Pasalnya, nomor ponsel yang diucapkan akan dicatat oleh warga asli Wonosobo itu di sebuah kertas koran yang di bawahnya terdapat alat bernama 'Riglet'. Setelah dicatat, jari Wardi lantas meraba perlahan kertas koran itu sambil mengulang kembali nomor telepon pembeli agar tidak salah kirim. Setelah itu, bapak satu anak ini mengambil ponselnya dan mengirimkan pulsa.
Penjual pulsa di pinggir Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta, ini merupakan penyandang tunanetra. Namun, keterbatasan yang dimilikinya tak menyurutkannya untuk mencari nafkah bagi istri dan satu anaknya yang saat ini berusia empat tahun.
"Saya berjualan pulsa sejak tahun 2011 lalu. Dulu di depan bank, lalu karena takut menganggu saya pindah ke sini," ujar Wardi saat ditemui, Senin (11/5/2015).
Wardi menuturkan, setelah lulus dari kursus Pijat di Temanggung pada tahun 2002, dia lantas berkeliling ke beberapa kota. Kota pertama yang disinggahinya untuk mengadu nasib adalah Semarang Jawa Tengah.
"Bapak ibu bekerja sebagai petani, adik-adik saya empat. Jadi saya kerja ya untuk membantu orangtua dan biaya pendidikan adik-adik, sisanya ditabung," tandasnya.
Setelah menikah pada tahun 2008 lalu, Wardi memutuskan untuk mengadu nasib ke Yogyakarta. Dia berharap, pendapatannya semakin meningkat di Yogyakarta.
"Saya beberapa tahun di Semarang. Lalu setelah menikah pindah ke Yogyakarta, ya agar dapat kesempatan kerja lebih baik," tegasnya.
Di Yogyakarta pun, Wardi tetap berkeliling untuk memijat sampai akhirnya masuk ke Badan Sosial Mardi Wuto yang berada di RS Mata Dr YAP di jalan Cik Ditiro. Di mess badan sosial Mardi Wuto ini pula Wardi tinggal.
"Di sini, kalau ada klien pembagiannya 40-60. Saya dan tuna netra lainnya dapat 60," ucapnya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan