Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Transmigran Lampung Berjibaku dengan Gajah

Kompas.com - 29/07/2017, 06:35 WIB
Sherly Puspita

Penulis

Kompas TV Lucu! Induk Gajak Ini Coba Selamatkan Anaknya yang Tenggelam

"Sesampainya di Purbolinggo, saya membeli sebidang tanah dari hasil penjualan tanah di Solo dan membangun rumah sedikit demi sedikit," ucapnya.

Tak lama berselang, ia menikahi Kati yang merupakan tetangganya di kampung yang sama-bertransmigrasi dan mendapatkan enam orang anak. "Tidak hanya saya dan keluarga, di sekitar daerah sini juga ada transmigran-transmigran lain yang juga mengadu nasib di sini," ujarnya.

Para transmigran tersebut tak hanya datang dari Solo. Namun ada juga yang datang dari Kebumen, Sunda hingga Banyumas.

"Hingga saat ini masih ada blok-blok yang mengatasnamakan nama daerah mereka masing-masing sebelum transmugrasi ke Lampung, seperri Tegal Yoso Solo, Tegal Yoso Kebumen, Tanjung Inten Banyumas dan Tambah Dadi Pacitan," paparnya.

Baca juga: Cerita Transmigran dari Jawa yang Dianggap Perambah Hutan

Melawan gajah

Di Lampung Atmo dan istrinya bekerja sebagai petani. Dengan menanam berbagai jenis palawija Atmo mengais pundi-pundi rezeki di tanah rantau yang telah menjadi bagian penting dari hidupannya tersebut.

Pada tahun 1980-an Atmo sempat mengalami kejadian paling tak terlupakan sepanjang hidupnya. Ketika itu dia harus bertaruh nyawa untuk menyelamatkan hasil panenya.

"Saat itu saya menanam padi dan sudah waktunya panen. Saya sudah selesai memotong padi dan menumpuknya di tepi sawah. Tiba-tiba empat ekor gajah datang dan mendekati tumpukan panen saya," kisahnya.

Dia lantas berusaha mengejar gajah-gajah tersebut untuk menyelamatkan penennya. Namun tak disangka-sangka, keempat gajah justru balik mengejar Atmo yang kala itu hanya seorang diri.

"Waktu itu sungai-sungai belum ada lampu, saya tidak tahu di depan saya ada sungai dan saya tercebur saat kondisi air sedang banjir dan saya tenggelam," kata dia.

Ia berenang ke tepian dan berusaha meraih batang pohon terdekat. Ketika tubuhnya berhasil tiba di tepian, ia terkejut karena melihat kawanan gajah masih menunggunya di tepi sungai.

"Saya takut sekali dan berusaha memanjat pohon yang batangnya hanya sebesar paha saya itu. Di bawah gajah menggeram. Kalau dia dorong batang pohon yang saya panjat, sudah pasti saya akan jatuh dan jadi bulan-bulanan si gajah," sebutnya.

Tak lama kemudian ia melihat di seberang sungai ada beberapa orang pegawai kecamatan datang namun tak berhasil melihat dirinya yang tengah berada di atas pohon.

"Waktu itu mungkin keluarga saya curiga kenapa saya tidak juga kembali lalu melapor ke kecamatan. Tapi mereka tidak tau saya di pohon dan tidak tau ada empat gajah di dekat saya karena tertutup semak yang cukup tinggi, saya juga tidak bisa berteriak karena takut gajah akan marah," ucapnya.

Baca juga: Lahan 3 Hektar Tak Diberi, Transmigran Ini Jadi Satpam Bergaji Rp 76.000 Sehari

Para petugas kecamatan kemudian pergi meninggalkan tepi sungai. Atmo pun tak dapat melakukan apapun selain berdoa dan berharap para gajah segera pergi.

"Saya manjat jam 10 malam dan gajah baru pergi jam 4 subuh. Saya langsung pulang dan menemui keluarga saya menangis, dikira saya sudah mati," sebut dia.

Atmo mengatakan, kini ERU cukup membantu dirinya dan petani lain untuk menjaga gajah liar tak memasuki area pertanian dengan melatih sejumlah gajah untuk membantu mengusir kawanan gajah-gajah liar.

Hingga hari ini, hanya ucapan syukur yang dapat dia panjatkan. Syukur untuk kesempatan yang diberikan Sang Khalik sehingga ia dan keluarganya dapat tetap hidup di tanah rantau. Syukur untuk kondisi pertanian yang jauh lebih aman dengan kehadiran ERU yang telah menghadirkan "diplomasi" antara manusia dengan para gajah liar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com