Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang Tanpa Asap di Kawasan Tanpa Rokok...

Kompas.com - 24/04/2015, 13:01 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

Malah, seorang wakil rakyat yang hari itu tampil cantik dengan rok merah, sempat terlibat dalam percakapan di dekat lokasi itu. Namuan, di sepanjang obrolan dia tak terlihat risih dengan bau dan sampah rokok di dekatnya.

Kantor DPRD tentu merupakan salah satu tempat kerja yang  ditetapkan sebagai salah  satu KTR, apalagi ruang dan gedungnya dilengkapi dengan fasilitas AC, artinya daerah di mana orang tidak diperbolehkan merokok.

“Kami telah menyurati Badan Kehormatan DPRD Sumatera Utara untuk memberikan sanksi dan teguran keras dan meminta maaf  kepada seluruh masyarakat bila ada anggota dewan yang kedapatan merokok,” kata Koordinator Pengendalian Tembakau YPI OK Syahputra Harianda.

Menurut dia, kebijakan itu merupakan upaya kritik terhadap anggota dewan yang mempunyai fungsi dalam membuat peraturan daerah dan tata tertib. Diharapkan hal itu dapat memberi rasa nyaman bagi orang di sekeliling.

“Seorang politisi dan wakil rakyat yang baik, harus taat hukum dan peraturan terkait KTR. Bukan sebaliknya, malah mempertontonkan sikap melanggar hukum dan peraturan yang dibuat sendiri,” kata laki-laki yang akrab dipanggil Putra ini.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Usma Polita mengaku akan menindak para perokok yang merokok di tujuh kawasan tanpa rokok. Sanksi akan diberikan secara bertahap. Pertama, teguran hingga tiga kali. Lalu jika teguran tidak mempan maka akan diberikan sanksi administratif. "Kita akan perkuat Satpol PP untuk bisa menindak tegas" kata Usma Polita.

Menurut Usma, Perda KTR merupakan amanah UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 115 ayat 2 disebutkan, pemerintah daerah wajib menetapkan KTR di wilayahnya. Sanksi yang dijatuhkan terhadap pelanggaran KTR ada dua yakni sanksi administratif dan pidana.

Sanksi administratif antara lain teguran, memerintahkan orang atau badan tersebut meninggalkan KTR. ''Kami juga bisa menghentikan kegiatan usaha di KTR atau pencabutan izin usaha,'' kata Usma.

Peradaban
Kepala Seksi P2P Dinkes Kota Medan Pocut Fatimah Fitri pernah mengatakan, di dalam kandungan rokok terdapat candu, kalau sudah mencoba, sulit untuk melepaskannya. “Jangan sekali-kali mencoba untuk merokok karena asap rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia toksik dan 43 bahan penyebab kanker,” ungkap Pocut.

Sebagai lembaga yang menaruh perhatian kepada perlindungan anak dan perempuan, YPI berharap Negara tidak membenturkan hak hidup sehat manusia dan perlindungan anak dengan kapitalisme industri rokok. “Kami tidak akan mampu berjuang sendiri. Membebaskan Indonesia khususnya Kota Medan dari asap rokok adalah target panjang yang semua pihak harus berperan," kata dia.

"Tapi minimal dengan menghormati hak-hak warga yang tidak merokok dan merokok di tempat yang disediakan adalah bentuk peradaban masyarakat yang bisa diatur dalam aturan yang sudah disepakati,” tegas Pocut.

Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) membeberkan data, saat ini tak kurang dari 80 juta masyarakat Indonesia adalah perokok. Artinya, 30 persen dari total populasi adalah perokok.

Dua dari tiga laki-laki di Indonesia adalah perokok aktif, dan pertumbuhan konsumsi rokok di kalangan di kalangan remaja dan anak-anak menempati capaian tercepat di dunia, 14 persen per tahun.

Sayangnya, di Indonesia masalah pengendalian bahaya rokok, secara operasional hanya diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, dan turunan peraturan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com