Salin Artikel

Naik Ojek ke Negeri Jiran

Hal itu mungkin tak pernah terlintas di kepala kita, tetapi ini yang saya ingin kisahkan.

Di Desa Jagoi, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, tepatnya di perbatasan Indonesia, terdapat jasa ojek motor yang melayani penumpang antar negara. Jasa ojek ini melayani penumpang dari Indonesia  ke Pasar Serikin di Bau, Sarawak, Malaysia.

Usaha ojek ini mulai berkembang sekitar 1999 ketika pedagang yang sebelumnya berdagang di Entikong (Kabupaten Sanggau, Kalbar), yang berbatasan dengan Tebedu, Sarawak, pindah ke Serikin karena pengunjung dari Malaysia ke Entikong semakin berkurang, sementara Pasar Serikin semakin ramai.

Terdapat sekitar 60 orang tukang ojek di Desa Jagoi. Jasa yang ditawarkan ojek motor adalah mengantar penumpang dan barang dari pangkalan ojek Desa Jagoi ke pasar Serikin.

Penumpang kebanyakan adalah pedagang dari berbagai kota di Kalimantan Barat yang berdagang di Serikin pada hari Sabtu dan Minggu. Pulang dari Serikin, pedagang harus menggunakan ojek Serikin.

Sebelumnya, tidak ada ketentuan ojek mana yang harus digunakan. Karena ojek Indonesia mendominasi pengangkutan dari Serikin ke Jagoi dan menimbulkan rasa tidak adil bagi ojek Malaysia, maka diselenggarakanlah pertemuan yang dihadiri oleh tokoh masyarakat dan tukang ojek dari desa Jagoi dan Serikin.

Mereka sepakat berbagi. Ojek Serikin beroperasi di hari Minggu saat para pedagang dari Indonesia pulang dari Serikin. Sementara, Ojek Jagoi beroperasi hari Jumat saat para pedagang Indonesia berangkat ke Serikin.

Di luar hari Jumat dan Minggu tidak diatur karena jumlah ojek dan pelintas batas tidak banyak.

Tukang ojek di Jagoi berasal dari kecamatan Jagoi Babang dan Seluas. Mereka menunggu di pangkalan ojek terutama pada hari Jumat sejak pagi, karena pada hari itu para pedagang akan berangkat ke Serikin.

Permintaan akan jasa ojek paling ramai pada hari Jumat, yaitu sekitar 6 orang penumpang untuk setiap ojek. Rata-rata ongkos per orang dari Jagoi ke Serikin adalah (RM) 20, sama dengan ongkos ojek dari Serikin ke Jagoi.

Jasa ojek juga dapat digunakan untuk pengangkutan barang yang ongkosnya tergantung dari berat dan ukuran bawaan. Ongkos angkut barang berkisar dari Rp 60.000 sampai dengan Rp 100.000 (untuk ukuran barang sekitar 1.5 m x 1 m), yang disepakati melalui proses tawar menawar.

Organisasi tukang ojek

Para tukang ojek Jagoi Babang bergabung dalam organisasi Persatuan Ojek Desa Jagoi (PODJ). Jasa yang mereka tawarkan hanya mengangkut penumpang dan barang sedangkan membongkar barang dari kendaraan (truk misalnya) dan meletakkannya ke sepeda motor adalah pekerjaan buruh bongkar muat.

Sebagai anggota, mereka mendapat kartu anggota yang berlaku untuk tiga tahun. Kewajiban mereka adalah membayar iuran tetap per bulan Rp 4.000 dan Rp 1.000 untuk setiap mengangkut penumpang atau barang.

Mereka wajib bergiliran ketika mengambil penumpang atau barang. Jika menyerobot akan diberi sanksi RM 50 per setiap pelanggaran. Jika melanggar peraturan sebanyak tiga kali, akan dikeluarkan sebagai anggota dan tidak boleh lagi menawarkan jasanya di pangkalan ojek.

Iuran berdasarkan penumpang digunakan untuk membantu anggota jika ada musibah. Balas jasa untuk pengurus sekitar 5 persen dari total pungutan seluruh anggota.

Selain menjadi tukang ojek, mereka juga memiliki pekerjaan lain seperti menjadi buruh harian di perkebunan kelapa sawit dengan upah Rp 50.000 per hari.

Mereka mencari penghasilan lain sebagia buruh karena keuntungan para tukang ojek hanya dapat diraup pada hari Jumat saja. Selebihnya kadang tidak dapat uang.

“Dari batas nol sampai Serikin dengan jarak 4,5 kilometer, per orang dan barang dikenai biaya RM 15 atau Rp 40.000. Pajak untuk masuk kas PODJ sebesar seribu rupiah. Anggota kami sebanyak 142 orang,  yang aktif hanya 90 orang,” terang Masardi.

Lelaki paruh baya ini menjelaskan, pedagang asal Indonesia setiap hari Jumat membayar dengan rupiah, sedangkan hari Sabtu dan Minggu dengan ringgit Malaysia.

Pada hari biasa (Senin-Kamis, dan Sabtu), Masardi sudah siap di pangkalan ojek pukul 06.00 sampai 15.30 WIB. Di hari Jumat, kadang ia bisa narik sampai pukul 03.00 WIB.

“Kebanyakan Pedagang yangmemakai jasa ojek berasal dari Pontianak, Pemangkat, Tebas, Sejangkung, dan Sambas. Para pengguna ojek datang ke batas nol di Jagoi menggunakan kendaraan roda empat. Warga Kabupaten Bengkayang sedikit sekali, hanya membawa sayur dan bidai dengan kendaraan pribadi,” jelasnya.

Saat ditanya apabila batas sudah dibuka dengan resmi, apakah tidak mengganggu pekerjaan yang selama ini digeluti oleh mereka untuk menafkahi keluarga, Masardi mengaku belum tahu apa yang akan mereka lakukan. “Semuanya tergantung kepada kebijakan pemerintah”, kata dia.

Ia mengungkapkan, organisadi PODJ yang dipimpinnya memiliki mekanisme dalam memilih pemimpin. Pergantian pengurus setiap dua tahun sekali. Setiap anggota memiliki hak untuk memilih kepengurusan baru. Tidak lama lagi akan diadakan pemilihan pengurus PODJ setelah Pilkades Jagoi Babang.

No Liu (28 tahun), Warga Desa Jagoi yang juga anggota PODJ, mengaku dirinya hanya bekerja selama dua hari sebagai ojek, yakni pada hari Jumat dan Minggu. Pada hari lainnya ia melakukan pekerjaan lain seperti menorah getah karet, dan menanam sayuran yang laku dijual di Serikin seperti jahe, kunyit, lada, dan cabai.

Liu berkisah, Pemerintah Pusat, Provinsi, bahkan Kabupaten tidak pernah memperhatikan mereka. Menurutnya, selama ini belum pernah ada bantuan untuk PODJ. Padahal para  pengojek tidak meminta lebih kepada pemerintah, mereka hanya meminta pemerintah memperbaiki kualitas jalan.

“Jalan memang sering diperbaiki. Tetapi dalam hitungan bulan sudah hancur lagi. Entah kapan baru bagus jalan di sini. Seharusnya pemerintah mengawasi para kontraktor yang mengerjakannya, yang merasakan ialah masyarakat disini, bukan pusat atau provinsi,” keluhnya.

Ojek sebagai simbol negara

Kehidupan di daerah perbatasan memang sangat dinamis. Banyak orang bergantung pada kegiatan perekonomian lintas batas.

Wajah perbatasan Indonesia dan Malaysia di wilayah itu sangat berbeda. Di perbatasan Malaysia, jalan-jalan terlihat rapi. Ada tentara bersenjata lengkap yang berjaga di perbatasan.

Sementara, di wilayah Indonesia, kita tidak melihat simbol kenegaraan yang membanggakan. Yang kita temukan adalah sekumpulan tukang ojek asal Jagoi Babang.

Tapi, pada merekalah kita harus berbangga hati. Mereka adalah tali perekat antarbangsa yang menjaga kehidupan berjalan harmonis di wilayah perbatasan.

Sudah saatnya pemerintah secara serius membangun daerah perbatasan, sehingga rakyat tidak merasa di anak-tirikan.

Sebab meski hidup dalam keterbasan ekonomi, terbatasnya infrastuktur dan perhatian pemerintah, warga di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia masih mencintai NKRI.

Jangan sampai masyarakat di wilayah perbatasan berpaling ke lain hati dan memilih WNM (Warga Negara Malaysia). Pepatah mengatakan, “lebih baik terlambat, dari pada tidak sama sekali”. 

https://regional.kompas.com/read/2017/08/24/06450001/naik-ojek-ke-negeri-jiran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke