Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warisan Sriwijaya di Kota Kapur, Batu yang Diyakini Punya "Suami" hingga Pulau Hantu (2)

Kompas.com - 27/08/2018, 11:33 WIB
Heru Dahnur ,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

BANGKA, KOMPAS.com - Batu Yoni yang tersimpan di rumah Mahadir diyakini berasal dari luar daerah Bangka. Batu tersebut memiliki tekstur licin seperti batu-batu di hulu sungai daratan Sumatera.

Sementara bebatuan di Bangka, umumnya dari jenis granit dan metamorf yang terdapat di pesisir pantai.

Baca juga: Menelusuri Jejak Kerajaan Sriwijaya yang Mulai Terkikis di Kota Kapur (1)

Menurut Mahadir, Batu Yoni memiliki pasangan yakni Batu Lingga yang berbentuk bulat panjang. Sekilas mirip tombak. Batu Lingga ini telah dibawa arkeolog untuk disimpan di Museum Indonesia Jakarta.

“Banyak yang menafsirkan bahwa batu Yoni dan batu Lingga menyimbolkan pasangan kelamin perempuan dan laki-laki. Namun ada juga yang menafsirkan bahwa ini senjata tombak dengan tempat untuk menancapkannya,” kata Mahadir di rumahnya di Desa Kota Kapur.

Mahadir mengungkapkan, belum ada pengelolaan khusus terhadap situs maupun benda-benda peninggalan Kota Kapur.

Baca juga: Dinyatakan Hilang sejak 2003, Hasni Ditemukan Selamat di Celah Bebatuan

Belakangan masyarakat yang tergabung dalam kelompok sadar wisata mulai melakukan promosi melalui media sosial. Namun disebabkan keberadaan situs yang nyaris tidak bisa dikenali, promosi pun berjalan setengah hati.

“Saat ini kami cukup terbantu dengan dibuatnya peta wisata dan gerbang masuk Kota Kapur. Ini bagian dari KKN mahasiswa yang diresmikan Rektor Universitas Bangka Belitung M Yusuf,” katanya.

Mahadir mengaku, keluarganya ditunjuk sebagai Juru Pemelihara situs langsung dari Balai Pelestarian Benda Cagar Budaya Regional Jambi. Selain melakukan tugas pemeliharaan, dia pun kerap diajak untuk menghadiri seminar dan promosi pariwisata daerah.

“Kadang batu Yoni ini langsung saya bawa. Jadi orang yakin ada banyak peninggalan yang perlu diperhatikan pemerintah,” ujarnya.

Baca juga: Mengintip Rumah Tahan Gempa di Yogyakarta, Dibangun dengan Pasir, Jerami hingga Kotoran Sapi (1)

Upaya pemeliharaan situs Kota Kapur pun saat ini dilakukan Mahadir di sela kesibukannya di ladang dan menjaga warung di rumahnya. Sebagaimana penduduk lainnya di Desa Kota Kapur, hasil pertanian menjadi tumpuan utama ekonomi warga.

Selain buah-buahan segar, juga ada produk turunan seperti gula aren dan keripik biji buah durian yang diusahakan warga.

Pekerjaan sebagai nelayan juga menjadi pilihan bagi sebagian penduduk Desa Kota Kapur. Dari 453 kepala keluarga, diperkirakan sebanyak 40 persen di antaranya menjadi nelayan. Hasil tangkapan dominan berupa kepiting, ikan dan cumi.

Kamus Kota Kapur

Perpaduan aksara palawa dengan bahasa Melayu Kuno menjadi inspirasi dilakukannya penyusunan kamus Kota Kapur. Kamus disusun sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Bangka Belitung.

Dari sebuah rumah warga yang menjadi posko tim KKN, satu per satu bahasa asli daerah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Baca juga: Perjalanan Jafro Megawanto, Tukang Lipat Parasut Peraih Emas Asian Games (1)

Bahasa daerah Kota Kapur diyakini sebagai bagian dari rumpun bahasa melayu kuno. Beberapa bahasa daerah kemudian mengalami sedikit perubahan karena adanya pembauran etnis, seperti dari Jawa dan Sulawesi.

“Saat ini telah tersusun 1.373 kosa kata asli daerah sini. Kami harus berpacu dengan masa 40 hari waktu KKN,” kata Koordinator Penyusunan Kamus Kota Kapur, Zohratul Huda.

Zohratul yang berasal dari jurusan Sosiologi dibantu tiga rekannya, masing-masing Novia dan Miftah (teknik elektro) serta Aristian Jordi (Sosiologi).

Demi mempermudah pekerjaan, setiap anggota tim dibagi tugasnya berdasarkan urutan abjad. Zohratul ditugaskan mencari kata yang berawalan A hingga G. Selanjutnya, Novia menerjemahkan kata dengan awal huruf H hingga M. Aristian mendapatkan tugas mulai N sampai S, dan Miftah huruf T sampai Z.

Baca juga: Fakta Penolakan #2019GantiPresiden, Ini Kisah Ahmad Dhani, Ratna Sarumpaet, dan Neno Warisman

Dosen Pembimbing KKN Universitas Bangka Belitung, Eddy Jajang, mengatakan, pembuatan kamus diharapkan dapat mengidentifikasi jejak-jejak kata dari bahasa melayu kuno yang masih digunakan penduduk setempat sebagai bahasa sehari-hari.

“Hipotesis muasal Bahasa Melayu modern ini berawal dari inskripsi batu bertulis kedatuan Sriwijaya berangka tahun 680 saka atau sekitar 686 masehi yang ditemukan JK van der Meulen pada tahun 1892 masehi,” tutur Eddy.

Dia mengungkapkan, untuk penelusuran bahasa daerah yang berkembang saat ini mengambil narasumber dari tokoh masyarakat setempat, di antaranya Ketua Kelompok Dambus Kota Kapur, Atok Simin, dan Ali Akbar dari badan pembangunan desa.

Beberapa kata yang sudah diterjemahkan seperti kata ‘sombong’ dalam bahasa Kota Kapur disebut ‘valaq’. Kata ‘berlebihan’ dalam bahasa aslinya ‘pol’. Sementara kata dalam Bahasa Indonesia ‘pelit’ disebut ‘kiket’.

Pulau Hantu

Cerita mistis akan adanya pulau hantu menjadi daya tarik tersendiri Desa Kota Kapur. Dari Desa Kota Kapur, pulau tersebut harus ditempuh selama 40 menit perjalanan menggunakan perahu boat.

Tidak seseram namanya, Pulau Hantu terlihat sangat indah dengan pagar hidup hutan bakau. Sepanjang garis pantai, bertebaran  serpihan pasir karang yang berkilau saat ditimpa cahaya matahari.

Baca juga: Kisah Arek Suroboyo Rifki Ardiansyah Sumbangkan Emas Asian Games dari Cabor Karate

Kesan angker sempat terasa saat perahu yang ditumpangi rombongan mahasiswa mogok di tengah laut. Selama beberapa jam mesin perahu mati. Para penumpang terombang-ambing di dalamnya. Beruntung usaha yang dilakukan pemilik perahu membuahkan hasil. Mesin tempel berhasil dihidupkan dan perjalanan dilanjutkan kembali.

“Ketika itu kami hendak melakukan pemetaan koordinat. Alhamdulillah semuanya bisa selamat pulang-pergi,” ujar Aulia, anggota mahasiswa.

Menurut Aulia, ada mitos yang berkembang, yakni tidak boleh menyeberangi sungai dengan membawa telur mentah.

“Entah benar atau tidak, masyarakat di sini mempercayainya. Ada buaya penunggu sungai yang akan mengejar jika membawa telur,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com