Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Bupati Via Facebook, Aktivis Walhi NTT Divonis 4 Bulan Penjara

Kompas.com - 19/11/2017, 20:51 WIB
Sigiranus Marutho Bere

Penulis

"Sikap kritis yang disampaikan Deddy ini yakni untuk membantu negara dalam mencegah pengabaian hak asasi warga terkait kelestarian ekologis dan berdaulat atas wilayah kelolanya," sambungnya.

Di dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pada pasal 66 menyatakan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Karena itu kata Umbu, Walhi NTT mengecam bentuk kriminalisasi seperti ini dan ia menilai gaya kepemimpinan kepala daerah yang antikritik seperti ini tidak pantas untuk ditiru daerah-daerah lainnya di Indonesia khususnya di NTT.

Sebelumnya diberitakan, Bupati Sumba Timur Gidion Mbiliyora mengatakan, bahwa Deddy dilaporkan ke polisi karena dianggap telah melakukan pencemaran dan fitnah terhadap dirinya.

Baca juga : Laporkan Aktivis Walhi ke Polisi, Ini Alasan Bupati Sumba Timur

Ia mengatakan bahwa dalam komentar Deddy di media sosial Facebook, disebutkan bahwa dia tidak mencabut hak guna usaha (HGU) PT AA karena ia masih senang mendapat uang.

"Katanya kita tidak cabut HGU-nya PT AA karena masih senang dapat uang. Padahal kita tidak punya kewenangan untuk cabut HGU itu sehingga ada pegawai negeri sipil (PNS) di Sumba Timur yang lapor polisi," kata Gidion tanpa menyebut nama PNS itu.

Gidion menyatakan bahwa ia tidak alergi terhadap kritik. Namun, bila kritik itu mengandung fitnah atau pencemaran nama baik seseorang, ada konsekuensi hukum yang harus ditanggung.

Selain itu, kata Gidion, alasan lainnya yang membuat PNS melapor ke polisi karena dirinya dituding mendapatkan tanah di Desa Napu, Kecamatan Haharu, Sumba Timur.

"Itu yang sangat disesalkan karena saya tidak pernah ajukan permohonan tanah ke kepala desa atau ke (Badan) Pertanahan," kata Gidion kepada Kompas.com, Kamis (9/2/2017).

Terhadap persoalan itu, Gidion berharap agar siapa pun yang berkomentar atau mencermati sesuatu di media sosial harus dilengkapi dengan data akurat sehingga dapat menghindari kemungkinan memberikan info yang tidak benar kepada masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com