Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warisan Sriwijaya di Kota Kapur, Batu yang Diyakini Punya "Suami" hingga Pulau Hantu (2)

Kompas.com - 27/08/2018, 11:33 WIB
Heru Dahnur ,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

Bahasa daerah Kota Kapur diyakini sebagai bagian dari rumpun bahasa melayu kuno. Beberapa bahasa daerah kemudian mengalami sedikit perubahan karena adanya pembauran etnis, seperti dari Jawa dan Sulawesi.

“Saat ini telah tersusun 1.373 kosa kata asli daerah sini. Kami harus berpacu dengan masa 40 hari waktu KKN,” kata Koordinator Penyusunan Kamus Kota Kapur, Zohratul Huda.

Zohratul yang berasal dari jurusan Sosiologi dibantu tiga rekannya, masing-masing Novia dan Miftah (teknik elektro) serta Aristian Jordi (Sosiologi).

Demi mempermudah pekerjaan, setiap anggota tim dibagi tugasnya berdasarkan urutan abjad. Zohratul ditugaskan mencari kata yang berawalan A hingga G. Selanjutnya, Novia menerjemahkan kata dengan awal huruf H hingga M. Aristian mendapatkan tugas mulai N sampai S, dan Miftah huruf T sampai Z.

Baca juga: Fakta Penolakan #2019GantiPresiden, Ini Kisah Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, dan Neno Warisman

Dosen Pembimbing KKN Universitas Bangka Belitung, Eddy Jajang, mengatakan, pembuatan kamus diharapkan dapat mengidentifikasi jejak-jejak kata dari bahasa melayu kuno yang masih digunakan penduduk setempat sebagai bahasa sehari-hari.

“Hipotesis muasal Bahasa Melayu modern ini berawal dari inskripsi batu bertulis kedatuan Sriwijaya berangka tahun 680 saka atau sekitar 686 masehi yang ditemukan JK van der Meulen pada tahun 1892 masehi,” tutur Eddy.

Dia mengungkapkan, untuk penelusuran bahasa daerah yang berkembang saat ini mengambil narasumber dari tokoh masyarakat setempat, di antaranya Ketua Kelompok Dambus Kota Kapur, Atok Simin, dan Ali Akbar dari badan pembangunan desa.

Beberapa kata yang sudah diterjemahkan seperti kata ‘sombong’ dalam bahasa Kota Kapur disebut ‘valaq’. Kata ‘berlebihan’ dalam bahasa aslinya ‘pol’. Sementara kata dalam Bahasa Indonesia ‘pelit’ disebut ‘kiket’.

Pulau Hantu

Cerita mistis akan adanya pulau hantu menjadi daya tarik tersendiri Desa Kota Kapur. Dari Desa Kota Kapur, pulau tersebut harus ditempuh selama 40 menit perjalanan menggunakan perahu boat.

Tidak seseram namanya, Pulau Hantu terlihat sangat indah dengan pagar hidup hutan bakau. Sepanjang garis pantai, bertebaran  serpihan pasir karang yang berkilau saat ditimpa cahaya matahari.

Baca juga: Kisah Arek Suroboyo Rifki Ardiansyah Sumbangkan Emas Asian Games dari Cabor Karate

Kesan angker sempat terasa saat perahu yang ditumpangi rombongan mahasiswa mogok di tengah laut. Selama beberapa jam mesin perahu mati. Para penumpang terombang-ambing di dalamnya. Beruntung usaha yang dilakukan pemilik perahu membuahkan hasil. Mesin tempel berhasil dihidupkan dan perjalanan dilanjutkan kembali.

“Ketika itu kami hendak melakukan pemetaan koordinat. Alhamdulillah semuanya bisa selamat pulang-pergi,” ujar Aulia, anggota mahasiswa.

Menurut Aulia, ada mitos yang berkembang, yakni tidak boleh menyeberangi sungai dengan membawa telur mentah.

“Entah benar atau tidak, masyarakat di sini mempercayainya. Ada buaya penunggu sungai yang akan mengejar jika membawa telur,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com