“Kami bahu-membahu mengembangkan kebudayaan daerah, mendidik anak-anak menari dan bermain musik serta melayani para baate (pemangku adat) yang melakukan sidang adat,” jelas Rukmin Otaya yang pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Guru Atas (SGA).
Di tengah rutinitas, Rukmin Otaya yang mulai merasa fisiknya tidak selincah dulu harus merawat Sam Liputo, suaminya yang sakit parah di rumahnya, Desa Bolihuangga, Kecamatan Limboto. Ia hidup bersama keponakannya yang sudah dianggap anaknya sendiri.
Ia bersyukur dalam hidupnya pernah menciptakan mars dan himne lansia yang sudah dinyanyikan oleh ribuan orang. Tidak terhitung lagu lain yang juga merupakan hasil ciptaannya.
Hari-hari panjang masih harus dilalui dengan semangat yang tak pernah luruh. Ia terus merawat tradisi dan nilai meskipun penglihatan dan pendengarannya pelan-pelan mulai berkurang.
Menjelang tengah hari, sayup-sayup lagu Melati di Tapal Batas yang dinyanyikan kaum perempuan lansia masih terdengar di Bantayo Poboide.
Engkau gadis muda jelita bagai sekuntum melati
Engkau sumbangkan jiwa raga di tapal batas Bekasi
Engkau dinamakan Srikandi pendekar putri sejati
Engkau turut jejak pemuda turut mengawal negara
Oh, pendekar putri yang cantik, dengarlah panggilan Ibu
Sawah ladang rindu menanti akan sumbangan baktimu
Duhai, putri muda remaja, suntingan kampung halaman
Kembali ke pangkuan Bunda, berbakti kita di ladang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.