Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan Mukena Bersih, Cara Ibu-ibu di Banyuwangi Raih Pahala

Kompas.com - 25/05/2018, 12:36 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Deasy Lukman (46) terlihat masuk ke masjid Baiturahman Banyuwangi bersama lima rekannya.

Mereka membawa beberapa bungkusan plastik yang berisi mukena, sarung, dan sajadah.

Mereka langsung menuju ke lantai satu tempat jemaah laki-laki shalat dan mengganti sarung yang digantun bersama sarung yang mereka bawa.

Setelah menyusun sarung, mereka bergegas ke lantai dua tempat shalat jemaah perempuan. Dengan sigap mereka mengganti mukena yang digantung dengan mukena baru dicuci dan meletakkannya di tempat yang sudah disiapkan.

"Setiap Kamis kita selalu ke sini untuk mengganti peralatan shalat yang ada di sini. Hari ini kita bawa 8 sarung, 40 mukena dan 15 sajadah," jelas Deasy, Kamis (24/5/2018).

Baca juga: Setiap Ramadhan, Makanan Khas Aceh Ini Diserbu Pembeli

Total ada 129 mukena di Masjid Baiturahman yang berada tepat di tengah kota Banyuwangi.

Jika 40 mukena dicuci, maka 40 mukena lainnya digunakan sementara. Sisanya disimpan dalam keadaan bersih dan bisa digunakan sewaktu-waktu.

Sejak bergabung dengan Genasih atau Gerakan Mukena Bersih setahun terakhir, Deasy mendapatkan jatah mengurus peralatan shalat di dua masjid, yaitu Masjid Baiturahman setiap Kamis dan Masjid Pemda setiap rabu. 

"Jadi setiap Rabu dan Kamis saya dan tim kesana untuk ambil peralatan shalat yang kotor dan diganti yang baru dicuci," jelas perempuan yang sehari-sehari mengurus toko batik tersebut.

Satu tim biasanya terdiri dari 3 hingga 5 orang relawan yang disesuaikan dengan banyaknya peralaan shalat yang ada.

Titis, penggerak gerakan mukenah bersih di Banyuwangi.KOMPAS.com/Ira Rachmawati Titis, penggerak gerakan mukenah bersih di Banyuwangi.

Genasih

Gerakan Mukena Bersih atau Genasih digerakkan oleh Titis Ainurrahmah (54) sejak 27 Januri 2017.

Kepada Kompas.com, Kamis (24/5/208), perempuan berjilbab tersebut bercerita Genasih berawal dari keprihatinannya saat shalat di salah satu musala di Banyuwangi.

Mukena yang disediakan di tempat fasilitas umum itu kotor dan bau apek.

"Bahkan di bagian leher itu sampai hitam keliatan kalau lama nggak dicuci. Akhirnya saya mikir kenapa nggak kita cucikan saja lalu kita kembalikan lagi biar bersih dan nyaman saat dipake shalat," bebernya.

Ia kemudian mengajak ketujuh rekannya untuk bergabung bersama-sama mencuci mukena yang kotor yang ada di tempat umum.

Baca juga: Viral, Video Aksi Peluk Saya Perempuan Bercadar di Surabaya

Awalnya, mushala yang menjadi member mereka adalah mushala di SPBU, pertokoan, dan bioskop yang ada di Banyuwangi.

Kemudian beberapa orang mendonasikan mukenanya sebagai mukena pengganti jika mukena yang ada dicuci.

Hingga saat ini, ada 26 masjid dan mushala di Kabupaten Banyuwangi yang menjadi member Genasih.

Sementara relawan yang bergabung sebanyak 60 orang, semuanya ibu rumah tangga.

Sedangkan donatur aktif yang membantu peralatan salat sebanyak 148 orang. Setiap saat, jumlah relawan, donatur, serta member terus bertambah secara signifikan. 

"Dari awalnya 3 mushala, sekarang ada 26. Habis puasa sudah ada 9 mushala atau masjid yang mau bergabung sementara kita masih harus menyesuaikan relawan kita yang jumlahnya 60 orang," jelasnya.

Masjid dan mushala tersebut tersebar di Kabupaten Banyuwangi. Bahkan mushala yang berada di tempat wisata.

Baca juga: Monyet Ekor Panjang di Kawasan Merapi Mulai Turun Gunung

Menurut Titis, tugas relawan adalah mengambil mukena yang telah dicuci, kemudian mengantarkan ke masjid atau mushala dan mengganti mukena yang kotor.

"Saat diganti, mukena harus dilipat rapi dan digantung. Jika ada yang rusak seperti sobek akan diperbaiki oleh tim," jelasnya. 

Untuk mencuci mukena, sarung, dan sajadah dilakukan secara bergantian oleh 15 laundry yang bekerjasama dengan Genasih.

"Ini juga menjadikan ladang pahala buat mereka serta agar mudah memantau juga. Laundry-nya gratis juga," tuturnya. 

Jika di tempat ibadah tersebut tidak memiliki gantungan, tim Genasih akan menyediakan gantungan dilengkapi dengan hanger yang akan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau jemaah.

Gantungan tersebut sepanjang 1,5 meter dan dibeli seharga Rp 200.000 per set.

"Kita juga tempel stiker bagaimana melipat mukena yang rapi. Tapi yang namanya orang banyak ya kadang ditumpuk gitu aja padahal jika kondisi mukenanya lembab maka mudah kotor dan jamur," jelasnya.

Titis bercerita, di salah satu masjid, mukena-mukena bersih pernah ditumpuk di dalam lemari dan kemudian dibobol oleh maling. 39 mukena hilang dan hanya tersisa tiga mukena.

"Pasti ada saja yang hilang saat di masjid tapi selalu kami ganti. Kalau bisa kami tambah. Minimal ada 7-14 mukena yang harus tersedia," katanya. 

Semua kegiatan Genasih dilakukan Senin-Jumat di sela-sela kesibukan mereka sebagai ibu rumah tangga.

Sementara Sabtu dan Minggu mereka libur agar bisa fokus mengurus keluarga pada akhir pekan.

Informasi tentang Genasih kepada masyarakat pun hanya disampaikan dari mulut ke mulut. Grup whatsapp digunakan untuk mempermudah  koordinasi antar-relawan.

Mereka mengaku sengaja tidak membuat media sosial khusus kegiatan mereka untuk menjaga niat awal mereka untuk menjadikan kegiatan mereka bagian dari ibadah.

"Kita tidak dibayar. Semuanya gratis karena ini menjadi ladang pahala buat semuanya. Buat relawan, buat yang punya laundry, buat donatur," katanya.

"Saat jemaah bisa beribadah dengan nyaman menggunakan mukena yang bersih dan wangi sudah sangat membuat kami senang dan bahagia," pungkas Titis. 

Kompas TV Ide bisnisnya muncul saat ia kesulitan mencari baju renang yang syar'i, tapi tetap nyaman digunakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com