Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Fifty-fifty", Misteri Kematian Mantan Wakapolda Sumut Belum Terpecahkan

Kompas.com - 05/03/2018, 08:04 WIB
Andi Hartik,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

Lalu beredar informasi bahwa polisi kehilangan jejak pelaku. Anjing pelacak yang dikerahkan hanya berputar-putar di dalam rumah.

Salah satu alasannya, TKP awal telah rusak akibat banyak orang yang masuk sebelum polisi datang. Terkait rusaknya TKP awal, Asfuri enggan memberikan pernyataan.

Selain itu, muncul hasil otopsi yang menunjukkan sebanyak enam tulang rusuk sebelah kiri korban patah. Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Frans Barung Mangera, pada Rabu (28/1/2018), mengatakan bahwa sebab korban meninggal karena patahan tulang rusuk itu menujam ke jantung. Belum diketahui, patahnya jantung karena pukulan atau lainnya.

Tidak hanya itu, hasil otopsi juga menunjukkan tidak ada sampel racun serangga yang bersarang di lambung korban. Kondisi ini menggugurkan dugaan bahwa korban tewas menenggak racun.

"Bukan racun serangga yang mematikan almarhum. Karena tidak ada sampel di lambungnya," kata Barung, Minggu (4/3/2018).

Dua hasil otopsi itu mengarahkan pada kesimpulan bahwa korban tidak bunuh diri.

Bunuh diri atau dibunuh?

Dugaan bahwa korban tidak bunuh diri juga didukung sejumlah fakta. Salah satunya adalah kondisi tempat korban ditemukan tergeletak bersih dari darah meski mengalami berbagai luka. Ceceran darah ditemukan di ruang makan.

Selain itu, adanya tali rafia yang mengikat kaki korban dan ujungnya yang terikat ke pagar di lantai tiga. Tali itu terlihat kendor, lebih panjang dari jarak halaman taman ke lantai tiga.

Selain itu, pagar lantai dua menjorok keluar sehingga, jika korban menjatuhkan diri dari lantai tiga butuh tenaga lebih supaya tidak mengenai pagar di lantai dua. Padahal, kedua pergelangan tangan korban sudah terluka.

Selain itu, kondisi korban tergeletak tidak tegak lurus dengan ikatan tali rafia di lantai tiga.

Namun demikian, berdasarkan hasil identifikasi, polisi menemukan sidik jari korban sendiri pada silet berlumur darah di ruang makan.

Polisi juga belum menemukan jejak pelaku pembunuhan. Tembok di belakang rumah korban terlalu tinggi untuk dipanjat, sedangkan pintu depan rumah dalam keadaan terkunci.

Sejumlah CCTV yang ada di sekitar rumah pelaku diperiksa. Hasilnya, ada aktivitas mobil Avanza warna hitam yang terekam pada malam sebelum korban ditemukan meninggal. Namun, CCTV yang merekam aktivitas mobil itu tidak menjangkau rumah korban.

Mungkinkah pelaku pembunuhan itu terlalu cerdik sehingga bisa menghapus jejaknya dengan rapi? Polisi belum bisa memberikan kesimpulan. Dugaan adanya pembunuh bayaran juga tidak terkonfirmasi.

Untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut, polisi sudah memeriksa sejumlah saksi, antara lain anak pertama korban, Timur Dikman Sasmita, dan istri korban, Suhartutik.

"Masih menganalisa hasil riksa (pemeriksaan) anak sulung dan istrinya," kata Asfuri, Minggu (4/3/2018).

Kombes Pol (Purn) Agus Samad merupakan perwira menengah Polri yang akrab dengan dunia intelijen. Sebelum menjabat Wakapolda Sumut, perwira kelahiran Bukit Tinggi, Sumatera Barat itu kerap menduduki jabatan Kadit Intel, di antaranya Kadit Intel Polda Riau, Kadit Intel Polda Makassar dan Kadit Intel Polda Metro Jaya. Dia juga pernah menjabat sebagai Kapolres Blitar.

Namun dugaan kematiannya apakah terkait dengan sepak terjang Kombes Pol (Purn) Agus saat bertugas dulu juga belum terkonfirmasi. Sekali lagi, masih fifty-fifty.

 

 

Kompas TV Pihak kepolisian dari Polres Malang Kota melakukan uji labfor terhadap temuan bukti kasus tewasnya mantan Wakapolda Sumatera Utara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com