

Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com