Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

45 Warga Terdampak Pembangunan Bandara Kulon Progo Terima Rumah Baru

Kompas.com - 07/05/2018, 16:21 WIB
Dani Julius Zebua,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Kulon Progo di Yogyakarta menyerahkan rumah bagi 45 keluarga yang terdampak pembangunan Bandara Udara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kecamatan Temon.

Sebanyak 45 warga menempati rumah baru mereka di Desa Kedundang, Temon, kira-kira 5 kilometer jauhnya dari asal mereka sebelumnya.

Mereka yang memperoleh rumah itu di antaranya 27 keluarga asal Desa Palihan, 16 keluarga dari Glagah, dan 2 lagi dari magersari.

"Masyarakat bisa selama-lamanya tinggal di situ dan tidak ke mana-mana sampai ada anak cucu," kata Sukoco, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Kawasan Permukiman (DPUKP) Kulonprogo, dalam serah terima kunci dari Pemkab Kulon Progo ke warga di Balai Desa Kedundang, Senin (7/5/2018).

Baca juga : Bupati Kulon Progo Tanggapi Penilaian Bandara NYIA Rawan Tsunami

Rumah Khusus Kedundang, begitu perumahan itu dinamai. Pemerintah bekerja sama dengan Kementerian PUPR membangun 50 rumah di luasan 4.800 meter persegi dengan dana Rp 4,9 miliar. Tiap rumah seluas 36m2 di lahan 80m2, terdiri 1 ruang tamu yang jadi satu dengan ruang keluarga, 2 kamar tidur, dan 1 kamar mandi.

Rumah Kedundang bahkan sudah lengkap dengan perabot sederhana, seperti dipan besar dan bertingkat lengkap dengan kasurnya, lemari dalam tiap kamar, dan meja kursi sofa maupun meja kursi makan. Tiap rumah sudah terpasang listrik 900 VA dan PDAM.

Sepanjang mengikuti pembangunan rumah, kata Abdul Rosyid, Kepala Desa Kedundang, perumahan itu selesai sekitar 8 bulan. Rumah terbangun dengan material dinding dari bata ringan. Semua berada di dengan status Paku Alam Ground (PAG).

Baca juga : Bupati Sebut 11 KK Masih Tolak Pembebasan Lahan Bandara Kulon Progo

Abdul memastikan, warga bisa tenang tinggal selamanya di sana. Sejak memiliki rumah, mereka juga bisa lebih tenang memikirkan masa depan.

"Mereka semua tinggal menempati saja," kata Abdul Rosyid.

Unjuk Rasa dan Penerimaan

Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo mengenang bagaimana rumah Kedundang bisa terbangun hingga kini. Perjalanan yang panjang dan berat, kata Hasto, mulai dari menghadapi unjuk rasa warga terdampak menuntut tempat tinggal baru hingga upaya tidak berhenti lobi sana sini.

Ia harus melakukan lobi di tingkat provinsi hingga pusat, untuk bisa membangun rumah bagi warga terdampak ini. Ia berharap bisa membangun 50-100 rumah baru. Justru yang alot ada di sisi warga yang jumlahnya naik maupun turun.

"Ada (warga) yang memilih lain. Sehingga tadinya 100 rumah sudah disetujui, jadi 50, sekarang ada lagi yang ingin yang lebih baik," kata Hasto.

"Saya mengajukan proposal lagi. Sebenarnya mukanya malu. Jadi demi warga, kami tahan malu. Semua demi tujuan yang baik," kata Hasto.

Baca juga : Apakah Pembebasan Lahan Bandara Kulon Progo Bisa Selesai Tepat Waktu?

Pekerjaan relokasi warga belum selesai. Pemerintah sedang mengusahakan pembangunan yang lain di Kaligintung. Selain itu masih ada persoalan lain di mana pemerintah mesti memindahkan warga yang bertahan di izin penetapan lokasi (IPL) pembangunan bandara NYIA.

"Semua harus dikerjakan dengan cara memanusiakan orang," kata Hasto.

Pemerintah melalui Angkasa Pura I (Persero) akan membangun bandara di kawasan seluas 578,6 hektar di Temon. Direktur AP I, Faik Fahmi mengungkap, bandara nanti bisa menampung 15 juta pengunjung setiap tahun, menggantikan bandara Adisucipto, yang saat ini hanya mampu 1,5 juta pengunjung.

Kini, bandara itu audah melebihi kapasitas empat kali lebih besar dari kapasitas bandara tersebut. Itulah mengapa pemerintah perlu bandara baru.

"Ini adalah keinginan membangun jogja yang lebih baik dan maju juga sekaligus Yogyakarta yang lebih istimewa lagi dan masyarakat merasakan dampak baik juga," kata Fahmi.

"Karenanya kami terima kasih warga bersedia ke tempat yang baru. Semoga menjadi contoh dan manfaat bagi warga lain," katanya.

Penantian Lama

Sutini, 60 tahun, mengaku gembira mendapat rumah di Kedundang. Ini merupakan pengharapannya selama 2 tahun belakangan ini.

Sutini hidup bersama suaminya, Tugino, 61 tahun. Keduanya mantan buruh tani di Desa Palihan. Mereka dulunya tinggal di rumah kontrak di Dusun Munggahan, Palihan.

Mereka terpaksa keluar dari desa karena rumah tinggal mereka terkena pembangunan bandara, 2 tahun lalu. Sutini mengaku menghargai keyakinan suaminya pada semangat pemerintah, mesti sering ragu akan masa depan di usia senja mereka.

Tugino dan Sutino keluar dari sana dan pindah ke Desa Tayuban, Kecamatan Panjatan. Keduanya tadinya buruh tani di sawah dan ladang orang beralih ke berdagang.

"Terus sekarang jualan tempe," kata Sutini.

Baca juga : Pedagang Sekitar Bandara NYIA Keluhkan Omzet Jeblok

Sutini mengaku memang kebetulan memiliki keahlian membuat tempe. "Ya bisa bikin. Sudah lama," katanya.

Sutini mengaku senang sekarang mendapat rumah tinggal. Mereka kembali ke Temon. Menurutnya bertani jauh lebih nikmat. Kerja keras seperti itu ia suka. Hasil bertani lebih besar daripada menjual tempe.

Karenanya, Sutini mempertimbangkan akan bertani kembali, menjadi buruh di sawah atau ladang di sekitar Kedundang. "Enak tani," kata Sutini saat mengunjungi rumahnya nomor 25 di RK Kedundang.

Berbeda dengan Sutini. Warga Dusun Macanan, Glagah, bernama Pawiro Diharjo, 91 tahun, mengaku belum menentukan apa yang akan dilakukan kemudian setelah menempati rumah RK Kedundang. "Terserah nanti mau bakul atau apa," katanya.

Kompas TV Penolakan berujung pada kericuhan. Warga berusaha menghentikan pemasangan pagar bandara.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com