Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menguras Untung dari Sumur "Lantung"

Kompas.com - 15/09/2016, 11:45 WIB
Achmad Faizal

Penulis

Suyitno, salah satu pengusaha sumur tua yang berlokasi di Desa Wonocolo, mengaku lebih banyak meraup untung jika menjual solar langsung ke konsumen tanpa melalui Pertamina.

"Kalau langsung ke konsumen Rp 4.000 per liter, kalau dijual ke Pertamina hanya Rp 2.025," kata Suyitno. 

Suyitno memiliki tujuh titik sumur tua penghasil minyak di Wonocolo, namun tidak semua hasil sumurnya dijual ke Pantura, sebagian hasil sumurnya dijual ke Pertamina. Sebagai pengusaha sekaligus memiliki jabatan di struktur desa, dia juga harus menjaga hubungan baik dengan Pertamina.

"Satu sisi saya juga butuh pemasukan untuk membayar pekerja saya," jelasnya.

Warga asli Desa Wonocolo itu mengaku memiliki tanggungan menggaji 20 lebih pekerja sumur tua setiap pekan. Satu pekerja rata-rata dibayarnya Rp 500.000. Jika sebagian produksi tidak jualnya secara ilegal, Suyitno mengaku keuntungannya dari usahanya sangat tipis. Apalagi, beberapa tahun terakhir cadangan minyak di sumur-sumur tua itu mulai menipis. 

Meski sudah memiliki usaha rumah makan di Jakarta, Suyitno mengaku tertarik menginvestasikan dananya di sumur tua itu sejak 2011. Saat itu, kata dia, sedang ramai-ramainya pengeboran sumur di sekitar sumur lokasi WKP Pertamina .

Sebagian besar sumur yang dimilikinya dikelola secara mandiri, sebagian lagi dikelola bersama orang lain. Nilai investasi satu sumur beragam, tergantung kondisinya, ada yang mencapai Rp 1,5 miliar, Rp 1 miliar, bahkan ada yang hanya dibeli dengan harga Rp 500 juta.

Dia tidak berharap banyak dari tujuh sumur tua yang menghasilkan rata-rata 1.000 liter per hari itu. Karena itu, dia sepaham dengan Pertamina yang perlahan mengedukasi warga untuk tidak mengandalkan hasil usaha mencari lantung.

"Paling-paling lima tahun ke depan juga akan habis minyaknya," ucap Suyitno.

Menurut dia, era kejayaan penambang tradisional ada di periode 2012-2014. Saat itu satu sumur tua bisa memproduksi hingga 70.000 liter per harinya.

"Dari satu truk pengiriman minyak mentah ke KUD yang ditunjuk Pertamina saat itu saya bisa peroleh Rp 15 juta," ujar Suyitno. 

Destinasi wisata

Aktivitas tambang minyak tradisional di Kecamatan Kedawen itu sudah berlangsung sejak puluhan tahun silam.

Camat Kedawen Mochamad Tarom menyebutkan, berkat minyak tersebut Desa Wonocolo tercatat pernah menjadi desa terkaya di Bojonegoro pada 1979. Karena berstatus desa terkaya, warga membangun balai desa terendah di Bojonegoro saat itu. 

Tambang minyak tradisional tersebar di lima desa, yakni Hargomulyo, Wonocolo, Beji, Kedewan, dan Desa Kawengan, dengan total lebih dari 500 titik. "Tapi saat ini tidak semuanya bisa berproduksi," katanya.

Dia memprediksi, aktivitas eksplorasi lantung itu tidak akan lama lagi, karena itu pihak Pemkab Bojonegoro dan Pertamina EP Asset 4 Field Cepusejak April lalu menetapkan kawasan Desa Wonocolo Kecamatan Kedewan sebagai destinasi wisata baru di Kabupaten Bojonegoro, yang bertema wisata migas. 

"Kebijakan itu agar warga penambang tidak terus berharap pemasukan dari aktivitas penambangan, ada alternatif sektor wisata yang bisa dimanfaatkan," terangnya.

KOMPAS.com/Achmad Faizal Tempat penyulingan minyak mentah di lapangan tambang minyak tradisional Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Bojonegoro, Jawa Timur
Kepala Bidang Pengembangan Usaha Seni Dan Budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bojonegoro, Budiyanto, mengklaim wisata migas di Desa Wonocolo itu adalah yang pertama di Indonesia. Karena hampir sama dengan kawasan minyak di Amerika Serikat yakni Texas, kawasan tersebut juga diberi nama serupa, yakni Teksas Wonocolo.

"Bukan Texas tapi Teksas, yang merupakan singkatan dari Tekad Selalu, Aman dan Sejahtera," jelasnya.

Struktur tanah yang berbukit di kawasan tersebut cocok untuk dipakai medan operasional mobil jeep dan off road, serta motor trail. Di kanan dan kiri jalurnya dilengkapi pemandangan aktivitas warga di tambang minyak tradisional. 

"Yang sudah ada saat ini titik gardu pandang sebagai titik lokasi untuk melihat sumur-sumur tua dari jarak dekat, serta rumah singgah yang didesain sebagai museum pendidikan migas," ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com