Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Algooth Putranto

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI).

Faktor Jokowi atau Restu SBY-Cak Imin, Siapa Kuat di Pilkada Sumut?

Kompas.com - 05/04/2018, 16:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun, hitung-hitungan tersebut bisa saja berubah jika kita kemudian berkaca pada fakta perolehan suara Pemilu Presiden 2014 di Sumut yang menjadi milik pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Saat itu, Jokowi-JK meraup 55,71 persen suara Sumut dan menguasai 20 wilayah.

Yang menarik, 20 daerah itu berada di pinggiran, antara lain Simalungun, Asahan, Pematang Siantar, Batubara, Karo, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Dairi, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Nias, Samosir, Gunung Sitoli, Nias Utara, Nias Barat, Sibolga, Pakpak Bharat, dan Nias Selatan.

Bagaimana dengan perolehan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa saat itu? Keduanya hanya meraup 44,29 persen suara dari 13 kabupaten/kota di Sumut, yaitu Medan, Deli Serdang, Binjai, Langkat, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi, Tanjung Balai, Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Padang Sidimpuan, Mandailing Natal, Padang Lawas, dan Padang Lawas Utara.

Mengapa statistik Pilpres 2014 begitu penting dalam Pilkada Sumut 2018? Hal ini penting mengingat asosiasi yang akan selalu disematkan kepada Djarot Syaiful yang merupakan kader satu partai dengan Jokowi dan memiliki track record sangat baik.

Dalam hal isu hak asasi manusia, Djarot pernah menjadi Koordinator Tim Kecil Kasus Marsinah DPRD Jatim. Marsinah adalah aktivis dan buruh pabrik yang tewas setelah ditahan tentara pada tahun 1993. Seluruh pelaku kemudian diputus bebas oleh Mahkamah Agung.

Sementara dalam hal pemerintahan, selain berpengalaman sebagai politisi, Djarot juga memiliki memiliki jejak sebagai Bupati Blitar, Wakil Gubernur DKI Jakarta dan sempat menjadi Gubernur DKI setelah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diputuskan bersalah.

Lagi-lagi jika bicara tentang Ahok pun, suka tidak suka orang akan langsung mengasosiasikannya dengan Jokowi. Begitu pula jika bicara tentang Ahok, publik akan mencatat Djarot adalah teman yang setia pada Ahok.  

Sementara jika kita bicara tentang Jokowi, sejauh ini jika mengutip survei Survei Indo Barometer yang dirilis 23 Maret lalu, sebanyak 72 persen masyarakat Sumut puas terhadap Jokowi dan sebanyak 66,4 persen masyarakat Sumut menginginkan Jokowi kembali menjadi Presiden.

Nah, siapa pun paham, kepuasan terhadap kinerja Jokowi umumnya diutarakan masyarakat di wilayah pinggiran. Mereka puas karena pembangunan infrastruktur yang lebih merata hingga ke ke pelosok desa. Sejumlah kondisi ini akan memudahkan Djarot untuk menautkan diri dengan citra Jokowi.

Sayangnya, politik tidak dapat sekadar menautkan citra diri. Kita harus melihat fakta bahwa bukan kali ini saja koalisi Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berhasil membuat berubahnya peta politik sehingga berakhir mengejutkan, meski gagal memenangkan calon yang diusung.

Jika kita tengok ke belakang, dalam Pilkada DKI Jakarta 2017, kedua partai dalam Koalisi Cikeas tersebut gagal dengan proyek Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. Yang menarik, keduanya kompak tak berkomitmen mengarahkan biduk tujuan dengan cepat.

Sejarah mencatat, Demokrat menetapkan tidak mendukung Ahok-Djarot maupun Anies Baswedan-Sandiaga Uno, sementara PKB bagai burung nazar tiba-tiba memilih meriung ke koalisi pendukung Ahok-Djarot di detik terakhir. Keputusan yang semua orang paham itu dilakukan sekadar pemulas bibir.

Dengan seluruh dinamika yang ada, saya melihat pertarungan di Pilkada Sumut 2018 akan sangat menarik untuk ditunggu hingga detik akhir perhitungan karena akan menjadi indikasi bagaimana koalisi yang terbentuk menjelang penetapan calon presiden dan calon wakil presiden 2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com