Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Fisik Terbatas, Bilal Ogah Jadi Pengemis dan Jadi Pembuat Barong

Kompas.com - 17/09/2016, 16:04 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Seorang laki-laki berkacamata sedang mengikat palu kayu di lengan kanannya dengan kain warna hitam. Agar kencang, lelaki yang bernama Mustaq Bilal tersebut menarik tali kain dengan gigi.

Kemudian dengan tangan kirinya, dia mengambil besi dan memulai memahat kayu untuk membuat kepala barong. Sesekali, dia membetulkan letak palu yang diikat di lengan kanannya.

"Biasanya cuma dua jam kemudian palunya saya lepas biar nggak capek," ungkapnya kepada Kompas.com, Sabtu (17/9/2016).

Mustaq Bilal, warga Lingkungan Karangasem, Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, memiliki fisik yang berbeda. Sejak lahir, anak keempat pasangan almarhum Sutaman dan Suniah itu tidak memiliki kaki dan lengan kanan yang sempurna.

Untuk berjalan, dia bertumpu pada tungkai kaki sebatas panggul dan dibantu dengan tangan kirinya.

"Dengan keadaan seperti ini, saya tidak pernah minder. Walau berbeda saya masih bisa berkarya. Buat apa dipikirin. Kalau mau protes ya protes sama siapa. Tinggal disyukuri saja yang ada," ungkap lelaki kelahiran Banyuwangi, 4 Maret 1981, tersebut sambil tertawa.

Sehari-hari lelaki yang akrab dipanggil Bilal tersebut membuat barong dan memahat sendiri bagian kepala barong yang terbuat dari kayu. Untuk harga, dia mematok Rp 300.000 untuk jenis barong kecil dan Rp 9 juta untuk barong Bali.

Dia tidak mengerjakannya sendirian. Bilal juga memperkerjakan orang-orang di sekitar rumahnya untuk mengamplas, mewarnai dan menyambung bagian bagian bagian kecil barong dengan lem.

"Saya dibantu sama tetangga sekitar dan tentunya mereka di bayar bukan sekedar membantu saja. Biasanya ya harian sekitar Rp 50.000 per hari. Ada dua sampai empat orang yang bantu," ungkapnya.

Dia mengaku sejak kecil sudah menyukai pelajaran seni rupa. Saat di SDLB dia gemar membuat pahatan dengan memanfaatkan batang pisang dan cutter.

"Mungkin ada turunan dari almarhum ayah kan beliau tukang kayu. Tapi ayah saya tidak pernah mengajari ukir karena saat saya usia 10 tahun ayah sudah meninggal," katanya.

Dalam satu bulan, dia menerima pesanan minimal 3 barong. Selain itu, Bilal juga memiliki kelompok kesenian Jaranan yang sering manggung di undangan hajatan kawinan dan sunatan. Untuk mengundang kelompok kesenian jaranan, Bilal mematok harga Rp 4,5 juta untuk sekitar Banyuwangi kota.

"Untuk personel Jaranan jumlah pemainnya bisa 35 orang. Kalo undangannya agak jauh yaa harganya beda," tuturnya.

Selain itu, dia juga bergabung dengan kelompok musik Al Mumtazz yang anggota terdiri dari rekan-rekannya yang difabel.

"Kerja saya ya tetap enggak jauh jauh dari seni. Biasanya kalo di kelompok musik saya bagian megang kendang atau ketipung," katanya.

Pernah jadi pengemis

Lika-liku perjalanan Bilal bisa dikatakan tidak mudah. Selepas SDLB dia tidak bisa meneruskan karena tidak ada sekolah tingkat SMP yang menerimanya.

"Baru setelah ada SMPLB saya dipanggil untuk kembali melanjutkan sekolah," tuturnya.

Pada tahun 2009, Bilal ditawari rekannya bekerja di Pulau Kalimantan sebagai penjaga toko kitab dengan gaji Rp 1,5 juta per bulan . Karena tergiur untuk mendapatkan uang lebih untuk membeli motor dia menyetujui pekerjaan tersebut.

Dia berangkat dari Banyuwangi ke Madura dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Kalimantan dengan kapal layar.

"Setelah di sana ternyata saya tampung di rumah dan diperkerjakan sebagai pengemis. Setiap pagi sampai sore saya ke pasar buat ngemis dan setor ke juragan," ceritanya dengan suara bergetar.

Bilal mengaku hanya bertahan seminggu di Kalimantan, kemudian dia melarikan diri dengan dua rekannya yang mengalami keterbatasan fisik seperti dirinya. Selama seminggu di sana, dia mengaku mendapatkan uang Rp 1,3 juta dan semuanya disetor ke juragannya.

"Satu rekan saya pincang, satu lagi tidak punya tangan. Dari pasar kami bertiga melarikan diri ke pelabuhan. Untuk beli tiket pulang saya jual handphone," ucapnya.

Dia mengaku, walaupun bentuk fisiknya berbeda, dia tidak mau dikasihani.

"Saya tidak mau mengemis saya masih bisa bekerja dan menghasilkan uang dengan tidak mengemis," ucapnya.

Bilal bersyukur, dengan pekerjaannya sekarang, dia bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan ibunya, termasuk membeli sepeda motor bekas sebesar Rp 3,5 juta yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan fisiknya.

"Modifikasi dibantu sama temen habis Rp 3 jutaan," ungkapnya.

Saat ditanya keinginannya, Bilal mengaku ingin melanjutkan kuliah di bidang seni seperti yang pekerjaan yang digelutinya selama ini.

"Penginnya kuliah, tapi di Banyuwangi saya enggak tau ada kuliah seni. Mau kuliah ke luar kota kasihan ibu saya sendirian di rumah. Ini lagi nabung agar ibu bisa naik haji," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com