Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wayang Kulit Madura, Hidup Segan Mati Tak Mau (2)

Kompas.com - 04/03/2018, 14:15 WIB
Taufiqurrahman,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

Kompas TV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merayakan hari jadinya ke-45 dengan menggelar pertunjukan wayang kulit.

Wayang kulit Madura tidak sama dengan wayang Jawa. Wayang kulit Madura menggambarkan karakter orang Madura.

“Wayang kulit Madura itu representasi dari sifat dan karakter orang Madura. Keras, kuat dan pemberani,” imbuh Kosala.

Kosala membeberkan, perbedaan wayang kulit Madura dengan wayang daerah lainnya, seperti di Jawa. Biasanya dalam hal pewarnaan.

Wayang kulit Madura berkarakter warna merah pada wajah setiap tokoh wayang. Di daerah lainnya, rata-rata wajah wayang berwarna hitam.

“Kalau wayang Madura, pada bagian wajahnya semuanya merah. Namun ada warna yang kombinasi hitam, disesuaikan dengan tokoh wayang itu sendiri,” kata pria penjaga empat tempat ibadah berbeda ini.

(Baca juga: Perjalanan Daging Anjing di Medan, dari Pasar hingga Piring Makan (1))

Ratusan wayang milik Kosala, ketika ada festival wayang nusantara, selalu memikat hati. Termasuk dalang kondang, Ki Entus dan dalang-dalang lainnya.

Banyak orang yang ingin mengoleksi wayang kulit khas Madura. Namun Kosala enggan untuk menjualnya. Dia memegang prinsip bahwa warisan budaya dan hasil karya para leluhur tidak boleh dijual kepada siapa pun. Apalagi kepada orang asing.

“Saya pernah melihat replika wayang di museum wayang di Jakarta. Setelah dilihat, wujud asli wayang tersebut ada di Leiden, Belanda,” tuturnya.

Sebagian keunikan wayang kulit Madura antara lain karena cerita yang disajikan menggunakan bahasa Madura.

Selain itu, nama-nama tokoh wayang, disesuaikan dengan nama yang mudah dikenali orang Madura. Seperti tokoh Dasamoko berubah menjadi Dasmuka, Bolodewo menjadi Baladiba, Kresno menjadi Kresna.

“Kalau pakem pewayangan semuanya sama. Ceritanya juga tentang Ramayana dan Mahabarata. Cuma di Madura diterjemahkan menjadi bahasa Madura,” ungkapnya.

Wayang Madura sendiri belum diketahui kapan tumbuh dan berkembang bahkan sekarang sudah kurang diminati. Yang diketahui Kosala, hanya warisan dari leluhurnya yang sudah lima turunan yang diprediksi sudah 300 tahun lebih.

Pada tahun 70-an, masih banyak orang di Madura yang mengoleksi wayang di rumahnya. Namun setelah turun temurun, sudah tidak ada lagi.

Anak keturunan pemilik wayang sudah tidak mengerti tentang wayang sehingga ada yang dijual dan ada pula yang rusak karena tidak tahu bagaimana merawat wayang.

“Warisan wayang milik buyut saya ada yang berusia 300 tahun lebih. Sampai sekarang masih bagus dan tersimpan rapi serta istimewa,” katanya.

(Baca juga: Viral Foto Kucing Digantung gara-gara Curi Ayam Goreng, Hoaks atau Fakta?)

Kosala masih memendam impian suatu saat wayang kulit Madura bisa kembali digandrungi masyarakat Madura lagi. Meskipun impian itu sulit terwujud di tengah gempuran budaya asing.

Butuh kebulatan tekad semua pihak untuk mengenalkan warisan kebudayaan para leluhur, terutama peran pemerintah melalui jalur pendidikan.

“Semoga pemerintah bisa mengenalkan kesenian wayang kulit Madura. Kalau hanya komunitas kecil masyarakat, sulit untuk mewujudkannya. Buktinya, 30 tahun lebih saya melakukannya, namun hasilnya nihil,” tandasnya.

BERSAMBUNG

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com