Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Kepastian Hukum Kasus Dugaan Pencabulan Siswi TK di Bogor

Kompas.com - 22/08/2017, 09:51 WIB
Ramdhan Triyadi Bempah

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Kasus dugaan pencabulan yang dilakukan salah satu oknum penjaga sekolah TK Mexindo berinisial U terhadap salah satu siswi berinisal QZ (4,5) terus menuai tanggapan dari berbagai pihak.

Kasus itu dilaporkan ke Polresta Bogor Kota tertanggal 12 Mei 2017, dengan nomor surat LP/476/V/2017 tentang Tindak Pidana Melakukan Perbuatan Cabul Terhadap Anak sesuai Pasal 82 UU Nomor 35 Tahun 2014.

Berbagai pertanyaan mencuat dan menuding kinerja kepolisian lamban. Tudingan tersebut bukan tanpa alasan, sebab jika dirunut dari kejadian yang berlangsung Mei 2017, hingga kini (Agustus 2017) masih mengalami kendala.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan, jika mengacu kepada UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, batas waktu maksimal penanganan perkara adalah 30 hari.

(Baca juga: Polisi Dituding Lamban Tangani Kasus Pencabulan Siswi TK di Bogor)

Arist menceritakan, ketika pihaknya mendampingi keluarga korban melalui Quick Investigator Volunteer Komnas Anak Tim Jawa Barat disebutkan, kepolisian akan terus mengusut kasus tersebut termasuk memeriksa terduga pencabulan menggunakan alat lie ditector.

"Sampai hari ini masih ada keluhan dari pihak keluarga, ternyata polisi belum mendapatkan bukti-bukti yang cukup untuk diajukan ke jaksa penuntut umum. Ini yang membuat komplain keluarga itu," ujar Arist kepada KOMPAS.com, Senin (21/8/2017).

Arist mengaku sudah berupaya membantu psikis korban berupa trauma healing serta mendampingi keluarga korban melapor ke kepolisian.

Dirinya pun mendesak agar penyidik dan jaksa bekerja secara khusus, mengingat waktunya telah melebihi batas waktu yang ditentukan UU.

"Saya melihat runtutan-runtutan peristiwa itu terlampau lamban karena bisa dikategorikan melanggar sistem peradilan pidana anak yang paling lama memberikan waktu 30 hari," ucapnya.

(Baca juga: Penjaga Sekolah Diduga Cabuli Siswi TK di Bogor)

 

Ibu korban MF (27) yakin, jika anaknya telah menjadi korban pencabulan yang dilakukan oknum penjaga sekolah. Hal itu diperkuat dengan pernyataan dokter yang melakukan visum kepada korban.

Hasil visum menyebut, ada benda yang mau masuk ke dalam alat kelamin korban. Awalnya, MF tidak menaruh curiga ketika anaknya merasa kesakitan saat buang air kecil. Namun saat diperiksa, ternyata ada bercak darah di celana dalamnya.

"Saya yakin, anak saya itu korban pencabulan. Karena sejak awal, anak saya itu kenal dengan wajah dan nama si terlapor," ungkap MF.

Dirinya menuturkan, semenjak kejadian itu, ia mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan anaknya karena kondisinya yang masih trauma. Namun setelah dibujuk rayu dan diajak bicara, akhirnya korban mengaku diperlakukan cabul.

"Kalau ketemu dia (terlapor) selalu ketakutan, bahkan sampai ada saksi (teman korban) melihat anak saya bersama terlapor hendak dipangku. Tapi anak saya menolak, dan saksi sempat melapor ke wali kelas. Terlapor sempat dimarahi wali kelas saat itu," sambung MF.

MF berharap, polisi dapat mengusut kasus tersebut dan menangkap pelaku. Dia menghendaki adanya keadilan dan kejelasan hukum agar tidak terjadi pada anak-anak lainnya lantaran terlapor masih bebas berkeliaran.

"Kami dari pihak keluarga menginginkan keadilan saja. Waktu itu, kata penyidik polisi belum bisa menahan pelaku karena belum memenuhi unsur adanya dua alat bukti. Sekarang alat bukti itu ada, tapi belum juga ditangkap. Dari situlah hingga sekarang kita terus mempertanyakan kasus ini," tuturnya.

(Baca juga: Mahasiswa Terdakwa Pencabulan Anak TK di Madiun Divonis Bebas)

Sementara itu, Kepala Polresta Bogor Kota, Komisaris Besar Ulung Sampurna Jaya mengungkapkan, dalam menangani perkara tersebut, pihaknya harus memposisikan secara proposional dan profesional agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.

Ulung mengaku, polisi sejauh ini masih mengalami kesulitan meskipun sejumlah keterangan dan alat bukti sudah didapatkan.

"Masih dalam penanganan penyidik Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Bogor Kota dan sedang dilakukan penyidikan secara mendalam untuk mendapatkan bukti-bukti yang  dapat dipertanggungjawabkan secara hukum," ucapnya.

Dia menyebut, meski penyidik sudah mendapatkan sejumlah alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, barang bukti, dan hasil olah TKP, namun masih belum didapati keterangan yang sesuai antara yang satu dengan yang lain.

Selain itu, kasus tersebut masih perlu didalami lebih lanjut. "Tapi statusnya sudah ditingkatkan dari proses penyelidikan menjadi penyidikan," kata Ulung.

Angkat Bicara

Kepala Sekolah TK Negeri Mexindo Siti Sofiah berharap adanya kepastian dan kejelasan hukum terkait kasus tersebut. Siti meminta aparat penegak hukum agar kasus itu cepat selesai.

Pihak sekolah, lanjut Siti, hanya bisa menunggu hasil dari penyidikan polisi. Ia belum bisa mengambil sikap atas perkara yang menyeret salah satu pegawai sekolah. Ia baru bisa bertindak setelah polisi mengeluarkan putusan mengenani status terlapor.

"Kami tidak akan diam saja. Jika salah ya salah, jika benar ya benar," tutur Siti.

Ia menyebut, polisi sudah memeriksa lima saksi dari pihak sekolah, termasuk dirinya. Namun, Siti mengaku bingung dengan hasil penyidikan yang berlarut-larut.

"Kami kooperatif dalam kasus yang melibatkan pegawai penjaga sekolah kami. Maka itu, kami harap kasus ini jangan sampai berlarut-larut karena sudah terjadi dari bulan Mei lalu," ungkapnya. 

Kompas TV KPAI Prihatin Terhadap Korban Pencabulan di Palembang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com