Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Tarik Ulur Pengesahan Perda Kawasan Tanpa Rokok di Lampung (1)

Kompas.com - 06/07/2017, 06:08 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah

Penulis


Semula, Abdullah yang akrab dipanggil Aab enggan menanggapi perbaikan dari Biro Hukum pemerintah provinsi. Namun, dirinya justru mendapat panggilan dari Biro Hukum Depdagri.

Dalam draft Raperda KTR Provinsi Lampung bab 3 pasal 5 diatur bahwa Kawasan Tanpa Rokok meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar, tempat kegiatan anak-anak. Kemudian tempat ibadah, fasilitas olahraga, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum lainnya yang ditetapkan.

"Pada tempat yang telah ditentukan, tidak boleh ada iklan rokok yang berjarak sekitar 1 kilometer," tambah Aab.

Akibat Perda KTR yang tak kunjung disahkan, iklan rokok di jalan protokol terpasang bebas dan sangat mudah dilihat oleh khalayak. Selain itu, iklan rokok dengan ukuran besar juga ada di jalan menuju Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Muluk (RSUDAM) Lampung, kantor pemerintahan, dan stadion olah raga.

"Kendala kedua ada permintaan kawan-kawan supaya nanti dulu ditindaklanjuti perda KTR nya, karena masih banyak yang merokok," kata Aab sambil tertawa.

Lepas dihambat sejumlah anggota dewan yang kecanduan rokok, Raperda KTR juga dihambat Gubernur Lampung Ridho Ficardo. Pada 15 Juni 2017 lalu, dia kedapatan merokok di ruang publik bersama anggota DPRD Lampung, persisnya di gedung DPRD Lampung.

Tak hanya Gubernur, Wakil Gubernur juga kedapatan merokok di sekitar kantor pemerintah provinsi saat acara halal bihalal bersama para aparatur sipil pemerintahan Provinsi Lampung.

"Wah, sudah biasa Pak Gub merokok dimana saja dia suka, sampai saya pernah meminta untuk berhenti sejenak karena saya ingin wawancara beliau," kata salah satu wartawan yang biasa bertugas di Pemerintahan Provinsi Lampung.

"Wong hampir semua pejabat teras merokok kecuali setdanya saja," katanya lagi.

Kendala lain yang masih menjadi perdebatan jika perda ini diberlakukan adalah tumpang tindih antara pihak yang berwenang pada urusan penegakan hukum. "Ada kekhawatiran nanti memberi kesempatan oknum untuk praktik pemerasan kepada yang melakukan pelanggaran," ujar Aab lagi.

Kepala Biro Hukum Provinsi Lampung Zulfikar membenarkan bahwa ada revisi draft Rapeda KTR Lampung dari pusat. Pusat membatasi ruang lingkup penegakan perda ini supaya tidak terjadi kebingungan dalam praktik penegakan hukum lapangan.

"Misalnya terjadi pelanggaran di hotel yang bukan milik pemerintah provinsi, siapa yang berwenang untuk penegakan hukum? Atau misalnya pelanggaran terjadi di kampus yang bukan milik provinsi dan kabupaten? Itu bukan wilayahnya provinsi," katanya.

Kemendagri menyarankan Pemerintah Provinsi Lampung merujuk Perda KTR Kalimantan Timur yang sudah baik dalam penerapannya. Meski demikian, Zul menegaskan bahwa logika peraturan yang telah dibuat di atas setingkatnya, idealnya bisa diterapkan langsung ke bawah tanpa ada pertentangan lagi.

"Secara resmi revisi Raperda KTR hasil saran pusat baru akan diserahkan pemerintah kepada Panitia khusus Raperda KTR setelah lebaran," ujarnya.

Zulfikar juga mengatakan bahwa Raperda KTR Provinsi Lampung tidak masuk rancangan aturan yang diprioritaskan untuk segera disahkan. "Ada perda lain yang lebih prioritas dan segera disahkan adalah raperda RTRW dan zonasi pesisir," katanya.

Sementara, Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung Muhammad Ilyas menegaskan pengesahan Perda KTR di Lampung jangan terhambat hanya karena usulan dari Depdagri.

“Presiden atau Menteri boleh saja memberi usulan, tetapi pemerintah daerah punya hak otonom untuk mengatur teknis sanksi lewat pergubnya yang mengacu pada Perda tersebut. Secara otomatis regulasi itu berlaku sampai tingkat paling bawah tanpa pengecualian. Apalagi KTR ini menyangkut hak kesehatan orang banyak. Tidak ada alasan lagi untuk lama disahkan,” kata Ilyas.

(Bersambung: Di Balik Tarik Ulur Pengesahan Perda Kawasan Tanpa Rokok di Lampung (2)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com