Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kawasan Tanpa Rokok di Medan, Antara Ada dan Tiada (2)

Kompas.com - 05/07/2017, 22:32 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

Untuk kawasan pendidikan, Oka menyebut sekolah-sekolah elite di pusat Kota Medan KTR sudah menerapkan kawasan tanpa rokok secara ketat. 

"Tapi di pinggiran kota, tidak tahu. Soalnya masih terdengar ada guru mengajar sambil merokok, kalau di sekolah-sekolah elite, sudah selesailah. Karena institusi pendidikan dikuatkan lagi dengan Permendikbud untuk KTR di sekolah-sekolah," tutur Oka.

Di Universitas Sumatera Utara (USU), lanjut dia, hanya Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) yang ketat memberlakukan kawasan tanpa rokok.

Oka mengisahkan, kala itu, saat mahasiswa FKM USU menyelenggarakan diskusi untuk mendapat dukungan BEM seluruh fakultas agar USU menerapkan KTR dan menolak sponsorship dari industri rokok berupa beasiswa, Fakultas Kedokteran paling keras menolak.

Dekan FKM USU, Prof Dr Dra Yustina M Si, mengatakan, fakultasnya sudah menerapkan KTR sejak 2011. Alasannya sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan, tempat-tempat pendidikan merupakan kawasan KTR.

"Dari perspektif kesehatan, merokok bukan perilaku yang sehat. Progresnya sampai hari ini sangat bagus. KTR itu kebutuhan masyarakat, Perda KTR adalah upaya dan indikator awal komitmen yang baik. Pelaksanaannya berproses!" kata Ida.

Dalam pandangannya, kalau ingin Indonesia bebas asap rokok maka masyarakatnya tidak merokok. Kebijakan dan aturan sudah capek-capek dibuat, kata dia, hendaknya dilaksanakan supaya menolong masyarakat untuk tidak teridap penyakit yang bersumber dari asap rokok.

Dicecar kemungkinan masyarakat masih mengkonsumsi rokok karena tidak tahu ada aturan yang mengatur, sanksi hukumnya sangat ringan dan sosialisasi bahaya merokok tidak maksimal, dia mengangguk.

"Semua memiliki kemungkinan untuk memberi kontribusi atas situasi yang dinilai masih belum sesuai harapan ini," ucapnya.

Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan kota Medan, dr Pocut Fatimah Fitri MARS mengatakan, pihaknya sudah menganggarkan 20 unit TKM dengan biaya per unit Rp 30 juta dengan pelaksananya Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan. Ke depannya, pengadaan TKM akan diajukan sebanyak 20 unit setiap tahun.

"APBD Kota Medan harus menyerap dana pajak rokok dan menyalurkannya. Karena ada dana pajak rokok, yang mahal-mahal pun dibiayai supaya terserap dana pajak rokok itu. Termasuklah TKM ini," kata Pocut.

Kemudian pengadaan 20 unit smoke analizer untuk 20 Puskesmas di Kota Medan.

Dinkes Medan sudah menyampaikan ke semua petugas tenaga medis (PTM) di Puskesmas agar siap menjadi klinik upaya berhenti merokok (UBM) supaya masyarakat yang ingin berhenti merokok akan mendatangi Klinik UBM untuk berkonsultasi dan meminta penjelasan tentang bahaya rokok.

Saat ini, sosialisasi sedang diupayakan berkembang ke anak sekolah. Ketika sosialisasi KTR di sekolah dan guru ada melihat siswanya sudah mulai merokok, langsung dibina untuk berhenti merokok dengan membawanya ke Klinik UBM.

"Di klinik UBM, secara umum akan diperiksa jantungnya, tensinya, standar Puskesmas-lah. Lebih bagus lagi kalau pakai smoke analizer, jadi ketahuan pasien yang ingin berhenti ini memang mau berhenti atau tidak. Di nafasnya akan kelihatan kadar CO dan nikotinnya, supaya masyarakat yakin bahwa merokok itu jelek," ucapnya.

Tahun depan, lanjut dia, akan kembali dianggarkan 20 unit smoke analizer untuk 20 Puskesmas. Harapannya semua Puskesmas punya Klinik UBM yang mapan.

Soal data prevalensi perokok Kota Medan, Pocut mengakui belum pernah melakukan survei namun sudah mengusulkan berulang kali ke Litbang Pemko Medan karena untuk melakukan survei dananya cukup besar sebab ada cara dan metodelogi untuk mendapatkan angka prevalensi. Sebelum angka didapat, pihaknya mengadopsi hasil-hasil Riskesdas dan survei-survei nasional.

"Anggaplah bagian dari itu, gak jauh bedanya dengan survei yang dilakukan sendiri dengan survei Riskesdas dan survei nasinal. Kemungkinan angkanya sama," ucap Pocut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com