Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

45 Warga Terdampak Pembangunan Bandara Kulon Progo Terima Rumah Baru

Kompas.com - 07/05/2018, 16:21 WIB
Dani Julius Zebua,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Kompas TV Penolakan berujung pada kericuhan. Warga berusaha menghentikan pemasangan pagar bandara.

"Semua harus dikerjakan dengan cara memanusiakan orang," kata Hasto.

Pemerintah melalui Angkasa Pura I (Persero) akan membangun bandara di kawasan seluas 578,6 hektar di Temon. Direktur AP I, Faik Fahmi mengungkap, bandara nanti bisa menampung 15 juta pengunjung setiap tahun, menggantikan bandara Adisucipto, yang saat ini hanya mampu 1,5 juta pengunjung.

Kini, bandara itu audah melebihi kapasitas empat kali lebih besar dari kapasitas bandara tersebut. Itulah mengapa pemerintah perlu bandara baru.

"Ini adalah keinginan membangun jogja yang lebih baik dan maju juga sekaligus Yogyakarta yang lebih istimewa lagi dan masyarakat merasakan dampak baik juga," kata Fahmi.

"Karenanya kami terima kasih warga bersedia ke tempat yang baru. Semoga menjadi contoh dan manfaat bagi warga lain," katanya.

Penantian Lama

Sutini, 60 tahun, mengaku gembira mendapat rumah di Kedundang. Ini merupakan pengharapannya selama 2 tahun belakangan ini.

Sutini hidup bersama suaminya, Tugino, 61 tahun. Keduanya mantan buruh tani di Desa Palihan. Mereka dulunya tinggal di rumah kontrak di Dusun Munggahan, Palihan.

Mereka terpaksa keluar dari desa karena rumah tinggal mereka terkena pembangunan bandara, 2 tahun lalu. Sutini mengaku menghargai keyakinan suaminya pada semangat pemerintah, mesti sering ragu akan masa depan di usia senja mereka.

Tugino dan Sutino keluar dari sana dan pindah ke Desa Tayuban, Kecamatan Panjatan. Keduanya tadinya buruh tani di sawah dan ladang orang beralih ke berdagang.

"Terus sekarang jualan tempe," kata Sutini.

Baca juga : Pedagang Sekitar Bandara NYIA Keluhkan Omzet Jeblok

Sutini mengaku memang kebetulan memiliki keahlian membuat tempe. "Ya bisa bikin. Sudah lama," katanya.

Sutini mengaku senang sekarang mendapat rumah tinggal. Mereka kembali ke Temon. Menurutnya bertani jauh lebih nikmat. Kerja keras seperti itu ia suka. Hasil bertani lebih besar daripada menjual tempe.

Karenanya, Sutini mempertimbangkan akan bertani kembali, menjadi buruh di sawah atau ladang di sekitar Kedundang. "Enak tani," kata Sutini saat mengunjungi rumahnya nomor 25 di RK Kedundang.

Berbeda dengan Sutini. Warga Dusun Macanan, Glagah, bernama Pawiro Diharjo, 91 tahun, mengaku belum menentukan apa yang akan dilakukan kemudian setelah menempati rumah RK Kedundang. "Terserah nanti mau bakul atau apa," katanya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com