Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dino Umahuk

Dino umahuk adalah sastrawan Indonesia kelahiran Maluku. Selain menulis puisi, ia juga menulis kolom dan menyutradarai film dokumenter. Ia kini mengajar di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.

Naik Ojek ke Negeri Jiran

Kompas.com - 24/08/2017, 06:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

 

Masardi (32 tahun), Ketua Harian PODJ (Persatuan Ojek Desa Jagoi) mengatakan, setiap hari Jumat di batas nol banyak tumpangan yang ingin menuju Serikin karena setiap malam Sabtu dan Minggu ada pasar tumpah di Serikin, Malaysia.

“Dari batas nol sampai Serikin dengan jarak 4,5 kilometer, per orang dan barang dikenai biaya RM 15 atau Rp 40.000. Pajak untuk masuk kas PODJ sebesar seribu rupiah. Anggota kami sebanyak 142 orang,  yang aktif hanya 90 orang,” terang Masardi.

Lelaki paruh baya ini menjelaskan, pedagang asal Indonesia setiap hari Jumat membayar dengan rupiah, sedangkan hari Sabtu dan Minggu dengan ringgit Malaysia.

Pada hari biasa (Senin-Kamis, dan Sabtu), Masardi sudah siap di pangkalan ojek pukul 06.00 sampai 15.30 WIB. Di hari Jumat, kadang ia bisa narik sampai pukul 03.00 WIB.

“Kebanyakan Pedagang yangmemakai jasa ojek berasal dari Pontianak, Pemangkat, Tebas, Sejangkung, dan Sambas. Para pengguna ojek datang ke batas nol di Jagoi menggunakan kendaraan roda empat. Warga Kabupaten Bengkayang sedikit sekali, hanya membawa sayur dan bidai dengan kendaraan pribadi,” jelasnya.

Saat ditanya apabila batas sudah dibuka dengan resmi, apakah tidak mengganggu pekerjaan yang selama ini digeluti oleh mereka untuk menafkahi keluarga, Masardi mengaku belum tahu apa yang akan mereka lakukan. “Semuanya tergantung kepada kebijakan pemerintah”, kata dia.

Ia mengungkapkan, organisadi PODJ yang dipimpinnya memiliki mekanisme dalam memilih pemimpin. Pergantian pengurus setiap dua tahun sekali. Setiap anggota memiliki hak untuk memilih kepengurusan baru. Tidak lama lagi akan diadakan pemilihan pengurus PODJ setelah Pilkades Jagoi Babang.

No Liu (28 tahun), Warga Desa Jagoi yang juga anggota PODJ, mengaku dirinya hanya bekerja selama dua hari sebagai ojek, yakni pada hari Jumat dan Minggu. Pada hari lainnya ia melakukan pekerjaan lain seperti menorah getah karet, dan menanam sayuran yang laku dijual di Serikin seperti jahe, kunyit, lada, dan cabai.

Liu berkisah, Pemerintah Pusat, Provinsi, bahkan Kabupaten tidak pernah memperhatikan mereka. Menurutnya, selama ini belum pernah ada bantuan untuk PODJ. Padahal para  pengojek tidak meminta lebih kepada pemerintah, mereka hanya meminta pemerintah memperbaiki kualitas jalan.

“Jalan memang sering diperbaiki. Tetapi dalam hitungan bulan sudah hancur lagi. Entah kapan baru bagus jalan di sini. Seharusnya pemerintah mengawasi para kontraktor yang mengerjakannya, yang merasakan ialah masyarakat disini, bukan pusat atau provinsi,” keluhnya.

Ojek sebagai simbol negara

Kehidupan di daerah perbatasan memang sangat dinamis. Banyak orang bergantung pada kegiatan perekonomian lintas batas.

Wajah perbatasan Indonesia dan Malaysia di wilayah itu sangat berbeda. Di perbatasan Malaysia, jalan-jalan terlihat rapi. Ada tentara bersenjata lengkap yang berjaga di perbatasan.

Sementara, di wilayah Indonesia, kita tidak melihat simbol kenegaraan yang membanggakan. Yang kita temukan adalah sekumpulan tukang ojek asal Jagoi Babang.

Tapi, pada merekalah kita harus berbangga hati. Mereka adalah tali perekat antarbangsa yang menjaga kehidupan berjalan harmonis di wilayah perbatasan.

Sudah saatnya pemerintah secara serius membangun daerah perbatasan, sehingga rakyat tidak merasa di anak-tirikan.

Sebab meski hidup dalam keterbasan ekonomi, terbatasnya infrastuktur dan perhatian pemerintah, warga di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia masih mencintai NKRI.

Jangan sampai masyarakat di wilayah perbatasan berpaling ke lain hati dan memilih WNM (Warga Negara Malaysia). Pepatah mengatakan, “lebih baik terlambat, dari pada tidak sama sekali”. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com