Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Tarik Ulur Pengesahan Perda Kawasan Tanpa Rokok di Lampung (1)

Kompas.com - 06/07/2017, 06:08 WIB
Kontributor Lampung, Eni Muslihah

Penulis

BANDARLAMPUNG, KOMPAS.com – Sekelompok pemuda ini saling menyesap rokok elektrik seusai berbuka puasa bersama di sebuah hotel di Bandarlampung. 

"Enak loh ini rasa kopi," Kata Rian sambil mengisap rokok elektrik dan membuang asap dari mulut dan hidungnya, beberapa waktu lalu.

Asap tebal uap nikotin cair yang terbakar Vape, istilah rokok elektrik itu, mengundang perhatian anak-anak di sekitarnya.

"Aku mau kaya om itu, rokoknya keren asapnya banyak," kata Arsyad (6) yang terkagum melihat gerombolan pemuda merokok bersama.

Tak peduli siapa saja bisa menyimak kegiatan itu, sekelompok pemuda tersebut justru acuh dan membuang kepulan asap ke anak-anak yang menyaksikan mereka. Sesekali anak-anak tertawa riang menangkap asap rokok tebal yang diarahkan ke mereka.

Di Hotel itu, tak ada satu orang pun yang mau menegur para pemuda. Apalagi, Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Provinsi Lampung belum ketuk palu.

Tapi dari Lampung pula, asa untuk perang melawan tembakau digagas Komunitas Anggota Muda IAKMI (PAMI) Lampung. Mereka gencar menyosialisasikan bahaya tembakau ke berbagai sekolah. Mereka mau manyadarkan para siswa untuk tidak merokok.

"Jangankan di kalangan komunitas pemuda usia produktif, bahkan di sekolah yang sudah jelas harus terbebas dari asap rokok saja, kami tetap ditolak dengan alasan tertentu," kata Anggun Pretty Wulandari (22), Ketua PAMI Lampung.

Salah satu pihak yang menolak niat baik kegiatan PAMI adalah SMA 1 di Lampung Utara. Pihak guru tidak menginginkan pemuda PAMI menyosialisasikan Kawasan Tanpa Rokok.

"Guru sendiri yang menolak kami, karena dia sendiri pecandu rokok," tutur aktivis pengendalian tembakau di Lampung ini.

Penolakan ini membuat pegiat anti tembakau PAMI semakin tertantang untuk terus menyadarkan para pemuda bebas dari rokok. PAMI pun fokus mengkampanyekan “Keren Tanpa Rokok” di berbagai kampus dan sekolah. Mereka menyisipkan pesan pemuda bebas tanpa rokok lewat kegiatan seni dan budaya yang kreatif.

Hingga kini, baru empat sekolah di Lampung Tengah dan Lampung Utara yang menjadi binaan PAMI. Lampung Tengah sudah menerapkan Perda KTR, sedang Lampung Utara belum sama sekali. "Kami coba menggerakan anti tembakau pada kalangan pemuda lewat aspek kesehatan dan aspek ekonomi," ujarnya.

Sedangkan untuk kampus, baru Umitra yang sudah menolak sponsor dari produk rokok. "Kawan-kawan mulai menyadari, sebetulnya mendapat sponsor rokok dalam satu kegiatan juga mendapat target menjual rokok yang telah ditentukan oleh industri rokok," ucapnya.

Pada 31 Mei lalu, Hari Pengendalian Tembakau Sedunia diperingati. PAMI Lampung dengan sumber daya manusia yang terbatas terus mengkampanyekan bahaya rokok. Bersama aktivis kesehatan yang ada di Lampung, mereka menggalang petisi menolak rancangan RUU Pertembakauan.

Penyumbang Inflasi

Rokok memang jadi masalah di Lampung. Data dari Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung menyebutkan rokok menjadi penyumbang inflasi pada bulan Mei 2017. Inflasi di Kota Bandar Lampung mencapai 0,89 persen pada Mei 2017.

“Ada empat kelompok pengeluaran memberikan andil inflasi di Kota Bandar Lampung, yaitu bahan makanan, makanan jadi, termasuk rokok dan tembakau, kelompok perumahan transport, komunikasi dan jasa,” kata Kepala BPS Lampung, Yeane Irmaningrum, saat ekspose di kantornya, Bandarlampung.

Kelompok rokok dan tembakau bersama makanan jadi menyumbang inflasi sebesar 0,03 persen, masuk urutan kedua setelah kelompok bahan makanan.

Polemik KTR

Niat untuk membebaskan ruang publik dari rokok tampaknya sulit disebarluaskan ke masyarakat di Lampung. Sebab, Provinsi Lampung tak memiliki regulasi untuk mengendalikan produk tembakau dan dampaknya.

Sebenarnya, draft Perda KTR di Provinsi Lampung sudah digulirkan sejak periode Pemerintahan Gubernur Lampung Sjachroedin ZP. Tapi hingga berganti pemerintahan, beleid pengendalian tembakau tak kunjung disahkan.

Abdullah Fadri Auly adalah ketua Pansus Rancangan Perda KTR dari DPRD Provinsi Lampung. Menurutnya, semua fraksi di DPRD sudah menyetujui rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok yang diusulkan Pemerintah Provinsi Lampung.

Dari rapat maraton dengan pemerintah, tokoh agama, kesehatan, pelaku industri hotel, swalayan, bahkan manajemen rokok sendiri, tak satupun yang menolak Perda KTR lahir dari prakarsa Pemerintah Provinsi Lampung.

"Secara keseluruhan tidak ada masalah dan sudah bisa disahkan akan tetapi ada dua persoalan yang belum tuntas," kata Abdullah Padly Auli.

Masalah pertama, menurutnya, ada koreksi dari Biro Hukum Pemerintah Provinsi Lampung yang merupakan perpanjangan dari Kementerian Dalam Negeri. Dalam koreksinya, Biro Hukum Pemprov Lampung mengatakan, perda hanya berlaku pada ruang-ruang yang merupakan milik pemerintah Provinsi Lampung itu sendiri.

Dalam usulan perubahan dari Depdagri, yakni pada bab 5 pasal 20, larangan merokok berlaku pada fasilitas kesehatan provinsi, tempat belajar mengajar milik provinsi, tempat bermain anak milik provinsi, tempat ibadah milik provinsi.

Lalu di fasilitas olahraga tertutup milik provinsi, angkutan umum yang trayeknya melintasi kota dan kabupaten, kendaraan dinas pegawai provinsi, bus pegawai provinsi, tempat kerja perangkat daerah, bandara, pelabuhan laut dan tempat lain yang berkenaan dengan kewenangan provinsi.

Kemudian dalam pasal 13 tentang ketentuan pidana diatur setiap penanggung jawab, orang, atau badan yang melanggar mendapat sanksi pidana selama 3 bulan atau denda sedikitnya Rp 250.000 sampai Rp 5 juta.

"Saya sebagai orang yang pernah belajar teknik perundangan merasa aneh dengan aturan ini, mengapa ada pengecualian. Ini tidak saya tanggapi," ujarnya.


Semula, Abdullah yang akrab dipanggil Aab enggan menanggapi perbaikan dari Biro Hukum pemerintah provinsi. Namun, dirinya justru mendapat panggilan dari Biro Hukum Depdagri.

Dalam draft Raperda KTR Provinsi Lampung bab 3 pasal 5 diatur bahwa Kawasan Tanpa Rokok meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar, tempat kegiatan anak-anak. Kemudian tempat ibadah, fasilitas olahraga, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum lainnya yang ditetapkan.

"Pada tempat yang telah ditentukan, tidak boleh ada iklan rokok yang berjarak sekitar 1 kilometer," tambah Aab.

Akibat Perda KTR yang tak kunjung disahkan, iklan rokok di jalan protokol terpasang bebas dan sangat mudah dilihat oleh khalayak. Selain itu, iklan rokok dengan ukuran besar juga ada di jalan menuju Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Muluk (RSUDAM) Lampung, kantor pemerintahan, dan stadion olah raga.

"Kendala kedua ada permintaan kawan-kawan supaya nanti dulu ditindaklanjuti perda KTR nya, karena masih banyak yang merokok," kata Aab sambil tertawa.

Lepas dihambat sejumlah anggota dewan yang kecanduan rokok, Raperda KTR juga dihambat Gubernur Lampung Ridho Ficardo. Pada 15 Juni 2017 lalu, dia kedapatan merokok di ruang publik bersama anggota DPRD Lampung, persisnya di gedung DPRD Lampung.

Tak hanya Gubernur, Wakil Gubernur juga kedapatan merokok di sekitar kantor pemerintah provinsi saat acara halal bihalal bersama para aparatur sipil pemerintahan Provinsi Lampung.

"Wah, sudah biasa Pak Gub merokok dimana saja dia suka, sampai saya pernah meminta untuk berhenti sejenak karena saya ingin wawancara beliau," kata salah satu wartawan yang biasa bertugas di Pemerintahan Provinsi Lampung.

"Wong hampir semua pejabat teras merokok kecuali setdanya saja," katanya lagi.

Kendala lain yang masih menjadi perdebatan jika perda ini diberlakukan adalah tumpang tindih antara pihak yang berwenang pada urusan penegakan hukum. "Ada kekhawatiran nanti memberi kesempatan oknum untuk praktik pemerasan kepada yang melakukan pelanggaran," ujar Aab lagi.

Kepala Biro Hukum Provinsi Lampung Zulfikar membenarkan bahwa ada revisi draft Rapeda KTR Lampung dari pusat. Pusat membatasi ruang lingkup penegakan perda ini supaya tidak terjadi kebingungan dalam praktik penegakan hukum lapangan.

"Misalnya terjadi pelanggaran di hotel yang bukan milik pemerintah provinsi, siapa yang berwenang untuk penegakan hukum? Atau misalnya pelanggaran terjadi di kampus yang bukan milik provinsi dan kabupaten? Itu bukan wilayahnya provinsi," katanya.

Kemendagri menyarankan Pemerintah Provinsi Lampung merujuk Perda KTR Kalimantan Timur yang sudah baik dalam penerapannya. Meski demikian, Zul menegaskan bahwa logika peraturan yang telah dibuat di atas setingkatnya, idealnya bisa diterapkan langsung ke bawah tanpa ada pertentangan lagi.

"Secara resmi revisi Raperda KTR hasil saran pusat baru akan diserahkan pemerintah kepada Panitia khusus Raperda KTR setelah lebaran," ujarnya.

Zulfikar juga mengatakan bahwa Raperda KTR Provinsi Lampung tidak masuk rancangan aturan yang diprioritaskan untuk segera disahkan. "Ada perda lain yang lebih prioritas dan segera disahkan adalah raperda RTRW dan zonasi pesisir," katanya.

Sementara, Kepala Divisi Hak Sipil dan Politik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandarlampung Muhammad Ilyas menegaskan pengesahan Perda KTR di Lampung jangan terhambat hanya karena usulan dari Depdagri.

“Presiden atau Menteri boleh saja memberi usulan, tetapi pemerintah daerah punya hak otonom untuk mengatur teknis sanksi lewat pergubnya yang mengacu pada Perda tersebut. Secara otomatis regulasi itu berlaku sampai tingkat paling bawah tanpa pengecualian. Apalagi KTR ini menyangkut hak kesehatan orang banyak. Tidak ada alasan lagi untuk lama disahkan,” kata Ilyas.

(Bersambung: Di Balik Tarik Ulur Pengesahan Perda Kawasan Tanpa Rokok di Lampung (2)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com