Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Layanan Digital di Sungai Musi

Kompas.com - 17/06/2015, 07:00 WIB


Oleh Irene Sarwindaningrum

Pada 17 Juni 2015, Kota Palembang memasuki usia ke-1.332 tahun. Diyakini berdiri tahun 688 berdasar Prasasti Kedukan Bukit mengenai berdirinya Kerajaan Sriwijaya, ini berarti Palembang merupakan kota tertua di Nusantara.

Selama berabad-abad, Sungai Musi setia mendukung kehidupan di Palembang. Kini pada abad XXI, sungai terpanjang di Sumatera itu masih menjadi sumber air utama bagi warga kota, tetapi dengan pelayanan berteknologi digital.

Nawal (39), beberapa saat lalu, baru selesai berkeliling menyelesaikan putaran paginya. Salah satu petugas pemungut tagihan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Musi itu rehat sejenak sebelum melanjutkan ke pelanggan selanjutnya.

Berbekal sebuah telepon pintar jenis android dan mesin cetak (printer) tenteng yang hanya sebesar genggaman, setiap hari ia berkeliling dari rumah ke rumah pelanggan. "Tagihan banyu (air), Pak, Rp 32.400," katanya kepada seorang pelanggan yang menyambutnya di pagar.

Jumlah tagihan itu tertera dalam program khusus yang langsung muncul setelah ia mengetuk-ngetuk layar teleponnya. Pelanggan pun membayar jumlah yang disebutkan. Nawal menerima uang dan langsung mengetuk sekali lagi pada layar gawainya. Sedetik kemudian, tanda bukti pembayaran tercetak otomatis dari printer tenteng yang digenggamnya.

Pelanggan menerima secarik kertas berlogo PDAM Tirta Musi berwarna hijau itu. Seluruh transaksi itu selesai dalam beberapa menit saja.

Dalam hitungan detik, transaksi yang dilakukan Nawal itu otomatis terdata di basis data pelanggan di kantor pusat PDAM Tirta Musi di kawasan Rambutan, Kota Palembang. Pada layar komputer di kantor pusat itu, terlihat jumlah pembayaran, lokasi, dan waktu transaksi itu dilakukan.

Nawal, lulusan diploma tiga (D-3) Bahasa Inggris, baru enam bulan bekerja sebagai petugas penagihan PDAM Tirta Musi. Setiap hari ia berkeliling di perkampungan hingga perkantoran di Kota Palembang. Lokasi penagihan ditentukan oleh kantor, lengkap dengan denah rumah pelanggan. Tidak jarang, ia bekerja hingga sore hari karena banyak pelanggan yang baru di rumah selepas jam kerja.

Untuk menyelesaikan tugasnya, rata-rata ia berjalan kaki sekitar 3 kilometer (km) setiap hari. "Biasanya sepeda motor saya titipkan di suatu tempat lalu jalan kaki. Sering juga masuk ke lorong kecil, jadi sulit membawa sepeda motor," ujarnya.

Lebih dari 100 rumah ia ketuk setiap hari. Kadang ia menerima bentakan. Namun, lebih sering Nawal yang tinggal di Plaju, pinggiran Palembang, berjumpa dengan pelanggan yang merasa terbantu dengan tugasnya. "Kalau ketemu yang baik, saya diberi ongkos," paparnya.

Ujung tombak

Nawal dan belasan petugas penagihan PDAM Tirta Musi lainnya adalah ujung tombak dari pelayanan berbasis sistem digital yang diterapkan PDAM Tirta Musi. Sistem pembayaran dari rumah ke rumah meringankan pelanggan, praktis, dan minim potensi kecurangan. Uang tagihan disetorkan pada sore hari. Pelanggan pun tidak perlu meninggalkan rumah atau pekerjaan, apalagi antre, hanya untuk membayar tagihan air.

Anissa (45), misalnya, merasa terbantu karena tak perlu lagi meninggalkan warungnya untuk membayar tagihan air. "Petugas datang setiap tanggal 15 atau 16," ujar warga kawasan Jakabaring, Palembang, itu.

PDAM Tirta Musi juga mengoperasikan basis data pelanggan lengkap dengan pemetaan digital geographic information system (GIS) yang amat detail. Begitu lengkap, sehingga rumah dan bangunan yang belum menjadi pelanggan PDAM Tirta Musi pun terdata.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com