Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abdul Ghofir Nawawi, Guru Penjaga Kebinekaan Indonesia

Kompas.com - 25/11/2016, 07:50 WIB
Rosyid A Azhar

Penulis

Kepada guru yang mengajar di sekolahnya, Abdul Ghofir berpesan bahwa tugas guru itu hanya mengajar sesuai dengan kurikulum.

Guru diminta tidak menceritakan macam-macam yang mendatangkan konflik kepada anak-anak. Biarkan anak-anak tumbuh dan berkembang untuk memahami perbedaan keyakinan dan dapat menyelesaikan masalahnya.

Tidak semua upaya berjalan mulus, banyak kendala yang dihadapinya. Yang paling mendera adalah kelangkaan air bersih. Ini masalah sejak awal berdirinya desa.

Sekolah dan masyarakat harus menghemat air. Tidak ada sumber air yang bisa didapat di desa. Pernah dibor hingga kedalaman 10-20 meter, tetapi tidak ada air. Bahkan pernah mencapai 200 meter pun tidak ada air.

Sekolah ini akhirnya memanfaatkan sungai yang jauh untuk menjadi pemasok air. Sumur di tepi sungai disedot menggunakan mesin dalam penampungan. Dari penampungan ini, air disedot lagi untuk dialirkan ke sekolah dan warga sekitar.

"Musim kemarau lalu kami terpaksa membeli air dari luar seharga lebih dari Rp 50 juta. Ada juga pasokan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pohuwato," kata Abdul Ghofir.

Bagi banyak orang, kata Banuroja merupakan akronim dari Bali, Nusa Tenggara, Gorontalo dan Jawa, sesuai asal penduduk yang mendiaminya. Namun, bagi Abdul Ghofir, Banuroja itu berasal dari bahasa Arab, yakni banu dan roja. Banu atau bani berarti keluarga atau generasi dan roja berarti optimistis. Mereka yang tinggal di sini adalah generasi yang optimistis menatap masa depan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com