Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Wanita Pawon Gendis yang Raih Penghargaan karena Kuliner Ekstrem

Kompas.com - 25/05/2017, 06:30 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pawon Gendis, begitu nama kelompok wanita tani (KWT) di Pedukuhan Salak Malang, Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.

Kelompok yang beranggotakan 44 orang itu mengolah daun pegagan, tanaman liar yang hidup di sawah dan hutan, menjadi makanan. Salah satunya adalah cokelat pegagan, yang merupakan campuran biji kakao dengan daun pegagan.

Kelompok Wanita Tani di Pedukuhan Salak, Malang, itu memiliki nama Pawon Gendis. Dalam bahasa Indonesia, pawon gendis itu berarti dapur manis.

Namun, menurut ketua KWT Pawon Gendis Dwi Martuti Rahayu (34), nama kelompok tani itu tak hanya berarti harfiah saja. Pawon, kata dia, memiliki makna tempat produksi milik semua orang tanpa melihat perbedaan agama, pekerjaan, latar belakang, usia, dan lainnya. Adapun gendis, lanjutnya, memiliki makna menguntungkan.

"Produk yang kami hasilkan itu tidak hanya makanan, dan apa yang dihasilkan dari pawon (dapur) kami itu menguntungkan dan mensejahterakan anggota dan masyarakat sekitar," ujar Tuti, panggilan akrab Dwi Martuti Rahayu, ketika berbincang dengan Kompas.com, Rabu (24/7/2017).

Baca juga: Kuliner Unik dari Kulon Progo, Cokelat Dicampur Daun Pegagan Liar

Dikatakan Tuti, Pawon Gendis resmi dibentuk pada Mei 2013 dengan anggota yang berjumlah 29 orang. Menurutnya, ke-29 anggota itu merupakan warga Pedukuhan Salak Malang yang semuanya wanita.

Terbentuknya kelompok itu dilatarbelakangi ketertarikan warga terhadap inovasi dan kreasinya mengolah daun pegagan menjadi bahan makanan.

"Sebetulnya Pawon Gendis itu brand pribadi, tapi karena warga di sini belum punya kelompok, akhirnya brand itu saya relakan untuk menjadi nama kelompok wanita tani di sini," ucap Tuti.

Awal mula Pawon Gendis

Tuti menceritakan, Pawon Gendis merupakan nama merek makanan olahan buatannya. Hal itu bermula ketika dia berulang kali memenangkan lomba memasak di tingkat kecamatan sampai provinsi.

Beberapa produk makanan dari bahan "ekstrem" buatannya itu selalu mendapatkan nilai tertinggi dalam lomba memasak. Ia pernah membuat sale dari kulit pisang, kacang dari biji rambutan, dan makanan dengan bahan tak wajar lainnya.

 

"Karena sering ikut lomba, saya ingin punya produk dan ada yang nawarin pameran. Akhirnya saya buat produk hasil lomba. Ternyata dengan makanan bahan ekstrem itu hanya mengundang penasaran, tidak ada yang mau terus-terusan ngemil biji rambutan," tutur Tuti.

KOMPAS.com/Teuku Muh Guci S Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Pawon Gendis,Dwi Martuti Rahayu (34), memamerkan produk makanan olahan dari daun pegagan di Pedukuhan Salakmalang, Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Rabu (24/5/2017).

Belajar dari perajin peyek pegagan yang sudah ada di Kulon Progo, ia pun mencoba mengolah daun pegagan menjadi aneka camilan. Sampai saat ini ia pun terus mengembangkan produk makanan berbahan tanaman liar yang tumbuh di sawah dan hutan sampai saat ini.

Tuti pun membudidayakan daun pegagan di atas tanah milik desa untuk memenuhi kebutuhan produksinya.

"Karena saya tidak punya lahan saya menyewa tanah, kemudian saya cangkuli sendiri dan saya tanami pegagan. Awal-awal orang menganggap remeh, kenapa sudah sewa tapi kok tanahnya ditanami tanaman liar. Sempat dibilang kaya wong edan," ujar Tuti.

Baca juga: "Banyuwangi In Your Hand", Mudahnya Cari Info Kuliner dan Tempat Wisata

Namun anggapan itu berbalik. Warga mulai tertarik dengan apa yang dilakukan Tuti hingga akhirnya terbentuk KWT. Ia menyebut, warga mulai melihat produk olahan makannya berpeluang dan berpotensi meningkatkan taraf ekonomi. KWT pun dibentuk untuk wahana belajar, kerja sama, dan unit produksi.

"Kelompok kami tidak seperti kelompok tani yang lain, yaitu harus mengerjakan produk bersama-sama dan hasilnya sama. Tidak mungkin karena masing-masing anggota memiliki kesibukan yang berbeda, Maka dari awal kami tidak membuat kelompok yang seperti itu," ucap Tuti.

 

Dikatakan Tuti, seluruh anggota KWT Pawon Gendis menanam daun pegagan di halaman rumahnya. Namun, setiap anggota kelompok dibebaskan dalam pengelolaan tanaman liar itu.

Menurutnya, anggota KWT ada yang mengolah daun pegagan secara mandiri dan ada pula yang menjual kepadanya.

"Hasil menanam daun pegagan itu kami kembalikan ke masing-masing anggota. Karena tujuannya untuk menumbuhkan potensi. Untuk dibuat peyek atau cokelat saya tidak melarang. Dijual ke luar kelompok juga tidak masalah. Karena harga daun pegagan ini memang mahal, Rp 20.000 per kilogramnya," tutur Tuti.

Raih penghargaan

Melalui upayanya itu, Tuti dan kelompoknya meraih prestasi yang membanggakan. KWT Pawon Gendis berhasil meraih penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara. Penghargaan itu diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 21 Desember 2015.

"Pegagan pernah ikut lomba ketahanan pangan yang parameternya banyak. Kami sendiri tidak tahu bisa lolos, karena kelompok baru dibentuk dua tahun," kata Tuti.

Dikatakan Tuti, tempatnya mulai sering dikunjungi kelompok tani dari berbagai daerah. Wisatawan lokal dan mancanegara pun mulai berdatangan untuk mencicipi dan membeli produk buatan KWT Pawon Gendis itu.

"Setelah penghargaan itu kami baru dikenal. Tapi karena niat awal kami tidak kepikiran mau terkenal, mau diekpose apalagi dapat penghargaan. Bagi kami itu bonus," ujar Tuti.

Tuti mengatakan, Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo pun memasukkan produknya ke program bela dan beli Kulon Progo. Alhasil, produknya dijual di toko milik rakyat (tomira) di Kulon Progo. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo pun kerap membeli produknya untuk kegiatan hajat atau untuk suvenir tamu undangan.

"Setelah kami dikenal Pak Hasto, kami meminta beliau agar daun pegagan ini masuk ke dalam indikator geografis. Karena kami pernah dibom harga oleh petani daun pegagan asal Temanggung sehingga kami tidak bisa jualan selama sebulan," kata Tuti.

Kompas TV Lobster Keju Bakar Jadi Referensi Kuliner
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com