Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menguras Untung dari Sumur "Lantung"

Kompas.com - 15/09/2016, 11:45 WIB
Achmad Faizal

Penulis

Sumur ilegal

Dari 500 lebih titik sumur minyak di wilayah Desa Wonocolo dan sekitarnya, hanya 220 sumur tua yang masuk WKP Pertamina EP Asset 4 Field Cepu.

Sumur-sumur itu dikelola warga melalui tiga Koperasi Unit Desa (KUD) yakni Usaha Jaya Bersama dan KUD Sumber Pangan dan KUD Karya Sejahtera sejak 2007, sesuai Permen ESDM nomor 1 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi Pada Sumur Tua.

Mei 2015 Pertamina EP Asset 4 Field Cepu memutus kontrak pengelolaan dengan KUD, karena KUD tersebut dituding tidak melaporkan pengelolaannya kepada Pemkab Bojonegoro, serta mengelola minyak sendiri lalu dijual ke pihak lain. 

"Di masa pengelolaan KUD itulah, marak pengeboran ilegal (illegal drilling), hingga sumur minyak di WKP mencapai lebih dari 500 titik," kata Field Manager PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu, Agus Amperianto.

Warga, menurut Agus, melihat potensi ekonomi usaha di sektor perminyakan cukup potensial, karena waktu itu harga minya dunia di atas 100 dollar AS per barrel, sehingga rata-rata ongkos angkat angkut per liter lantung mencapai lebih dari Rp 4.500.

Melepas kerja sama dengan KUD, Pertamina ganti menggandeng paguyuban penambang untuk mengelola sumur tradisional secara swakelola, yakni Paguyuban Penambang Wonocolo dan Paguyuban Penambang Wonomulyo. 

Dalam naskah perjanjian antara Pertamina EP Asset 4 Field Cepu dan penambang yang ditandatangani di Jakarta Juni tahun lalu ditegaskan, larangan bagi penambang untuk mengebor sumur baru atau memperdalam sumur, penambang juga dilarang mengolah minyak mentah, dan dilarang menjual hasil minyak sumur tua ke luar daerah. 

"Penambang tradisional juga diminta untuk mengelola lingkungan menjadi lebih baik agar kerusakan lingkungan di sekitar sumur bisa diperbaiki secara bertahap," jelasnya.

Agus mengatakan, selama ini sebagian besar hasil minyak mentah dari penambang diduga dijual selain ke Pertamina EP, karena dari 1.000 barrel per hari yang ditargetkan, hanya diperoleh antara 300-400 barrel per hari. 

Pertamina EP kata dia akan terus menerus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada para penambang agar mereka mentaati aturan di WKP Pertamina EP. "Kami yakin, mereka bukan sengaja, hanya tidak tahu tentang aturan migas," jelas Agus. 

Permasalahan belakangan muncul tentang status hukum sumur-sumur dari ilegal drilling yang dilakukan warga, mengingat sumur-sumur tersebut tidak termasuk dalam Kontrak Kerja Sama (KKS) dengan SKK Migas. 

Fatwa Kejaksaan Agung pun turun untuk menjelaskan status hukum sumur-sumur tersebut.

Dalam surat Kejagung kepada Dirut Pertamina yang ditandatangani 27 April 2016, tim jaksa pengacara negara menyimpulkan, belum ada ketentuan hukum positif yang berlaku di bidang migas untuk mengatur keberadaan sumur-sumur hasil illegal drilling di lapangan Wonocolo Bojonegoro. 

Pertamina EP selaku kontraktor tidak bisa mengoperasikan begitu saja, karena keberadaan sumur tidak melalui mekanisme yang sah. Kontraktor bisa mengoperasikan jika sudah mendapatkan persetujuan dari badan pelaksana dalam hal ini SKK Migas, sebagaimana diatur dalam syarat pengembangan lapangan.

Selama sumur-sumur hasil ilegal drilling itu belum mendapatkan persetujuan dari badan pelaksana, maka status sumur tersebut adalah aset yang dikuasai negara, sesuai penguasaan minyak dan gas bumi oleh negara.

Hingga saat ini, Pertamina EP belum mengajukan persetujuan pengembangan lapangan kepada SKK Migas.

"Kami sifatnya menunggu pengajuan, sampai saat ini belum masuk, memang tidak gampang mengajukan pengembangan lapangan eksplorasi. Butuh proses yang panjang," kata Kepala SKK Migas, Jawa Bali dan Nusa Tenggara, Ali Masyhar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com