Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setorkan Sampah untuk Nikmati Sekolah

Kompas.com - 13/10/2016, 06:34 WIB
Irma Tambunan

Penulis

Cicil setiap waktu

Pembayaran SPP bulanan dapat dicicil setiap waktu. Ririn pun jadi rajin mengumpulkan barang-barang yang tak terpakai lagi. Seminggu sekali sampah dibawa ke sekolah. Yang paling mahal nilainya adalah kaleng aluminium bekas minuman, Rp 10.000 per kilogram. Sementara gelas plastik dihargai Rp 2.000 per kg, botol kaca Rp 200, koran bekas dan kardus Rp 2.000 per kg,

Ide menjadikan sampah sebagai alat bayar pendidikan di Jambi digagas Adi Putra (37), penyiar muda di Radio Republik Indonesia (RRI) Jambi. Dia menyulap rumahnya menjadi TK dan PAUD untuk membantu pendidikan bagi anak-anak kecil di sekitarnya. Sebagian besar mereka berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi lemah.

Idenya semula dicemooh banyak orang. Bagaimana mungkin sampah bisa membiayai pendidikan. Upaya itu rupanya berjalan pesat. Orangtua berlomba menyisihkan sampah di rumah. Itu didasari besarnya kebutuhan pendidikan gratis bagi anak-anak. Jika tidak cukup mampu mengumpulkan sampah sesuai nilai SPP yang dipatok, Adi menutupinya dengan bantuan donasi sampah dari kalangan usaha. Ia melibatkan donatur sampah yang berasal dari restoran, kantor pemerintahan, toko buku, dan usaha media. "Donasinya bukan berupa uang, melainkan sampah," katanya.

Restoran Pondok Sepur dan Juragan Sate, misalnya, rutin menyisihkan sampah botol minuman plastik dan kaleng. Sepekan sekali Adi menjemputnya. Sementara Toko Buku Gramedia, Tribun Jambi, Bank Indonesia Jambi, RRI, Telkomsel, PLN, rumah dinas Wali Kota Jambi, dan sejumlah kantor pemerintah daerah di Jambi rutin mendonasikan koran, kertas, dan kardus bekas. Dari situ, hasilnya cukup untuk penyelenggaraan kegiatan operasional belajar mengajar, termasuk membayar gaji empat guru dan kepala sekolah.

Tidak hanya mengumpulkan sampah, anak-anak juga mendapatkan edukasi lebih pemanfaatannya. Para guru bereksperimen dan melatih siswa di kelas membuat kerajinan yang memanfaatkan barang bekas. Pelatihan serupa juga digelar bagi orangtua siswa. Ada pula pelatihan keliling pengolahan sampah dari kampung ke kampung. Sebagian hasil karya ditampung dalam galeri seni sederhana di kawasan Telanaipura.

Selain di TK dan PAUD Al-Kausar, sekolah bank sampah juga dikembangkan di Sekolah Dayung Bank Sampah di kawasan Sipin dan Sekolah Bank Sampah Perempuan di Palmerah, Kota Jambi.

Tidak hanya di Jambi, gerakan mengumpulkan sampah sebagai alat bayar pendidikan dikembangkan pula di sekolah satu atap SMP dan SMA Arradal Haq. Sekolah di pelosok Pematang Lumut, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, ini menerapkan cicilan SPP dari sampah. Pendampingan awal gerakan ini dimulai Adi bekerja sama dengan Petrochina Jabung Ltd.

Fasilitator setempat, Tika Puspitasari (25), menceritakan, lokasi sekolah yang persis di seberang Pasar Pematang Lumut memudahkan siswa untuk mengangsur SPP. Jika tak cukup banyak terkumpul dari rumah masing-masing, siswa kerap mengumpulkan sampah di sekitar pasar. Nilai sampah yang terkumpul kerap melampaui biaya SPP yang ditetapkan. Namun, yang menjadi tantangan saat ini, sampah di sana belum dikelola jadi barang kerajinan.

Keterbatasan tempat penampungan sampah juga jadi tantangan. Adi berharap mendapatkan tempat yang lebih luas yang bisa dimanfaatkan tidak hanya sebagai bengkel produksi barang bekas untuk kerajinan. Ia bermimpi menciptakan pasar wisata yang memamerkan berbagai jenis kerajinan dari sampah.

Tidak hanya urusan pendidikan teratasi, kewirausahaan juga dapat tumbuh dari situ. Karena itu, jangan lagi memandang sampah dengan sebelah mata.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 Oktober 2016, di halaman 22 dengan judul "Setorkan Sampah untuk Nikmati Sekolah".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com