SEMARANG, KOMPAS.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah dalam memberantas buta huruf.
“Di Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Papua itu masih 10 persen. Angka partisipasi kasar di perguruan tinggi juga masih rendah,” kata Sri Mulyani di sela orasi ilmiah di Kampus Unnes Semarang, Kamis (30/3/2017).
Ani membenarkan bahwa alokasi anggaran pendidikan nasional saat ini naik terus. Namun, alokasi yang ada belum bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Namun demikian, partisipasi belajar putra bangsa meningkat.
Berdasarkan studi dari Bank Dunia, lanjut Ani, tingkat partisipasi tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama meningkat pesat.
Partisipasi tingkat SD partisipasi sudah mencapai 95 persen, sementara pada tingkat SMP meningkat dari 65 persen menjadi 78 persen.
Untuk partisipasi tingkat SMA meningkat dari 39 persen menjadi 60 persen. Pada tingkat perguruan tinggi, akses pendidikan belum bisa dinikmati secara luas oleh masyarakat.
“Hanya sekitar 10 persen mahasiswa dari kelompok berpendapatan 40 persen ke bawah. Kalau dibandingkan 20 persen berpendapatan tinggi yang sudah mencapai mencapai 75 persen dari total mahasiswa di Indonesia," tambah dia.
Selain itu, naiknya alokasi anggaran pendidikan juga belum bisa menuntaskan proses perbaikan ruang kelas. Berdasarkan data yang dikutip dari Kementerian Pendidikan tahun 2014, masih ada 200.000 ruang kelas SD yang rusak, 75.000 ruang kelas SMP dan 27.000 ruang kelas SMA.
“Saya menjadi Menkeu 10 tahun lalu, 10 tahun lalu kami sudah hitung bersama menteri pendidikan untuk menyelesaikan seluruh perbaikan ruang kelas di Indonesia. Waktu itu angka Rp 37 triliun, sekarang anggaran Rp 400 triliun, tapi kita masih banyak ruangan kelas masih belum baik,” tambahnya.
(Baca juga: Sri Mulyani Terima Penghargaan Tertinggi dari Unnes)
Sementara itu, untuk kompetensi guru, lanjut Sri, hanya di Pulau jawa yang bisa mencapai statistik nasional. Dari 3 juta guru yang ada, sebagian di antaranya telah mempunyai sertifikasi.
Sri Mulyani lalu mengutip studi bank dunia bahwa kualitas guru melalui sertifikasi mencapai tujuan yang dituju, yaitu adanya sistem belajar dan mengajar yang baik. Proses pengajaran tidak hanya sertifikat.
“Sertifikat yang menjadi keharusan harus ditambah dengan proses pengembangan profesional dan berkelanjutan, serta adanya sistem penilaian dan sistem karir yang adil. Ini penting Proses pengajaran yang berkualitas tinggi, yang pada gilirannya menciptakan murid yang berkualitas tinggi,” ucapnya.
Ani teringat pesan dari kedua orangtuanya sebagai pendidik yang terus bercerita bagaimana mendidik guru melalui kampus IKIP. Orangtuanya prihatin karena guru yang dididik di IKIP bukan siswa terbaik sehingga guru itulah yang gilirannya mendidik generasi mendatang.
“Mungkin hari ini berbeda dibanding masa kedua orangtua masih hidup karena anggaran pendidikan meningkat, profesi guru menjadi profesi cukup diminati,” tambahnya lagi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.